PERBEDAAN
GAYA BAHASA DARI ANTOLOGI PUISI KARYA TAUFIQ WIDODO DAN A.SLAMET WIDODO
(Dosen :
Dr.Dwiyani Ratna Dewi)
Disusun oleh
Didin Arifin Putri (20152110015)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah
karya sastra. Berdasarkan yang diungkapkan Nurgiyantoro (2002: 272) bahasa
dalam seni sastra ini dapat disamakan dengan cat warna. Keduanya merupakan
unsur bahan, alat, dan sarana yang mengandung nilai lebih untuk dijadikan
sebuah karya. Sebagai salah satu unsur terpenting tersebut, maka bahasa
berperan sebagai sarana pengungkapan dan penyampaian pesan dalam sastra. Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan.
Keindahan adalah aspek dari estetika. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat
Zulfahnur, Gaya bahasa dan penulisan merupakan salah satu unsur yang menarik
dalam sebuah bacaan. Setiap penulis mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam
menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya
mempunyai gaya penulisan yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat
dikatakan bahwa, watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang
ditulisnya. Hal ini selaras dengan pendapat Pratikno (1984: 50) bahwa sifat,
tabiat atau watak seseorang itu berbeda-beda.
Gaya bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa,
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri
bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran
dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya
adalah cara menggunakan bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan
perasaan dan pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari dan
bersifat subyektif. Majas dibagi menjadi 4 kelompok yaitu gaya bahasa
perbandingan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa penegasan dan gaya bahasa
pertentangan.
Gaya bahasa biasanya digunakan dalam buku non fiksi sehingga
penulis mau menemukan perbedaan gaya
bahasa dari antologi puisi karya A.Slamet Widodo dan Taufiq Ismail.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan gaya
bahasa?
2.Apa saja jenis-jenis gaya bahasa?
3.Bagaimana perbedaan gaya bahasa
kedua antologi puisi karya Taufiq Ismail dan A.Slamet Widodo?
y
1.3 Tujuan dan Manfaaat
1.Untuk menjelaskan hakikat gaya
bahasa.
2.Untuk menjelaskan macam-macam gaya
bahasa.
3.Untuk menjelaskan perbedaan gaya
bahasa dari kedua antologi puisi karya Taufiq Ismail dan A.Slamet Widodo.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
- Hakikat Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau style adalah pemanfaatan atas kekayaan
bahasa oleh seseoarang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek tertentu: keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok
penulis sastra: cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk
tulis atau lisan ( Hasan dalam Murtono, 2010:15). Gaya bahasa juga bermakna
cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf dalam Murtono, 2010:15).
Gaya bahasa ini bersifat individu dan dapat juga bersifat kelompok. Gaya bahasa
yang bersifat individu disebut idiolek, sedangkan yang bersifat kelompok
(masyarakat) disebut dialek. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai
pribadi, watak, dan watak, dan kemampuan seseorang ataupun masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut.
- Gaya Bahasa dalam Karya Sastra
Sudjiman (1998: 13) menyatakan bahwa sesungguhnya gaya
bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis,
nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa
dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi,
secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya
teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal,
struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan seorang
sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
Jorgense dan Phillips (dalam Ratna, 2009: 84) mengatakan
bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan
sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson
(dalam Ratna, 2009: 84) gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi
untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan.
Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara
perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya.
Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek
estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana
seorang pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan
gagasannya. Pengungkapan bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan
pengarang yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca.
Untuk itu, bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan
secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai sebuah karya. Kekhasan,
ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang berasal dari
imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan
sangat menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini bisa
dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang akan diciptakan.
Karya sastra adalah sebuah wacana yang memiliki kekhasan
tersendiri. Seorang pengarang dengan kreativitasnya mengekspresikan gagasannya
dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua media yang ada dalam
bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pegarang dalam memanfaatkan dan
menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan tidak dapat ditiru oleh
pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari pribadi seorang
pengarang. Kalaupun ada yang meniru pasti akan dapat ditelusuri sejauh mana
persamaan atau perbedaan antara karya yang satu dengan yang lainnya. Hal ini
dapat diketahui mana karya yang hanya sebuah jiplakan atau imitasi. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan
berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu
dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa.
Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di
mana bahasa itu digunakan.
Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan
kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula
penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang
terekam dalam karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang
mempunyai gayanya masing-masing.
2.2 Jenis-Jenis Gaya Bahasa dalam Karya Sastra
Beberapa ragam majas dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok, yaitu:
- Gaya bahasa perbandingan, terdiri dari: Metafora, personifikasi, asosiasi, alegori, parable, metonomia, litotes, sinekdopke (dibagi menjadi 2, pares pro toto dan totem pro tate), eupisme, hiperbola, alusio, antonomasia, perifrase, simile, sinestesia, aptronim, hipokorisme, dipersonifikasi, disfemisme, fabel, eponym, dan simbolik.
- Gaya bahasa sindiran, terdiri dari: Ironi, sinisme, sarkasme, innuendo, dan satire.
- Gaya bahasa penegasan, terdiri dari: Pleonasme, repetisi, paralelisme, klimaks, anti-klimaks, inversi, elepsi, retoris, koreksio, asimdeton, polisindeton, interupsi, eksklamasio, enumerasio, preterito, apofagis, pararima, aliterasi, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, alonim, kolokasi, silepsis, dan zeugma.
- Gaya bahasa pertentangan, terdiri dari: Paradoks, oksimoron, antithesis, kontradiksio interminis, anakronisme.
1. Gaya bahasa perbandingan
a.Metafora
Penggunaan perbandingan langsung dalam mengungkapkan
perasaan penulis. Benda yang dibandingkan biasanya memiliki persamaan sifat.
Contoh :
- Dewi malam telah keluar dari peraduannya. (dewi malam menggantikan bulan).
- Demi menghidupi keluarganya, ia rela memeras otak dan membanting tulang. (memeras otak berarti berpikir keras, membanting tulang berarti bekerja keras).
b.Personifikasi
Gaya pengorangan,menganggap benda mati atau tak bergerak
dilukiskan seperti manusia.
Contoh :
- Karena terdesak, pisau pun ikut bicara.
- Bulan mengintip dibalik awan, sementara angin semilir membelai rambutku.
c.Asosiasi
Gaya bahasa ini memberikan perbandingan terhadap benda yang
sudah disebutkan. Perbandingan ini memberikan gambaran sehingga hal yang disebutkan
menjadi lebih jelas.
Contoh :
- Mukanya pucat bagai bulan kesiangan.
- Suaranya merdu bagai bulu perindu.
d.Alegori
Penggunaan perbandingan secara utuh, biasanya berupa kiasan.
Contoh :
- “…Aduhai bunga melati. Putih berseri. Ingin kusentuh kelopakmu. Semerbak wangimu kurindu. Mahkotamu menjulai lunglai permai. Tidurku selimutkan mimpi atasmu…”
e.Simbolik
Gaya yang menggunakan bahasa tertentu sebagai symbol atau
lambang.
Contoh :
- Melati lambing kesucian.
- Bunglon lambing bagi orang yang tidak tetap pendiriannya.
f.Metonimia
Penggunaan ungkapan sebagai pengganti nama atau keadaan yang
sebenarnya.
Contoh ;
- Ia tengah menyasikan film Si Pincang.
- Si Belang datang
g.Litotes
Penggunaan ungkapan yang berlawanan dengan keadaan
sebenarnya dengan maksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
- Bila ada waktu mampirlah ke gubuk kami.
- Usaha kami ini hanya setitik kecil dari samudra yang luas.
h. Sinekdoke
Penggunaan gaya dengan cara menyebutkan bagian atau
keseluruhan. Gaya ini dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1) Pars pro toto
Penggunaan bagian suatu benda atau keadaan sedangkan yang
dimaksud adalah keseluruhan. Contoh : Hamdan memelihara dua puluh ekor lembu.
2) Totem proparte
Gaya bahasa yang terjadi oleh sebab menyebutkan keseluruhan
benda, sedangkan yang dimaksud adalah sebagian. Contoh : Rakyat Indonesia
bahu-membahu melawan Belanda, Pati merebut piala bergilir Gubernur Jawa Tengah
dalam perlombaan itu.
i. Eufemisme
Gaya bahasa pelembut, dengan maksud untuk berlaku sopan.
Contoh :
- Amin tidak naik kelas karena kurang pandai (bodoh)
- Kami mohon izin ke belakang sebentar
j. Hiperbola
Penggunaan ungkapan dengan cara yang berlebihan.
Contoh :
- Suaranya menggelegar membelah angkasa.
- Kenaikan harga BBM mencekik leher.
k. Parifrasis
Penggunaan sepatah kata pengganti dengan serangkaian kata
yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.
Contoh :
- Pagi-pagi berangkatlah kami. Kalimat ini diganti : ketika sang surya keluar dari peraduannya, berangkatlah kami.
- Kereta api berlari terus. Kalimat ini diganti : kuda besi itu berlari terus
2. Gaya Bahasa Sindiran
a. Ironi
Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya
dari apa yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan secara
halus. Contoh-contoh:
- Hambur-hamburkan terus uangmu itu agar bias menjadi jutawan.
- Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.
b. Sinisme
Gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari gaya ironi.
Contoh :
- Otakmu otak udang.
- Harum benar bau badanmu, ya?
c. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang terkasar dimana memaki orang
dengan kata-kata kasar dan tak sopan.
Contoh:
- Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!
3. Gaya Bahasa
Penegasan
a. Pleonasme
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau
menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh-contoh:
- Dia turun ke bawah => Dia turun
- · Dia naik ke atas => Dia naik
b. Paralelisme
Pengulangan kata-kata untuk menegaskan yang terdapat pada
puisi. Bila kata yang diulang pada awal kalimat dinamakan anaphora, dan jika
terdapat pada akhir kalimat dinamakan evipora.
Contoh-contoh:
- Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi.
- Kalau kau mau aku akan datang
Jika kau menginginkan aku akan datang
Bila kau minta aku akan datang
Andai kau ingin aku akan datang
c. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan di
tengah-tengah kalimat pokok, denagn maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam
kalimat tersebut.
Contoh: Tiba-tiba Ia-kekasih itu- direbut oleh perempuan
lain.
d. Retoris
Gaya bahasa penegasan ini mempergunakan kalimat
Tanya-tak-bertanya. Sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Contoh-contoh:
- Mana mungkin orang mati hidup lagi?!
- Inikah yang kau namai bekerja?!
e. Koreksio
Dipakai untuk membetulkan kembali apa yang salah diucapkan
baik yang disengaja maupun tidak.
Contoh-contoh:
- Dia adikku! Eh, bukan, dia kakakku!
- Gedung Sate berada di Kota Jakarta. Eh, bukan, Gedung Sate berada di Kota Bandung.
f.Asimdeton
Beberapa hal keadaan atau benda disebutkan berturut-turut
tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh:
- Meja, kursi, lemari ditangkubkan dalam kamar itu.
4. Gaya Bahasa Pertentangan
a. Paradoks
Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan.
Contoh:
- Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.
Artinya, uang cukup, tetapi jiwanya menderita.
b. Antitesis
Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang
berlawanan arti.
Contoh:
- Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.
c. Kontradiksio
Interminis
Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan
dengan apa yang sudahdikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi
oleh ucapan kemudian.
Contoh:
- Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.
Kalau masih ada yang belum hadir, mengapa dikatakan “semua”
sudah hadir.
2.3
Perbedaan antologi puisi karya
Taufiq Ismail dan A.Slamet Widodo
a.Antologi Puisi Karya Taufiq Ismail
Dari buku
antologi puisi karya Taufiq Ismail memiliki gaya bahasa yang tidak mudah di
mengerti karena Beliau lebih banyak menggunakan bahasa kiasan daripada bahasa
sebenarnya sehingga pembaca harus memparafrasekan puisi tersebut barulah dapat
di mengerti arti/makna puisi tersebut.Bisa dikatakan kalau Bapak Taufik Ismail
merupakan pengarang puisi yang lebih menekankan pada keindahan style/bahasa,
antologi puisi karya Taufiq Ismail misalnya puisi yang berjudul :
-”Elegi Buat Sebuah
Perang Saudara”terdiri dari 12 larik yang menggunakan bahasa kiasan
diantaranya pada bait kedua larik
pertama yang berbunyi Angin pun bagai kapak sepanjang hutan(gaya bahasa
perumpamaan/simile),bait kedua yang berbunyi Terurai kendali kuda,merentak
ringkiknya;Dikaki langit teja mengantar malam tembaga;Luluhlah senja dalam
denyar.Api mesiu;Di ujung gunung rawan rebah telungkup bahu(gaya bahasa
personifikasi).Bait keempat dan kelima pada larik pertama yang berbunyi Angin
tak lagi menderu tapi desah tertahan dan angin pun menggigiti kulit bagai
gergaji(gaya bahasa personifikasi).
-“Harmoni”yang
terdiri dari 12 larik yang menggunakan bahasa kiasan diantaranya Ketika itu
langit pucat,di atas Harmoni,kota yang pengap,gelisah menanti,bendera setengah
tiang,di atas Gayatri,seorang ibu menengadah,menyeka matanya yang basah(gaya
bahasa personifikasi).
-“Oktober Hitam”yang terdiri dari 13 larik yang menggunakan bahasa kiasan diantaranya Atap-atap
gunung,dan daratan meratap,Ke mega
gemulung,mata yang duka menatap,sepanjang pagi murung,angin yang nestapa
berdesah,awan pun mendung,di musim pengap yang gelisah,Menitiklah
gerimis,karena berjuta telah menangis(gaya bahasa personifikasi).
b.Antologi puisi karya A.Slamet
Widodo
Dari buku antologi puisi karya
A.Slamet Widodo memiliki gaya bahasa mudah dimengerti karena Beliau lebih
banyak menggunakan bahasa yang sebenarnya daripada bahasa kiasan sehingga kita
lebih cepat memahami makna/arti dari puisi tersebut.Bisa dikatakan Bapak
A.Slamet Widodo adalah seorang pengarang
puisi yang transparan/terang-terangan dalam menulis karya puisinya karena lebih
banyak menggunakan bahasa sebenarnya bukan bahasa kiasan.misalnya dalam karya
puisinya yang berjudul :
-“Pernikahan”yang
terdiri dari 377 larik yang menggunakan bahasa kiasan hanya ada 10 larik
diantaranya Diawal mula pernikahan,manisnya cinta,bila cinta sudah melekat,tahi
kucing serasa coklat,yang jelas orang tua,tidak tahu persis menantunya,apakah
ia domba atau buaya!,istri adalah ibarat bola,saat muda,saat mulai tua,ia
adalah bola volli,setelah tua,ia adalah bola golf (menggunakan gaya bahasa
perumpamaan/simile).
-“Isteri”yang
terdiri dari 132 larik yang menggunakan gaya bahasa kiasan hanya ada 2 larik
diantaranya isteri adalah madunya kehidupan,isteri adalah belahan
jiwa(menggunakan gaya bahasa perumpamaan/simile).
-“Suami”yang
terdiri dari 94 larik yang menggunakan gaya bahasa kiasan hanya ada 3 larik
diantaranya suami adalah nahkoda,yang membawa perahu rumah tangga menuju
tujuan,suami adalah seonggok ratio(menggunakan gaya bahasa perumpamaan/simile).
-“Anak”yang
terdiri dari 147 larik yang menggunakan bahasa kiasan hanya ada 2 larik
diantaranya anak adalah kristalisasi cinta,anak adalah kertas putih(menggunakan
gaya bahasa perumpamaan/simile).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gaya bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk
memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan
pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya
adalah cara menggunakan bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan
perasaan dan pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari dan
bersifat subyektif. Majas dibagi menjadi 4 kelompok yaitu gaya bahasa
perbandingan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa penegasan dan gaya bahasa
pertentangan.
Dari kedua antologi puisi karya Taufik Ismail dan A.Slamet
Widodo memiliki perbedaan yang signifikan diantaranya antologi puisi Taufiq
Ismail lebih menitikberatkan kepada gaya bahasa kiasan(lebih banyak
menggunakan bahasa kiasan yaitu majas
personifikasi) sehingga pembaca sulit untuk memahami makna/arti puisi
yang disampaikan sedangkan antologi
puisi A.Slamet Widodo lebih menitikberatkan kepada gaya bahasa sebenarnya(lebih
sedikit menggunakan bahasa kiasan yaitu majas perumpamaan/simile)sehingga
pembaca mudah memahami makna/arti puisi yang disampaikan.
B. Saran
Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk terhadap
apa yang ingin disampaikan. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang
dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan
itu pula ia menyentuh hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari
dalam batin seorang pengarang maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang
pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap atau
karakteristik pengarang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Murtono. 2010. Menuju Kemahiran Berbahasa Indonesia.
Surakarta : UNS Press.
Saefu Zaman. 2011. Macam-Macam Gaya Bahasa Indonesia.
Tersedia di http://situsbahasa.com//. Diunduh pada tanggal 1 Maret 2012.
Karsono. 2011. Ragam Gaya Bahasa. Tersedia di http://karsonojawul.blog.uns.ac.id//. Diunduh pada tanggal 1 Maret 2012.
Ismail Taufiq.1963-1966.Tirani
dan Benteng.Jakarta : UNS Press.
Widodo Slamet A.1994-2004.Potret wajah kita.Jakarta : UNS
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar