ANALIS STILISTIKA NOVEL PADA NOVEL
PEREMPUAN KEMBANG JEPUN KARYA LANFANG DAN
NOVEL OLENKA
KARYA BUDI DARMA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lingustik
Lanjut
oleh Dr. Dwiyani Ratna Dewi, M.Pd.
Oleh:
Yulis tiana
ningsih
20152110046
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Karya
sastra merupakan sebuah karya yang pada hakikatnya dibuat dengan mengedepankan
aspek keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan. Aspek keindahan
tersebut sengaja dibentuk oleh pengarang dengan memanfaatkan potensi bahasa
yang digali dari kekayaan bahasa setempat. Aspek keindahan itu juga yang
digunakan oleh pengarang agar dapat memberikan daya tarik kepada suatu karya
sastra sehingga mampu memikat pembacanya. Ciri khas pengarang yang menjadi daya
tarik dari suatu karya dapat dikaji dengan kajian stilistika. Stilistika merupakan kajian terhadap wujud performasi kebahasaan atau struktur
lahir kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Studi tentang
stile tersebut sebenarnya dapat digunakan dalam berbagai penggunaan ragam
bahasa, tidak dibatasi pada ragam bahasa sastra saja. Namun, ada kecenderungan
analisis stilistika lebih sering digunakan dalam ragam bahasa sastra yang
bertujuan untuk menemukan unsur keindahan yang terdapat dalam karya sastra yang
akan dikaji. Maksudnya analisis stilistik bertujuan untuk menerangkan sesuatu,
pada umumnya dalam karya sastra untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan
fungsi artistik dan maknanya
Analisis
stilistik ini menjadi sangat penting, karena dapat memberikan informsasi
tentang karakteristik khusus sebuah karya sastra. Untuk memperoleh informasi
tentang karakteristik khusus sebuah karya sastra, kita harus menganalisis
tanda-tanda stilistika yang ada dalam karya sastra. Tanda-tanda stilistika
tersebut dapat berupa unsur fonologi, leksikal, gramatikal, sintaksis, dan
penggunanan bahasa figuratif (figurative language), wujud pencitaan (imagery)
dalam sebuah karya sastra.
Dalam
kajian ini, saya berusaha melakukan anslisis stilistika novel Perempuan Kembang Jepun
karya Lan Fang
dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenka (Gadis Mesir itu Bernama
Maria). Analisis stilistika pada novel Olenka pada bab ini dimaksudkan
untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya.
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini, yang dijadikan
sasaran penelitian adalah analisis struktural dan stilistika pada novel
Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang dan novel Olenka karya Budi Darma.
Djajasudarma (1993:18) mengatakan pembatasan masalah harus dilakukan agar
penelitiannya lebih fokus. Batas penelitian ini ditentukan oleh beberapa hal,
yakni : (1) batas menentukan kenyataan ganda yang dapat mempertajam fokus
penelitian; (2) penetapan fokus yang lebih mendalam dengan adanya interaksi
peneliti dengan fokus penelitian. Penetapan fokus adalah upaya untuk menentukan
batas penelitian.
Makalah ini membahas tentang analisis stilistika
sehingga lingkup permasalahan tidak melenceng dari pembahasan. Berdasarkan
batasan masalah di atas, masalah dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai
berikut.
1. Bagaimana anslisis stilistika novel Perempuan Kembang Jepun
karya Lan Fang
dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenka?
1.3
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. untuk
mengetahui bagaimana deskripsi dari anslisis stilistika novel Perempuan Kembang Jepun
karya Lan Fang
dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenka.
1.4
Landasan Teori
Penulis dalam menganalisis stilistika novel Perempuan Kembang Jepun
karya Lan Fang
dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenkamenggunakan
beberapa teori teori stilistika.
1.4.1 Teori Stilistika
Medium yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa,
pengantar bahasa pasti akan mengungkapkan hal-hal yang membantu kita
menafsirkan makna suatu karya sastra atau bagian-bagiannya untuk selanjutnya
memahami dan menikmatinya. Pengkajian ini disebut pengkajian stilistika. Dalam
pengkajian ini tampak relevansi linguistik atau ilmu bahasa terhadap studi
sastra
Istilah stilistika berasal dari istilah stylistics
dalam bahasa Inggris. Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari
dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau
pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics
atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi, stilistika adalah ilmu gaya
atau ilmu gaya bahasa. Stlistika dapat dipahami sebagai aplikasi teori
linguistik pada pemakaian bahasa dalam sastra. Pradopo (1994) menyebutkan bahwa
gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apapun yang
dikatakannya. Dengan kata lain bahasa merupakan penggunaan bahasa atau cara
bertutur secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, baik efek estetis atau
efek puitis.
Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahsa dalam
karangan atau bagaimana seorang pengarang dalam mengungkapkan
sesuatu. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan kata, struktur kalimat,
majas dan citra, makna yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat
dalam sebuah karya sastra. Misalnya, kita dapat menduga siapa pengarang sebuah
karya sastra karena kita menemukan ciri-ciri penggunaan bahasa yang khas,
kecenderungannya untuk secara konsisten menggunakan struktur tertentu, gaya
bahasa pribadi seseorang. Setelah membaca sebuah karya sastra, kita dapat juga
menentukan ragamnya (genre) berdasarkan gaya bahasa teks karena kekhasan
penggunaan bahasa, termasuk tipografinya. Gaya bahasa sebuah karya juga dapat
mengungkapkan periode, angkatan, atau aliran sastranya.
Sebuah karya sastra terdiri dari dua struktur, yaitu
struktur batin dan struktur lahir yang identik dengan isi dan bentuk dalam gaya
bahasa. Bentuk struktur lahir tergantung pada kreativitas dan kepribadian
pengarang yang dipengaruhi oleh ideology dan lingkungan social budaya. Untuk memperoleh
bukti-bukti konkret stile pada sebuah karya sastra, harus dikaji tanda-tanda
yang terdapat dalam sebuah sruktur lahir suatu karya sastra. Kajian stile
dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur stile dalam karya sastra untuk
mengetahui konstruksi masing-masing unsur untuk mencapai efek keindahan
(estetis) dan unsur yang dominan dalam karya sastra tersebut.
Terdapat dua kajian dalam stilistia, yaitu stilistika
deskripti dan stilistika genetis. Stilistika deskriptif ialah pengkajian
stilistika individual pengarang, berupa penguraian cirri-ciri gaya bahsa yang
terdapat dalam karyanya. Stilistika genetis ialah pengkajian gaya bahasa
sekelompok pengarang atau sebuah angkatan sastra, baik ciri-ciri gaya bahasa
rosa atau puisi. Nilai-nilai ekspresivitas secara morfologis, sintaksis, dan
semantic.
Tujuan kajian stilistika
ialah:
a.
menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi
artistik dan maknanya.
b.
menentukan dan memperlihatkan penggunaan bahasa
sastrawan, khusus penyimpangan dan penggunaan linguistik untuk memperoleh efek
khusus.
c.
menggambarkan karakteristik khusus sebuah karya
sastra, dan
d.
mengkaji berbagai bentuk gaya bahasa yang digunakan
oleh sastrawan dalam karyanya.
Manfaat
kajian stilistika ialah:
a.
mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri keindahan bahasa yang universal dari
segi bahasa dalam karya sastra,
b.
menerangkan secara baik keindahan sastra dengan menunjukkan keselarasan
penggunaan ciri-ciri keindahan bahasa dalam karya sastra,
c.
membimbing pembaca menikmati karya sastra dengan baik,
d.
membimbing sastrawan memperbaiki atau meninggikan mutu karya sastranya, dan
e.
kemampuan membedakan bahasa yang digunakan dalam satu karya sastra dengan karya
sastra yang lain.
a.
Diksi
Diksi merupakan sesuatu yang mengacu pada pengertian
penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih oleh pengarang dalam karya
yang diciptakan. Pemilihan kata-kata tersebut harus melewati
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dimaksudkan untuk mendapatkan efek
estetis (keindahan). Ketepatan kata-kata tersebut dapat dipertimbangkan dari
segi bentuk dan makna atau isi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
diksi tersebut mampu mendukung efek estetis dari karya itu sendiri, mampu
mengkomunikasikan makna, pesan, dan gagasan pengarang.
b.
Majas
Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa,
penggayabahasaan, yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata atau
kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat.
Jadi, pemajasan merupakan gaya yang sengaja memanfaatkan penuturan dengan
menggunakan bahasa kias. Dalam pemajasan ini, masih ada hubungan makna antara
bentuk harfiah dengan makna kiasnya. Akan tetapi, hubungan tersebut bersifat
tidak langsung yang membutuhkan penafsiran pembaca. Jadi, penggunaan bahasa
dalam kesusastraan merupakan salah satu bentuk penyimpangan makna.
Berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung
dalam sebuah kata, frasa, atau klausa. Gaya bahasa dibagi menjadi dua yaitu
gaya langsung atau gaya retoris (rhetorical figures) dan bahsa kiasan (tropes).
Untuk mendapatkan efek estetis yang diharapkan gaya retoris dan bahasa kiasan
tersebut harus tepat dalam penggunaannya, gaya bahasa tersebut harus mampu
mengarahkan interpretasi pembaca yang kaya dengan asosiasi-asosiasi, di samping
juga dapat mendukung terciptanya suasana dan nada tertentu.
c.
Pencitraan
Dalam dunia kesusastraan dikenal istilah citra
(image) dan pencitraan (imagery) yang keduanya mengacu pada reproduksi mental.
Citra adalah gambaran pengalaman indra yang diungkapkan lewat kata-kata,
gambaran berbagai pengalaman sensoris yang diangkat oleh kata-kata. Sementara
itu, pencitraan merupakan kumpulan citra, the collection of image, yang
dipergunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indra yang
dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara harfiah maupun
secara kias.
Gambaran-gambaran angan dalam sajak disebut citraan.
Citraan tersebut khususnya di dalam puisi yang bertujuan untuk memberi gambaran
yang jelas, memberi suasana yang khusus, dan membuat lebih hidup gambaran yang
diungkapkan dalam pikiran atau karya tersebut. Selain itu, citraan juga
digunakan untuk menarik perhatiaan pembaca pada karya sastra khususnya puisi.
Pencitraan terdiri dari lima bentuk yaitu citraan penglihatan (visual),
pendengaran (auditoris), gerakan (kinestetik), rabaan (taktik termal), dan
penciuman (olfaktori). Akan tetapi, kelima pencitraan tersebut berbeda
intensitas pemanfaatannya dalam karya sastra.
1.4
Metode Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ilmiah seperti halnya
pada makalah ini pada dasarnya dilengkapi dengan data. Untuk itulah maka
pelaksanaan penelitian diperlukan suatu metode penelitian data yang pada
dasarnya untuk mencapai kebenaran ilmiah diperlukan metode ilmiah secara scientific
method. Metode yang digunakan dalm menganalisis puisi ini ialah metode
deskriftif dengan kajian kajian stilistika deskriptif.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Analisis Stilistika
a.
Diksi
Pilihan kata yang digunakan Lan Fang dalam novelnya
yang berjudul Perempuan Kembang Jepun tersebut banyak yang
mengandung makna konotatif, tetapi secara denotatif makna kata-kata tersebut
mudah dipahami. Datanya adalah sebagai berikut.
Di bawah temaram lampu templok, suasana menjadi
remang-remang. Mas Sujono masih telentang memejamkan mata. Sementara di sudut
ruangan yang sempit itu, si Mbah juga tidur dengan dengkur sehalus napas anak
kucing. (PKJ: 53).
Bentuk dengkur sehalus napas anak kucing
dengan gaya metaforis merupakan pelukisan khas tentang keadaan seseorang
seseorang yang sedang tertidur pulas dengan dengkuran yang sangat pelan seperti
apas anak kucing yang sangat kalus yang tidak terdengan oleh sekelilingnya.
Belum tuntas rasa sakitku, belum sempurna
kesadaranku, Mas Sujono bagaikan banjir bandang, bagaikan harimau kelaparan,
datang menerpa, menggulung, menindihku!. (PKJ: 78).
kalimat Mas Sujono bagaikan banjir bandang
merupakan pelukisan khas tentang keadaan seseorang yang menakutkan,
membahayakan yang tiba-tiba bisa menimbulkan malapetaka. bagaikan harimau
kelaparan melukiskan seseorang yang jahat, menakutkan dan seseorang
tersebut bisa mengancam keselamatan orang di sekitarnya. Harimau kelaparan
simbol keganasan dan kejahatan seseorang.
Diksi dalam novel Olenka bervariasi. Di dalam
novel Olenka didominasi oleh kata konotatif, kemudian kata dengan objek
alam, kata bahasa Jawa, kata bahasa asing, kata serapan dari bahasa Jawa, kata
sapaan dan nama diri, serta kata vulgar.
Beberapa contoh diksi dalam novel Olenka, antara
lain:
Dalam setiap pertemuan, baik dia maupun saya tidak
dapat menghindarkan diri untuk tidak menjadi binatang. (hlm. 47).
Pada data di atas, kata binatang
menggambarkan perbuatan Olenka dan Fanton yang seperti binatang,
melakukan hubungan intim yang terlarang, tidak peduli dengan tempat, situasi
maupun keadaan. Tingkah laku binatang digambarkan tidak tahu tempat,
sembarangan, tidak tahu malu. Dalam hal ini pembaca akan memperoleh kesan lebih
dalam sehingga dapat membayangkan lebih jelas perbuatan Olenka dan
Fanton.
Latar belakang Budi Darma yang merupakan keturunan
orang Jawa dan lahir di Jawa mendorong munculnya peyisipan kata, frase dalam
novel tersebut.
Entah mengapa saya bertanya, “Apakah mereka bukan
anak sampean?” (hlm. 4).
Pada data di atas, pengarang memanfaatkan sebutan
atau panggilan sapaan untuk orang lain dalam bahasa Jawa. Kata sampean
merupakan bentuk sapaan untuk orang yang sebaya agar lebih menghormati, bisa
juga digunakan untuk sapaan pada orang yang belum dikenal.
Lebih kurang sepuluh hari yang lalu, katanya, ibu
mereka minggat tanpa sebab. (hlm. 5).
Kata minggat adalah suatu pernyataan bahasa
Jawa yang berarti pergi tanpa pamit.
saya merasakan sakit hati mendengar istilah
“perempuan pelancongan”, seolah-olah tanpa pula penggunaan kata vulgar
Nadanya kosong, tetapi sadar dia menuduh Olenka
sebagai sundal. (hlm. 84).
Pada data di atas, terlihat penggambaran sosok Olenka
sebagai sundal oleh Wayne. Kata sundal yang berarti perempuan murahan
atau pelacur, digunakan pengarang untuk menimbulkan makna tertentu.
b.
Majas
Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan
Fang, terdapat beberapa majas. Diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas
yang melebihi sifat dan kenyataan yang
sesungguhnya. Pada novel Perempuan
Kembang Jepun karya Lan Fang terdapat beberapa majas hiperbola. Datanya
adalah sebagai berikut.
Aku
tetap berjualan jamu gendong walaupun perutku semakin membesar. Berkeliling
dari ujung jalan ke ujung jalan lain di sepanjang trotoar. Matahari menyapu
tubuhku begitu teriknya sehingga peluhku membanjir. (PKJ:
64).
Dari data di atas, matahari menyapu tubuhku,
menggambarkan seseorang yang sedang kepanasan karena tersengat matahari yang
panas pada siang hari. Peluhku membanjir, menggambarkan seseorang yang
sedang tersengat matahari di atas yang berkeringat karena tidak tahan dengan
panasnya matahari yang merasuk ke tubuhnya. Kiasan di atas terlihat berlebihan.
Terompet dan peluit bergantian menjerit. Bunyi
senapan mesin berat dan ringan menderu-deru membelah udara. (PKJ: 108).
Dari data di atas, menderu-deru membelah udara
memberi maksud seakan-akan langit akan terbelah karena bunyi senapan dan peluit
yang begitu keras. Pada keyataannya bila ada hal seperti itu tidak akan mungkin
terjadi. Kiasan di atas terlihat berlebihan.
“Dia anak Indonesia. Dia anak orang Jawa...,”
akhirnya aku menuliskan beban berton-ton yang mengimpit dada. (PKJ: 127).
Dari data di atas, beban berton-ton yang
mengimpit dada beban berton-ton yang mengimpit dada, menggambarkan
seseorang yang sedang gelisah dan bingung sehingga membuat hatinya gundah. Hati
gundah tersebut diibaratkan bahwa hatinya sepeti tetimpa berton-ton beban yang
mengakibatkan dadanya terasa terhimpit. Kiasan di atas terlihat berlebihan.
2.
Anafora
Anafora adalah kata atau kelompok kata pertama
diulang pada baris berikut. Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan
Fang, terdapat beberapa majas anafora. Datanya adalah sebagai berikut.
Ia berbisa
Ia pahit
Ia tuba
Ia racun
Ia rendah (PKJ: 152).
Pada data di atas menunjukkan ada perulangan kata ia
pada baris kedua sampai baris kelima.
Aku tidak peduli Dia adalah dewi orang Cina
Aku tidak peduli ini tanah Jawa
Aku tidak peduli Dia mendengarku atau tidak (PKJ:
170).
Pada data di atas menunjukkan ada perulangan kalimat
yaitu aku tidak peduli pada baris kedua dan ketiga.
Aku gemetar
Aku
menggelepar
Aku terkapar (PKJ: 256).
Pada data di atas menunjukkan ada perulangan kata aku
pada baris kedua dan ketiga.
3. Simile
Majas simile adalah majas yang menggunakan kata-kata
pembanding: seperti, laksana, umpama. Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya
Lan Fang, terdapat beberapa majas simile. Datanya adalah sebagai berikut.
Belum tuntas rasa sakitku, belum sempurna
kesadaranku, Mas Sujono bagaikan banjir bandang, bagaikan harimau kelaparan.
(PKJ: 78).
Pada majas di atas, menggunakan kata pembanding,
yaitu bagaikan. Mengibaratkan seseorang yang jahat dan kejam dengan
seeokor harimau yang ganas dan seperti banjir bandang yang sewaktu-waktu bisa
membahayakan nyawa orang sekitarnya.
Jujur saja, aku kerap merasa seperti pungguk yang
merindukan bulan. (PKJ: 181).
Pada majas di atas, menggunakan kata pembanding
yaitu seperti. Mengibaratkan seseorang satu dengan yang lainnya berbeda
jauh dan perbedaan tersebut diibaratkan dengan langit dan bumi yang sangat jauh
perbedaannya.
4.
Sarkasme
Sarkasme adalah majas sindiran yang cenderung kasar.
Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa
majas sarkasme. Datanya adalah sebagai berikut.
Perempuan itu culas sekali! (PKJ: 196).
Pada data di atas, menunjukkan bahwa ada seseorang
yang menghina orang lain dengan kata yang kasar, yaitu dengan sebutan perempuan
culas.
Aku memandangnya dengan perasaan geram. Tetapi
justru aku menemukan pandangan puas di mata besarnya yang seperti ikan mas
koki. (PKJ: 196).
Pada data di atas, menunjukkan bahwa ada seseorang
yang menghina orang lain dengan kata sindiran yang kasar, yaitu dengan menyindir
pandangan seseorang yang seperti ikan mas koki. Pada kenyataannya mata ikan mas
koki memang sangat besar dan bulat.
5.
Litotes
Litotes adalah majas yang digunakan untuk
merendahkan diri kepada seseorang atau lawan bicaranya. Pada novel Perempuan
Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa majas litotes. Datanya
adalah sebagai berikut.
Tetapi aku, meninggalkan istana pasirku karena jatuh
cinta kepada seseorang lai-laki yang kukira bisa memberikan cinta utuh
kepadaku. (PKJ: 151).
....Aku Cuma Sujono, seorang kuli, hanya orang
biasa, wong cilik, yang tidak mungkin menerobos panjara itu. (PKJ: 202).
Kata-kata di atas adalah kata-kata yang digunakan
untuk merendahkan diri, dengan menggunakan istana pasir, wong cilik yang
seolah-olah pembaca mempunyai kesan terhadap orang yang mengucapkan kata-kata
itu tidak menyombongkan diri.
Sedangkan majas yang digunakan oleh pengarang dalam
novel Olenka yaitu majas antiklimaks, simile, personifikasi,
polisindenton, hiperbola, retorik, repetisi. Berikut beberapa contohnya.
1)
Majas Antiklimaks
Dia juga berada di lift bersama tiga anak jembel,
masing-masing berumur lebih kurang enam, lima, dan empat tahun. (hlm. 4).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang
mengenai umur tiga anak jembel yang dilihatnya di lift. Umur ketiga anak jembel
dijelaskan oleh pengarang secara berturut-turut, semakin lama semakin rendah
tingkatannya yaitu enam, lima, dan empat tahun.
2) Majas Simile
Kadang-kadang saya ingin memperlakukan tubuhnya
seperti sebuah peta. (hlm. 20).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang
mengenai keinginan Fanton memperlakukan tubuh Olenka seperti peta. Peta
menunjukkan berbagai tempat, lokasi, kota, negara yang dapat ditelusuri
bagian-bagiannya. Dalam hal ini tubuh Olenka dibandingkan seperti peta
yang dapat diteliti dan ditelusuri bagian-bagiannya.
3) Majas Personifikasi
Sebuah lukisan yang sangat sederhana, tetapi
menyiratkan proses keseluruhan tumbangnya pohon dan luka-luka yang diderita
oleh jembatan. (hlm. 25).
Pada data di atas, pengarang memaparkan tentang
jembatan yang menderita luka-luka. Secara logika yang bisa merasakan luka-luka
adalah manusia. Penagarang memaparkan hal itu agar cerita tersebut lebih hidup.
4) Majas Polisindenton
Dia berdiri, kemudian lari menuju jembatan, meneliti
jembatan sebentar, berjalan hilir mudik beberapa kali, kemudian kembali lagi.
(hlm. 25).
Pada data di atas terdapat kata penghubung yang
dipakai pada hal atau keadaan secara berturut-turut. Hal ini untuk menegaskan
tentang apa yang dilakukan Olenka secara berturut-turut.
5) Majas Hiperbola
Pada suatu hari setelah untuk kesekian kalinya
melihat Wayne, saya pulang dengan hati terbakar. (hlm. 78).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang
mengenai keadaan hati Fanton yang terbakar oleh amarah. Dalam hal ini berarti
sakit, perih, marah.
6) Majas Retorik
Bukankah nanti pada saatnya sampean merasa bahwa
sampean tidak diperlukan lagi oleh mereka, dan akhirnya merasa kehilangan
mereka? (hlm. 96).
Pada data di atas, pengarang memunculkan pertanyaan
mengenai perasaan Fanton kelak jika tidak diperlukan dan kehilangan
anak-anaknya, yang jelas-jelas akan dirasakannya.
7) Majas Repetisi
Kalau dapat melakukannya demikian, saya akan
menggulungnya, kemudian membukanya di atas ranjang, atau di atas meja, atau di
atas lantai, atau di atas rerumputan. (hlm. 20).
Pada data di atas, terdapat kata atau yang
diulang-ulang. Hal ini untuk menegaskan bahwa Fanton dapat memperlakukan Olenka
di mana saja.
b. Idiom
Di dalam novel Olenka, pengarang memanfaatkan
idiom untuk mengungkapkan makna tertentu. Contoh beberapa idiom yang digunakan
oleh pengarang sebagai berikut.
1)
Dia selalu tampak merasa rendah diri, kurang berani berhadapan dengan siapa
pun, dan tampak mencuri-curi kalau akan melihat sesuatu. (hlm. 8).
Pada data di atas, terdapat frase rendah diri
adalah ungkapan yang digunakan untuk menyatakan sifat seseorang yang berarti
malu, tidak percaya diri. Pengarang menggambarkan penampilan fisik dan tingkah
laku Wayne yang menunjukkan sifat rendah diri.
2) Makin
bersungguh-sungguh saya mendengarkannya, makin tampak kecurigaannya bahwa saya
hanya pura-pura mendengarkannya dan menganggap omongannya sebagai isapan
jempol. (hlm. 11).
Pada data di atas, terdapat frase isapan jempol adalah
ungkapan yang berarti perkataannya hanya omong kosong, bohong belaka. Pengarang
menggambarkan perkataan Wayne dianggap oleh Fanton hanya bohong belaka.
c.
Citraan
Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan
Fang, terdapat beberapa citraan. Diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Citraan Visual atau Penglihatan
Citraan penglihatan pada novel Perempuan Kembang
Jepun ini dapat diliahat pada data berikut.
Aku kerap melihatnya
menemani tamu di kelab itu. Juga sering melihat ia memandikan tamu di ofuro
di belakang kelab. Sampai akhirnya, ia menyelinap bersama tamunya, di balik
pintu geser kamar-kamar yang berjajar. (PKJ:
178).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan
penglihatan. Pembaca atau pendengar pernah melihat orang-orang yang mambawa
tamunya ke sebuah kamar, pernah melihat sebuah kamar mandi. Dengan
membaca kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut melihat seseorang
yang mambawa tamunya ke sebuah kamar yang berjajar.
....keningnya berkerut sehingga menciptakan cekung
yang cukup dalam tepat di antara kedua bola matanya yang besar. Sorot matanya
tajam. Bukan saja tajam, tapi juga keras dan penuh penolakan. (PKJ: 218).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan
penglihatan. Pembaca atau pendengar pernah melihat kening yang berkerut dan
sorot mata yang menandakan sedang marah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
membaca kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut melihat kening yang
berkerut dan mata yang bola matanya besar yang menanandakan seseorang tersebut
marah.
2. Citraan Auditoris atau
Pendengaran
Citraan pendengaran pada novel Perempuan Kembang
Jepun ini dapat diliahat pada data berikut.
Gelap sudah datang
menyelimuti langit Surabaya ketika kaguya kupeluk sambil berjalan membelah
sepi. Dadaku bergemuruh. Jantungku berpacu. Benar-benar nyaring bunyinya
sehingga seakan-akan tertangkap oleh telinga. (PKJ:
164).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan
pendengaran. Pembaca atau pendengar pernah mendengarkan suara yang keras.
Dengan membaca kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut mendengar
sebuah bunyi yang sangat nyaring.
Sementara itu di kamar petakku, sulis sudah kembali
dengan suara sumbangnya. Memekik, menjerit, melotot, memaki. Juga membanting
piring dan pintu. (PKJ: 164).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan
pendengaran. Pembaca atau pendengar pernah mendengarkan suara yang keras.
Dengan membaca kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut mendengar
sebuah suara yang keras yang menjerit.
3. Citraan Penciuman
Citraan penciuman pada novel Perempuan Kembang
Jepun ini dapat dilihat pada data berikut.
Nyala sumbu pelita dan
lilin bergoyang-goyang. Wangi hio sua berbaur dengan wangi bunga,
menyesap dalam tarikan napasku. Aku bersimpuh di depan meja altar dengan
seluruh perasaan pasrah. (PKJ: 169).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan
penciuman. Pembaca atau pendengar pernah mencium bau wangi yang seperti bunga .
Dengan membaca kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut mencium bau
wangi yang seperti bunga itu.
4. Citraan Rasa
Citraan rasa pada novel Perempuan Kembang Jepun ini
dapat diliahat pada data berikut.
“Kapal itu sampai di Cina
saat sudah musim dingin. Dan musim dingin di Cina yang bisa membunuh karena
dinginnya menusuk sampai ke tulang. Sementara yang kukenakan hanya selembar
pakaian yang sudah lusuh. (PKJ: 240).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan
rasa. Pembaca atau pendengar pernah merasakan rasa yang dingin apalagi pada waktu
musim dingin. Dengan membaca kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut
merasakan rasa yang sangat dingin.
Di dalam novel Olenka, terdapat pula citraan.
Citraan yang digunakan pengarang bervariasi. Adapun citraan tersebut yaitu
citraan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pencecapan, gerakan,
serta intelektual. Beberapa contoh citraan dalam novel Olenka sebagai
berikut.
1)
Citraan Penglihatan
Orang ini jangkung dan agak botak. (hlm. 8).
Pada data di atas terlihat gambaran mengenai ciri atau
sosok Wayne. Pembaca seolah-olah melihat sosok Wayne yang mempunyai tubuh
jangkung dan kepala agak botak.
2)
Citraan pendengaran
Kepak-kepak sayap mereka indah bunyinya. (hlm. 97).
Pada data di atas, terdapat kata yang menggambarkan
suatu bunyi yang dapat di dengar yang berasal dari kepak-kepak sayap. Bunyi
yang ditimbulkan dari kepak-kepak sayap itu terdengar indah.
3)
Citraan Penciuman
Sementara, bau daun berguguran melesat dari
pekarangan melalui jendela. (hlm. 201).
Pada data di atas, terdapat kata bau yang
menggambarkan indera penciuman. Pengarang menggambarkan Fanton yang mencium bau
daun yang masuk ke dalam rumah. Bau daun berguguran merupakan bau daun yang
kering, layu, mati yang menumpuk sehingga menimbulkan bau.
4)
Citraan Perabaan
Katanya tangan saya hangat, nikmat, dan menyengat.
(hlm. 39).
Pada data di atas, digambarkan adanya citra
perabaan. Olenka yang merasakan tangan Fanton hangat, nikmat dan
menyengat. Dalam hal ini pembaca seperti merasakan tangan yang hangat, nikmat
dan menyengat.
5) Citraan Pencecapan
Saya menyesal mengapa saya pernah membiarkan dia
mengunyah bibir saya, dan melahap kuping saya. (hlm. 234).
Pada data di atas, terlihat adanya citra pencecapan.
Pembaca seperti merasakan bibir dikunyah, dan kuping dilahap pada tokoh Fanton.
6)
Citraan Gerakan
Kalau dapat melakukannya demikian, saya akan
menggulungnya, kemudian membukanya di atas ranjang, atau di atas meja, atau di
atas lantai, atau di atas rerumputan. (hlm. 20).
Pada data di atas, digambarkan mengenai gerak
sehingga pembaca seperti merasakan gerakan menggulung, membuka tubuh Olenka.
7)
Citraan Intelektual
“Objek harus merupakan proses bergerak dan proses
perhubungan dengan segala sesuatu disekitarnya,”katanya. (hlm. 26).
Pada data di atas, terlihat penggambaran bahwa
suatu objek terlihat dari aktivitas gerak yang dihubungkan dengan keadaan
atau segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini pengarang
menghidupkan dan membangkitkan imajinasi pembaca sehingga intelektualitas
pembaca terangsang dan timbul asosiasi-asosiasi pemikiran dalam dirinya.
Di dalam novel Olenka, keseluruhan kisah
dikemas oleh pengarang dengan lebih banyak menyuarakan rentetan pemikiran tokoh
bernama Fanton Drummond. Fanton dikisahkan terus berada dalam kebimbangan,
penuh ketidakpastian yang terus berusaha mencari jati dirinya, berusaha
menemukan eksistensinya. Selain itu, juga terdapat pemikiran-pemikiran dari
tokoh Olenka. Rentetan pemikiran tokoh Fanton dan Olenka ini
dikaitkan dan didukung dengan adanya kisah, pemikiran, dan renungan para tokoh
filsafat, penyair, penulis dan pelukis.
Di dalam novel ini, terdapat cukup banyak kutipan
yang diambil oleh pengarang dari para tokoh filsafat, dengan didukung adanya
catatan kaki di halaman terakhir novel ini. Kisah dalam novel ini juga didukung
adanya berbagai potongan surat kabar yang dijadikan ilustrasi dengan diberi
keterangan. Berikut contohnya.
Seperti Roquentin, yang dengan terang-terangan
menyatakan, “Je n’avais pas le droit d’exister”, saya tidak mempunyai
hak untuk ada. Tidak seharusnya alam semsta memiliki saya sebagai benda yang
berada di dalamnya. Akan tetapi, sekaligus saya juga berpendapat, saya tidak
mempunyai hak untuk meniadakan diri saya. Saya sudah terlanjur ada tanpa saya
minta, dan bukan sayalah yang mempunyai hak untuk meniadakan diri saya. (hlm.
232).
Gaya diksi memanfaatkan kata konotatif, kata dengan
objek alam, kata bahasa Jawa, kata bahasa asing, kata serapan dari bahasa Jawa,
kata sapaan dan nama diri, serta kata vulgar. Bahasa figuratif memanfaatkan
beberapa majas, idiom, dan peribahasa. Di dalam novel Olenka mengandung
dimensi filsafat. Dalam hal ini, keseluruhan kisah dikemas oleh pengarang
dengan lebih banyak menyuarakan rentetan pemikiran tokoh yang berhubungan erat
dengan konsep eksistensialisme.
BAB
III
KESIMPULAN
Pada analisis stilistika, yaitu Diksi atau pilihan
kata dalam novel Perempuan Kembang Jepun cenderung menggunakan
kata-kata yang mengandung makna konotatif dan penggunaan majas. Di antaranya
menggunakan majas hiperbola, anafora, simile, sarkasme, litotes.
Pencitraan yang dapat ditemukan adalah citaraan penglihatan, citraan pendengaran,
citraan rasa, dan citaraan penciuman.
Sedangkan dalam novel Olenka gaya diksi
memanfaatkan kata konotatif, kata dengan objek alam, kata bahasa Jawa, kata
bahasa asing, kata serapan dari bahasa Jawa, kata sapaan dan nama diri, serta
kata vulgar. Bahasa figuratif memanfaatkan beberapa majas, idiom, dan
peribahasa. Di dalam novel Olenka mengandung dimensi filsafat. Dalam hal
ini, keseluruhan kisah dikemas oleh pengarang dengan lebih banyak menyuarakan
rentetan pemikiran tokoh yang berhubungan erat dengan konsep eksistensialisme.
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan.
Padang : Angkasa Raya.
file:///D:/perempuan/20kembang/20jepun/2185181.Perempuan_Kembang_Jepun.htm/19/05/2012
(diunduh pada 29 Mei 2012)
Al-Ma’ruf,
Ali Imron. 2009. Stilistika Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika
Bahasa. Surakarta: Cakrabooks.
Darma,
Budi. 2009. Olenka. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Fang, Lan. 2007. Perempuan Kembang Jepun.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Ismaun.
“Pengertian Filsafat”. Dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/
2008/02/08/pengertian-filsafat/.
Diakses tanggal 10 Juli 2010.
Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa.
Jakarta: Nusa Indah.
Maslikatin, Titik. 2007. Kajian Sastra Prosa,
Puisi, Drama. Jember: UNEJ Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian
Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Univesity Press.
Satoto,
Soediro. 1995. Stilistika. Surakarta: STSI Press.
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang:
Penerbit Angkasa Raya.