Rabu, 06 Januari 2016

GAYA BAHASA SEHARI-HARI DALAM ANTOLOGI PUISI BAJU BULAN KARYA JOKO PINURBO DAN TAMASYA CELURIT MINOR KARYA M. HELMY PRASETYA Hayyul Mubarok (20152110012)

GAYA BAHASA SEHARI-HARI DALAM ANTOLOGI PUISI BAJU BULAN KARYA JOKO PINURBO DAN TAMASYA CELURIT MINOR 
                                                  KARYA M. HELMY PRASETYA                                                            




Hayyul Mubarok  (20152110012)




























GAYA BAHASA SEHARI-HARI
DALAM ANTOLOGI PUISI BAJU BULAN KARYA JOKO PINURBO
DAN TAMASYA CELURIT MINOR KARYA M. HELMY PRASETYA

Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Stilistika berkaitan dengan pengertian ilmu tentang gaya secara umum, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Stilistika dalam karya sastra merupakan bagian stilistika budaya itu sendiri. Meskipun demikian, dengan adanya intensitas penggunaan bahasa, maka dalam karya sastralah pemahaman stilistika paling banyak dilakukakan.
Gaya bahasa bukan sekedar saluran, akan tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Gaya bahasa yang baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dapat memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Sebaliknya di dalam puisi. Puisi merupakan bagian dari karya sastra. Teeuw dalam bukunya yang berjudul Tergantung pada Kata (1980) menganalisis sepuluh puisi dari sepuluh penyair terkenal, sehingga dapat mewakili ciri-ciri pemakaian bahasa pada masing-masing puisi sekaligus mewakili  kekhasan personalitas pengarangnya. Semua pembicaraan mengenai gaya bahasa sudah diangkat ke tataran sistem sosial sehingga dapat disebutkan sebagai stilistika sastra. Judul itu sendiri menunjukkan hakikat kemampuan kata-kata dalam mengevokasi makna.
Membaca puisi berarti bergulat secara terus menerus terhadap struktur bahasa. Sajak yang baik adalah perjuangan total penyair, dan oleh karena itu, harus diimbangi dengan kemampuan total pembaca. Dalam hubungan inilah dipermasalahkan ilmu gaya bahasa bukan semata-mata gaya bahasa. Sejajar dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam revolusi dalam bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan pada umumnya. Seperti apa yang ada di dalam antologi puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo dan antologi puisi Tamasya Celurit Minor karya M. Helmy Prasetya yang di dalamnya beranekaragam gaya bahasa sehari-hari yang termuat di dalamnya. Di dalamnya juga banyak metafor untuk membolak-balik hubungan itu dan mengolah sudut pandang anak dengan permaianan waktu yang memikat, serta gaya-gaya bahasa sehari-harinya tersebut dapat membunuh pembaca.
Adanya maksud dari latar belakang diatas, untuk mengungkap sebagian masalah gaya bahasa sehari-hari yang ada di dalam antologi puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo dan antologi puisi Tamasya Celurit Minor karya M. Helmy Prasetya. Selain dari masalah tersebut yang akan dibahas dalam permasalahan yang sederhana ini, ada juga metode yang akan digunakan dalam pemecahannya yaitu, metode deskripsi kualitatif. Metode ini merupakan metode yang mengurai bahan penelitian, lalu dikaitkan dengan teori. Sedangkan kode yang digunakan yaitu terdiri,  judul buku/judul puisi/bait/halaman. Seperti contoh (bb/smup/2/15). Keterangan, BB:Baju Bulan, SMUP:surat malam untuk paska, 2:bait, 15:halaman, begitupun seterusnya.
Selanjutnya kajian teori. Secara etimologis stilistika berkaitan dengan style (bahasa Inggris). Sytle artinya gaya, sedangkan stylistics artinya ilmu tentang gaya (Jabrohim 2001:172). Stilistika  adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana (Sudjiman 1993:13). Gaya dalam kaitan ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya satra.
Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra (Sudjiman, 1993:3). Sangat menarik bahwa dalam perkembangan linguistik terapan bahwa munculnya minat bahkan kesungguhan hati para pakar linguis untuk menerapkan teori dan pendekatan linguistik dalam rangka pengkajian sastra. Begitu eratnya pengkajian bahasa dan sastra, sehingga bidang studi stilistika menjadi incaran yang menggairahkan bagi para ahli bahasa dan ahli sastra. Stilistika dapat dianggap menjembatani kritik sastra dan linguistik, karena stilistika mengkaji wacana sastra dengan mengkaji dengan orientasi
linguistik (Sudjiman 1993:3).
Menurut Jabrohim (2001:173), hubungan antara sastra dan bahasa hamper selalu bersifat dialektis (bersangkutan). Sastra juga seringkali mempengaruhi bahasa. Ciri khas sebuah karya sastra tidak saja dilihat berdasarkan genrenya, tetapi dapat pula dilihat melalui konvensi sastra maupun konvensi bahasanya. Khusus dalam kaitan bahasa dalam sastra, pengarang mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan gagasannya dengan tujuan tertentu. Stilistika sesungguhnya tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan, akan tetapi juga dalam bahasa pada umumnya. Namun, perlu diingat bahwa karya sastra merupakan kesatuan wacana yang memuat seluruh gagasan atau ide pengarangnya. Selain itu, karya sastra juga memiliki gaya bahasa yang umumnya mencerminkan totalitas karya, tidak hanya sekadar bagian-bagian dari aspek bahasa.
Kajian stilistika memperhatikan kekhasan gaya dan mempelajari kecenderungan yang menonjol dan melupakan bahwa karya sastra merupakan kesatuan (Jabrohim 2001:175). Kajian stilistika akan memberi keuntungan besar bagi studi sastra jika dapat menentukan suatu prinsip yang mendasari kesatuan karya sastra, dan jika dapat menemukan suatu tujuan estetika umum yang menonjol dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya (Wellek 1989:229).
Kajian stilistika diarahkan untuk membahas isi karya sastra. Kajian stilistika bertolak dari asumsi bahwa bahasa mempunyai tugas dan peran yang penting dalam kehadiran karya sastra. Bahasa tidak dapat dilepaskan dari sastra. Keindahan sebuah karya sastra sebagian besar disebabkan kemampuan penulis mengeksploitasi kelenturan bahasa sehingga menimbulkan kekuatan dan keindahan (Semi 1990:81). Dengan demikian, kajian stilistika secara umum dilakukan sebagai upaya untuk menggali totalitas makna karya sastra dan analisis secara khusus yang mencoba melihat gaya bahasa bagian perbagian.
Stilistika meneliti fungsi puitik bahasa (Sudjiman 1993:3). Akan tetapi, kajian stilistika juga digunakan sebagai metode untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impresif dan subjektif. Melalui kajian stilistika diharapkan dapat memperoleh hasil yang memenuhi kriteria objektifitas dan keilmiahan (Aminuddin 1995:42).
Secara umum, lingkup telaah stilistika mencakupi diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra (Sudjiman, 1993:13-14). Selain itu, aspek-aspek bahasa yang ditelaah dalam studi stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat. Dari beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya bahasa dalam karya sastra, yang tidak hanya meneliti tentang penggunaan bahasa yang ada di dalam karya sastra.
Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengunkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Style (gaya bahasa) menyarankan pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk kajian tertentu. Menurut Satoto (2012:150), gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Gaya merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya (Aminuddin 1995:1). Sebagai wujud cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata, kalimat, dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Menurut Muljana (dalam Pradopo 2010:93), gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa tersebut untuk menimbulkan reaksi tertentu dan menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca.
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan 2009:4). Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara atau menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca.
Menurut Jorgense dan Phillips (dalam Ratna 2009:84), gaya bahasa bukan sekedar saluran, akan tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Ratna 2009:84), gaya bahasa yang baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dapat memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu (Sudjiman 1993:13). Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
Menurut Endraswara (2008:72), bahasa sastra adalah bahasa khas. Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dipoles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian, seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya kata, dan mahir dalam menggunakan gaya bahasa maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih berbobot. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan dimana bahasa itu digunakan.
Nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya (Pradopo 1991:1). Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri.
Menurut Endraswara (2008:73), gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra. Gaya bahasa merupakan efek seni dalam sastra yang dipengaruhi juga oleh nurani. Melalui gaya bahasa itu seseorang sastrawan akan menuangkan ekspresinya. Gaya bahasa sastra memang berbeda dengan gaya bahasa dalam pembicaraan sehari-hari. Gaya bahasa sastra adalah ragam khusus yang digunakan pengarang untuk memperindah teks (Ratna 2009:161).  Semua gaya dalam hubungan ini gaya karya sastra, khususnya karya sastra yang berhasil adalah artificial (buatan), diciptakan dengan sengaja. Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi langsung pemikiran dan perasaan. Tanpa adanya proses hubungan yang harmonis antara pemikiran dan perasaan, maka gaya bahasa tidak ada. Dalam aktivitas kreatif komunikasi antara pemikiran dan perasaan diproduksi secara terus-menerus sejak awal hingga akhir cerita, sehingga keseluruhan karya dapat dianggap memiliki gaya bahasa. Perbedaannya, ciri-ciri perasaan dominan dalam puisi, sebaliknya, pemikiran dominan dalam prosa.
Untuk dapat memahami makna puisi secara total kita dapat mengkaji hubungan stilistika itu sebagai salah satu unsur yang membangun puisi tersebut dengan unsur-unsur yang lain secara keseluruhan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2010:276), gaya bahasa (stile) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau seorang pengarang mengungkapkan seseuatu yang ingin dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan lain-lain. Dalam stile (gaya bahasa) terdapat unsur-unsur yang mendukung keindahan karya sastra. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2010:289), unsure stile terdiri dari fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika (berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan sebagaianya). Analisis unsur stile dilakukan dengan cara mengidentifikasi masing-masing unsur tanpa mengabaikan konteks, menghitung frekuensi kemunculannya, menjumlahkan, dan mendeskripsikan kontribusinya bagi stile dalam karya sastra secara keseluruhan. Sedangkan, menurut Lecch (dalam Nugiyantoro 2010:289), mengemukakan bahwa unsur stile terdiri dari unsur leksikal, gramatikal, penyiasatan strukur (figures of speech), konteks, dan kohesi. Unsur stile dalam karya sastra yang berupa wujud penggunaan bahasa mencakup seluruh penggunaan unsur bahasa dalam karya sastra itu sendiri.
Dari beberapa beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah bahasa khas pengarang dalam karya sastra. Gaya bahasa dapat membuat karya sastra lebih hidup dan bervariasi serta dapat menghindari hal-hal yang bersifat monoton yang dapat membuat pembaca bosan. Unsur gaya bahasa terdiri atas fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika (berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan sebagaianya).
Begitukan dalam pembahasan Gaya Bahasa Sehari-Hari Dalam Antologi Puisi Baju Bulan Karya Joko Pinurbo. Gaya bahasa merupakan suatu cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengunkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Style (gaya bahasa) menyarankan pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk kajian tertentu. Gaya merupakan cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Begitupun gaya bahasa yang digunakan oleh penyair yang bernama Joko Pinurbo tersebut. Di dalamnya mempunyai style tersendiri seperti kutipan puisinya yang berada dalam antologi puisi Baju Bulan sebagai berikut.
PENUMPANG TERAKHIR
Setiap pulang kampung, aku selalui menemui bang becak
yang mangkal di bawah pohon beringin itu dan memintanya
mengantarkanku ke tempat-tempat yang aku suka.
Entah, mengapa aku sering kangen dengan becaknya
Mungkin karena genjotannya enak, lancar pula lajunya.
(BB/PT/1/25)
Dari kutipan puisi tersebut, mengungkapkan mengenai kejadian sehari-hari. Menegaskan bahwa setiap pulang kampung ia selalu meminta antar pada tukang becak untuk keliling-keliling. Dalam kutipan puisi tersebut cara penyampaiannya dengan gaya bahasa yang sederhana, atau bahasa sehari-hari. Tapi, kutipan puisi yang menggunakan gaya bahasa sehari-hari tersebut sangatlah  berkesan bagi pembaca. Seperti larik setiap pulang kampung, dan juga tukang becak, serta mengantarkanku ke tempat-tempat yang aku suka itu semua merupakan kalimat sederhana, kalimat sehari-hari yang mudah dimengerti.
Selain dari kutipan puisi di atas, juga ada kutipan puisi yang berada dalam antologi puisi Baju Bulan yang menggunakan gaya bahasa sehari-hari seperti kutipan puisi berikut
ANAK SEORANG PEREMPUAN
Hingga dewasa saya tidak tahu saya ini
Sebenarnya anak siapa. Sejak lahir saya diasuh
Dan dibesarkan Ibu tanpa seorang ayah.
(BB/ASP/1/30)
Dari kutipan tersebut, memperkuat mengenai penggunaan bahasa sehari-hari yang berada dalam antologi puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo tersebut. Seperti  larik hingga dewasa saya tidak tahu saya ini anaknya siapa yang merupakan gaya bahasa sehari-hari. Namun, penyampaiannya sangat halus dan sangat menyentuh. Jika dilihat dari segi maknanya, puisi tersebut telah sampai pada kodratnya walaupun dengan bahasa sederhana, atau bahasa sehari-hari.
Gaya merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata, kalimat, dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Memang gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa tersebut untuk menimbulkan reaksi tertentu dan menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca. Di dalam kumpulan puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo juga mengurai hal seperti itu, seperti kutipan puisi berikut.
TEROMPET TAHUN BARU
Aku dan ibu pergi jalan-jalan ke pusat kota
Untuk meramaikan malam tahun baru
(BB/TTB/1/58)
Nampak jelas kutipan tersebut, bahasa yang digunakan sehari-hari. Seperti larik aku dan ibu pergi jalan-jalan ke pusat kota, tanpa memikirkan hal berat pun orang sudah mengerti ketika membacanya. Dan juga dilanjutkan pada larik untuk meramaikan malam tahun baru semakin menggunakan kata sederhana. yaitu untuk merayakan tahun baru. Jika di cermati secara sungguh-sungguh, kesinambungan kata tersebut sangatlah tajam. Karena jika seseorang pergi ke kota, otomatis orang itu dari pedesaan. Ia pergi jauh-jauh dari desa hanya untun merayakan tahun baru di pusat kota. Itulah kekuatan makna yang ada walaupun bahasa tersebut sangat sederhana, atau bahasa sehari-hari. Gaya bahasa sehari-hari jika dikemas dengan baik, maka bahasa itu akan menjadi indah dan mengalir dengan sendirinya pada para pembaca.
Selanjutnya Pembahasan Gaya Bahasa Sehari-Hari Dalam Antologi Puisi Tamasya Celurit Minor Karya M. Helmy Prasetya. Gaya bahasa yang digunakan oleh penyair M. Helmy Prasetya dalam antologi puisinya  Tamasya Celurit Minor ini, juga menyguhkan hal yang sama, namun tidak begitu nampak kalau itu bahasa sehari-hari. Sedangkan jika dilihat dari judul antologi puisinya yaitu Tamasya Celurit Minor merupakan sebuah perjalanan, atau jelajah dalam kehidupan. Namun pada pembahasan ini mengumkap pemakaian bahasa sederhana atau sehari-hari. Seperti yang ada pada kutipan puisi berikut.
TAMASYA 1
Aku ingin jalan-jalan, Ayah
Melihat madura
Berjalanlah kau ke barat, Nak
Saat orang berkata surga maka
masuklah
(TCM/T1/1/1)
Nampak jelas bahwa kutipan puisi tersebut menggunakan gaya bahasa sehari-hari. Jika di pahami secara serius, kutipan puisi tersebut seperti dialog, mungkin memang dialog antara anak dan ayah. Seorang anak yang menanyakan atau mengungkapkan keinginannya pada ayahnya bahwa ia ingin jalan-jalan. lalu dijawab oleh ayahnya. Sedangkan penggunaan gaya bahasa sehari-harinya terletak pada keutuhan bait puisi tersebut. Seperti larik puisi Aku ingin jalan-jalan, Ayah Melihat madura itulah bahasa sehari-hari. Jika dikaitkan dengan hal yang lain, mungkin manusia pasti merasakan hal yang sama, ingin jalan-jalan dan berdialog dengan bahasa tersebut walaupun tidak sama. Sedangkan kekuatan bait puisi ini terletak pada sesuatu hal yang seolah-olah tak berdosa, seorang anak yang mengajak ayahnya. Lalu di kuatkan dengan larik puisi Berjalanlah kau ke barat, Nak dialog ayah yang menunjukkan ke arah yang baik. Saat orang berkata surga maka masuklah yang menunjukkan bahwa suau nasihat terhadap anaknya untuk bisa memilah tentang jalan yang lurus, bukan jalan yang tersesat, bisa juga dikatakan jalan keindahan.
Selain dari kutipan tersebut, juga ada kutipan yang sama, dan menunjukkan bagaimana seorang pengarang mengunkapkan sesuatu yang akan dikemukakan, menyarankan pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu. Seperti kutipan antologi puisi Tamasya Celurit Minor karya M. Helmy Prasetya berikut.
TAMASYA 4
Di atas tanah kami
Kami punya kampung yang rukun
Dalam sajian sambal ikan asin
Untuk kami suguhi kepada tamu
(TCM/T4/1/4)
Dari kutipan puisi tersebut menunjukkan bahwa ada suasana perkampungan yang berada di tanah kelahiran, serta hidangan yang sederhana, tapi sangat lezat. Sekilas pengantar dalam makna yang terurai pada bait puisi tersebut. sedangkan bahasa yang digunakan sangatlah sederhana, tapi sangat menyentuh pada pembaca. Mungkin bagi seseorang akan merasakan dan mempunyai makanan yang khas di tanah kelahirannya.
Jika dilihat dari segi bahasa sehari-hari yang digunakan terletak pada keutuhan bait tersebut. seperti larik di atas tanah kami, kami punya kampung yang rukun yang merupakan bahasa yang sederhana, atau bahasa sehari-hari. Bahasa yang datar, tapi berkesan. Lalu dilanjutkan pada larik dalam sajian sambal ikan asin, untuk kami suguhi kepada kami yang merupakan bahasa yang sangat mudah dimengerti. Tapi bahasa tersebut akan membuat orang berpikir, dan membayangkan suasana yang ada di dalam bait tersebut, serta mengalir dalam pikirannya.
Pembahasan yang ke tiga yaitu, Perbedaan Antara Antologi Puisi Baju Bulan Karya Joko Pinurbo Dengan Tamasya Celurit Minor Karya M. Helmy Prasetya. Keduanya adalah penyair yang di dalam karyanya memuat gaya bahasa yang sederhana, tapi dapat membunuh pembaca, namun ada perbedaan karakter gaya penulisan anatara keduanya. Di dalam antologi puisi Baju Bulan misalnya, di dalamnya mengarah pada suasana yang sedikit kasar dalam bahasanya. Sedangkan di dalam antologi puisi Tamasya Celurit Minor sedikit halus. Itu sekilas apa yang dibahas mengenai bait-bait puisi antara kedunya. Walaupun jika di lihat dari keutuhan isi buku puisinya sama-sama ada yang kasar, sama-sama saling membunuh. Hanya saja si peneliti membandingkan bait-bait puisi yang di uarai dlam penelitian ini.
Menyimpulkan pembahasan di atas, gaya bahasa bukan sekedar saluran. Akan tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Gaya bahasa yang baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dapat memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Seperti apa yang ada di dalam antologi puisi kedua penyair tersebut mempunyai ciri khas. Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dipoles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian, seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya kata, dan mahir dalam menggunakan gaya bahasa maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih berbobot. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan dimana bahasa itu digunakan.





DAFTAR PUSAKA
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. STILISTIKA Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pinurbo, 2013. Baju Bulan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Prasetya, 2015. Tamasya Celurit Minor, Bangkalan: PT ML.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminnuddin. 1997. Stilistika, Pengantar Memahami Karya Sastra. 
Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Wellek, R dan Warren, A. 1993.  Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nurhayati. 2008. Teori dan Aplikasi Stilistik. Penerbit Unsri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar