Minggu, 29 November 2015

ANALIS STILISTIKA NOVEL PADA NOVEL PEREMPUAN KEMBANG JEPUN KARYA LANFANG DAN NOVEL OLENKA KARYA BUDI DARMA Oleh: Yulis tiana ningsih 20152110046



KARYA BUDI DARMA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lingustik Lanjut
oleh Dr. Dwiyani Ratna Dewi, M.Pd.


Oleh:

Yulis tiana ningsih
20152110046
 

































BAB I

 PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan sebuah karya yang pada hakikatnya dibuat dengan mengedepankan aspek keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan. Aspek keindahan tersebut sengaja dibentuk oleh pengarang dengan memanfaatkan potensi bahasa yang digali dari kekayaan bahasa setempat. Aspek keindahan itu juga yang digunakan oleh pengarang agar dapat memberikan daya tarik kepada suatu karya sastra sehingga mampu memikat pembacanya. Ciri khas pengarang yang menjadi daya tarik dari suatu karya dapat dikaji dengan kajian stilistika. Stilistika merupakan kajian terhadap wujud performasi kebahasaan atau struktur lahir kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Studi tentang stile tersebut sebenarnya dapat digunakan dalam berbagai penggunaan ragam bahasa, tidak dibatasi pada ragam bahasa sastra saja. Namun, ada kecenderungan analisis stilistika lebih sering digunakan dalam ragam bahasa sastra yang bertujuan untuk menemukan unsur keindahan yang terdapat dalam karya sastra yang akan dikaji. Maksudnya analisis stilistik bertujuan untuk menerangkan sesuatu, pada umumnya dalam karya sastra untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya
Analisis stilistik ini menjadi sangat penting, karena dapat memberikan informsasi tentang karakteristik khusus sebuah karya sastra. Untuk memperoleh informasi tentang karakteristik khusus sebuah karya sastra, kita harus menganalisis tanda-tanda stilistika yang ada dalam karya sastra. Tanda-tanda stilistika tersebut dapat berupa unsur fonologi, leksikal, gramatikal, sintaksis, dan penggunanan bahasa figuratif (figurative language), wujud pencitaan (imagery) dalam sebuah karya sastra.
Dalam kajian ini, saya berusaha melakukan anslisis stilistika novel  Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenka (Gadis Mesir itu Bernama Maria). Analisis stilistika pada novel Olenka pada bab ini dimaksudkan untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya.
1.2    Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini, yang dijadikan sasaran penelitian adalah analisis struktural dan stilistika pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang dan novel Olenka karya Budi Darma. Djajasudarma (1993:18) mengatakan pembatasan masalah harus dilakukan agar penelitiannya lebih fokus. Batas penelitian ini ditentukan oleh beberapa hal, yakni : (1) batas menentukan kenyataan ganda yang dapat mempertajam fokus penelitian; (2) penetapan fokus yang lebih mendalam dengan adanya interaksi peneliti dengan fokus penelitian. Penetapan fokus adalah upaya untuk menentukan batas penelitian.
Makalah ini membahas tentang analisis stilistika sehingga lingkup permasalahan tidak melenceng dari pembahasan. Berdasarkan batasan masalah di atas, masalah dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.    Bagaimana anslisis stilistika novel  Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenka?
1.3    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    untuk mengetahui bagaimana deskripsi dari anslisis stilistika novel  Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenka.
1.4 Landasan Teori
Penulis dalam menganalisis stilistika novel  Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang dan novel karya Budi Darma yang berjudul Olenkamenggunakan beberapa teori teori stilistika.
1.4.1 Teori Stilistika
Medium yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa, pengantar bahasa pasti akan mengungkapkan hal-hal yang membantu kita menafsirkan makna suatu karya sastra atau bagian-bagiannya untuk selanjutnya memahami dan menikmatinya. Pengkajian ini disebut pengkajian stilistika. Dalam pengkajian ini tampak relevansi linguistik atau ilmu bahasa terhadap studi sastra
Istilah stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris. Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi, stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya bahasa. Stlistika dapat dipahami sebagai aplikasi teori linguistik pada pemakaian bahasa dalam sastra. Pradopo (1994) menyebutkan bahwa gaya bahasa adalah bagaimana seorang penulis berkata mengenai apapun yang dikatakannya. Dengan kata lain bahasa merupakan penggunaan bahasa atau cara bertutur secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, baik efek estetis atau efek puitis.
Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahsa dalam karangan atau bagaimana seorang pengarang  dalam mengungkapkan sesuatu.  Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan kata, struktur kalimat, majas dan citra, makna yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Misalnya, kita dapat menduga siapa pengarang sebuah karya sastra karena kita menemukan ciri-ciri penggunaan bahasa yang khas, kecenderungannya untuk secara konsisten menggunakan struktur tertentu, gaya bahasa pribadi seseorang. Setelah membaca sebuah karya sastra, kita dapat juga menentukan ragamnya (genre) berdasarkan gaya bahasa teks karena kekhasan penggunaan bahasa, termasuk tipografinya. Gaya bahasa sebuah karya juga dapat mengungkapkan periode, angkatan, atau aliran sastranya.
Sebuah karya sastra terdiri dari dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur lahir yang identik dengan isi dan bentuk dalam gaya bahasa. Bentuk struktur lahir tergantung pada kreativitas dan kepribadian pengarang yang dipengaruhi oleh ideology dan lingkungan social budaya. Untuk memperoleh bukti-bukti konkret stile pada sebuah karya sastra, harus dikaji tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah sruktur lahir suatu karya sastra. Kajian stile dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur stile dalam karya sastra untuk mengetahui konstruksi masing-masing unsur untuk mencapai efek keindahan (estetis) dan unsur yang dominan dalam karya sastra tersebut.
Terdapat dua kajian dalam stilistia, yaitu stilistika deskripti dan stilistika genetis. Stilistika deskriptif ialah pengkajian stilistika individual pengarang, berupa penguraian cirri-ciri gaya bahsa yang terdapat dalam karyanya. Stilistika genetis ialah pengkajian gaya bahasa sekelompok pengarang atau sebuah angkatan sastra, baik ciri-ciri gaya bahasa rosa atau puisi. Nilai-nilai ekspresivitas secara morfologis, sintaksis, dan semantic.
Tujuan kajian stilistika ialah:              
a.       menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya.
b.      menentukan dan memperlihatkan penggunaan bahasa sastrawan, khusus penyimpangan dan penggunaan linguistik untuk memperoleh efek khusus.
c.       menggambarkan karakteristik khusus sebuah karya sastra, dan
d.      mengkaji berbagai bentuk gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan dalam karyanya.
Manfaat kajian stilistika ialah:
a.       mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri keindahan bahasa yang universal dari segi bahasa dalam karya sastra,
b.      menerangkan secara baik keindahan sastra dengan menunjukkan  keselarasan penggunaan ciri-ciri keindahan bahasa dalam karya sastra,
c.       membimbing pembaca menikmati karya sastra dengan baik,
d.      membimbing sastrawan memperbaiki atau meninggikan mutu karya sastranya, dan
e.       kemampuan membedakan bahasa yang digunakan dalam satu karya sastra dengan karya sastra yang lain.
a.    Diksi
Diksi merupakan sesuatu yang mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih oleh pengarang dalam karya yang diciptakan. Pemilihan kata-kata tersebut harus melewati pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dimaksudkan untuk mendapatkan efek estetis (keindahan). Ketepatan kata-kata tersebut dapat dipertimbangkan dari segi bentuk dan makna atau isi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah diksi tersebut mampu mendukung efek estetis dari karya itu sendiri, mampu mengkomunikasikan makna, pesan, dan gagasan pengarang.
b.   Majas
Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata atau kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, pemajasan merupakan gaya yang sengaja memanfaatkan penuturan dengan menggunakan bahasa kias. Dalam pemajasan ini, masih ada hubungan makna antara bentuk harfiah dengan makna kiasnya. Akan tetapi, hubungan tersebut bersifat tidak langsung yang membutuhkan penafsiran pembaca. Jadi, penggunaan bahasa dalam kesusastraan merupakan salah satu bentuk penyimpangan makna.
Berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung dalam sebuah kata, frasa, atau klausa. Gaya bahasa dibagi menjadi dua yaitu gaya langsung atau gaya retoris (rhetorical figures) dan bahsa kiasan (tropes). Untuk mendapatkan efek estetis yang diharapkan gaya retoris dan bahasa kiasan tersebut harus tepat dalam penggunaannya, gaya bahasa tersebut harus mampu mengarahkan interpretasi pembaca yang kaya dengan asosiasi-asosiasi, di samping juga dapat mendukung terciptanya suasana dan nada tertentu.
c.     Pencitraan
Dalam dunia kesusastraan dikenal istilah citra (image) dan pencitraan (imagery) yang keduanya mengacu pada reproduksi mental. Citra adalah gambaran pengalaman indra yang diungkapkan lewat kata-kata, gambaran berbagai pengalaman sensoris yang diangkat oleh kata-kata. Sementara itu, pencitraan merupakan kumpulan citra, the collection of image, yang dipergunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indra yang dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara harfiah maupun secara kias.
Gambaran-gambaran angan dalam sajak disebut citraan. Citraan tersebut khususnya di dalam puisi yang bertujuan untuk memberi gambaran yang jelas, memberi suasana yang khusus, dan membuat lebih hidup gambaran yang diungkapkan dalam pikiran atau karya tersebut. Selain itu, citraan juga digunakan untuk menarik perhatiaan pembaca pada karya sastra khususnya puisi. Pencitraan terdiri dari lima bentuk yaitu citraan penglihatan (visual), pendengaran (auditoris), gerakan (kinestetik), rabaan (taktik termal), dan penciuman (olfaktori). Akan tetapi, kelima pencitraan tersebut berbeda intensitas pemanfaatannya dalam karya sastra.
  
 
1.4    Metode Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ilmiah seperti halnya pada makalah ini pada dasarnya dilengkapi dengan data. Untuk itulah maka pelaksanaan penelitian diperlukan suatu metode penelitian data yang pada dasarnya untuk mencapai kebenaran ilmiah diperlukan metode ilmiah secara scientific method. Metode yang digunakan dalm menganalisis puisi ini ialah metode deskriftif dengan kajian kajian stilistika deskriptif.





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Analisis Stilistika
a.    Diksi
Pilihan kata yang digunakan Lan Fang dalam novelnya yang berjudul  Perempuan Kembang Jepun tersebut banyak yang mengandung makna konotatif, tetapi secara denotatif makna kata-kata tersebut mudah dipahami. Datanya adalah sebagai berikut.
Di bawah temaram lampu templok, suasana menjadi remang-remang. Mas Sujono masih telentang memejamkan mata. Sementara di sudut ruangan yang sempit itu, si Mbah juga tidur dengan dengkur sehalus napas anak kucing. (PKJ: 53).
Bentuk dengkur sehalus napas anak kucing dengan gaya metaforis merupakan pelukisan khas tentang keadaan seseorang seseorang yang sedang tertidur pulas dengan dengkuran yang sangat pelan seperti apas anak kucing yang sangat kalus yang tidak terdengan oleh sekelilingnya.
Belum tuntas rasa sakitku, belum sempurna kesadaranku, Mas Sujono bagaikan banjir bandang, bagaikan harimau kelaparan, datang menerpa, menggulung, menindihku!. (PKJ: 78).
kalimat Mas Sujono bagaikan banjir bandang merupakan pelukisan khas tentang keadaan seseorang yang menakutkan, membahayakan yang tiba-tiba bisa menimbulkan malapetaka. bagaikan harimau kelaparan melukiskan seseorang yang jahat, menakutkan dan seseorang tersebut bisa mengancam keselamatan orang di sekitarnya. Harimau kelaparan simbol keganasan dan kejahatan seseorang.
Diksi dalam novel Olenka bervariasi. Di dalam novel Olenka didominasi oleh kata konotatif, kemudian kata dengan objek alam, kata bahasa Jawa, kata bahasa asing, kata serapan dari bahasa Jawa, kata sapaan dan nama diri, serta kata vulgar.
Beberapa contoh diksi dalam novel Olenka, antara lain:
Dalam setiap pertemuan, baik dia maupun saya tidak dapat menghindarkan diri untuk tidak menjadi binatang. (hlm. 47).
Pada data di atas, kata binatang menggambarkan perbuatan Olenka dan Fanton yang seperti binatang, melakukan hubungan intim yang terlarang, tidak peduli dengan tempat, situasi maupun keadaan. Tingkah laku binatang digambarkan tidak tahu tempat, sembarangan, tidak tahu malu. Dalam hal ini pembaca akan memperoleh kesan lebih dalam sehingga dapat membayangkan lebih jelas perbuatan Olenka dan Fanton.
Latar belakang Budi Darma yang merupakan keturunan orang Jawa dan lahir di Jawa mendorong munculnya peyisipan kata, frase dalam novel tersebut.
Entah mengapa saya bertanya, “Apakah mereka bukan anak sampean?” (hlm. 4).
Pada data di atas, pengarang memanfaatkan sebutan atau panggilan sapaan untuk orang lain dalam bahasa Jawa. Kata sampean merupakan bentuk sapaan untuk orang yang sebaya agar lebih menghormati, bisa juga digunakan untuk sapaan pada orang yang belum dikenal.
Lebih kurang sepuluh hari yang lalu, katanya, ibu mereka minggat tanpa sebab. (hlm. 5).
Kata minggat adalah suatu pernyataan bahasa Jawa yang berarti pergi tanpa pamit.
saya merasakan sakit hati mendengar istilah “perempuan pelancongan”, seolah-olah tanpa pula penggunaan kata vulgar
Nadanya kosong, tetapi sadar dia menuduh Olenka sebagai sundal. (hlm. 84).
Pada data di atas, terlihat penggambaran sosok Olenka sebagai sundal oleh Wayne. Kata sundal yang berarti perempuan murahan atau pelacur, digunakan pengarang untuk menimbulkan makna tertentu.

b.   Majas
Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa majas. Diantaranya adalah sebagai berikut.
1.    Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang melebihi sifat dan kenyataan yang sesungguhnya. Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang terdapat beberapa majas hiperbola. Datanya adalah sebagai berikut.
Aku tetap berjualan jamu gendong walaupun perutku semakin membesar. Berkeliling dari ujung jalan ke ujung jalan lain di sepanjang trotoar. Matahari menyapu tubuhku begitu teriknya sehingga peluhku membanjir. (PKJ: 64).
Dari data di atas, matahari menyapu tubuhku, menggambarkan seseorang yang sedang kepanasan karena tersengat matahari yang panas pada siang hari. Peluhku membanjir, menggambarkan seseorang yang sedang tersengat matahari di atas yang berkeringat karena tidak tahan dengan panasnya matahari yang merasuk ke tubuhnya. Kiasan di atas terlihat berlebihan.
Terompet dan peluit bergantian menjerit. Bunyi senapan mesin berat dan ringan menderu-deru membelah udara. (PKJ: 108).
Dari data di atas, menderu-deru membelah udara memberi maksud seakan-akan langit akan terbelah karena bunyi senapan dan peluit yang begitu keras. Pada keyataannya bila ada hal seperti itu tidak akan mungkin terjadi. Kiasan di atas terlihat berlebihan.
“Dia anak Indonesia. Dia anak orang Jawa...,” akhirnya aku menuliskan beban berton-ton yang mengimpit dada. (PKJ: 127).
Dari data di atas, beban berton-ton yang mengimpit dada beban berton-ton yang mengimpit dada, menggambarkan seseorang yang sedang gelisah dan bingung sehingga membuat hatinya gundah. Hati gundah tersebut diibaratkan bahwa hatinya sepeti tetimpa berton-ton beban yang mengakibatkan dadanya terasa terhimpit. Kiasan di atas terlihat berlebihan.
2.    Anafora
Anafora adalah kata atau kelompok kata pertama diulang pada baris berikut. Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa majas anafora. Datanya adalah sebagai berikut.
Ia berbisa
Ia pahit
Ia tuba
Ia racun
Ia rendah (PKJ: 152).
Pada data di atas menunjukkan ada perulangan kata ia pada baris kedua sampai baris kelima.
Aku tidak peduli Dia adalah dewi orang Cina
Aku tidak peduli ini tanah Jawa
Aku tidak peduli Dia mendengarku atau tidak (PKJ: 170).
Pada data di atas menunjukkan ada perulangan kalimat yaitu aku tidak peduli pada baris kedua dan ketiga.
Aku gemetar
Aku menggelepar        
Aku terkapar (PKJ: 256).
Pada data di atas menunjukkan ada perulangan kata aku pada baris kedua dan ketiga.
3.    Simile
Majas simile adalah majas yang menggunakan kata-kata pembanding: seperti, laksana, umpama. Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa majas simile. Datanya adalah sebagai berikut.
Belum tuntas rasa sakitku, belum sempurna kesadaranku, Mas Sujono bagaikan banjir bandang, bagaikan harimau kelaparan. (PKJ: 78).
Pada majas di atas, menggunakan kata pembanding, yaitu bagaikan. Mengibaratkan seseorang yang jahat dan kejam dengan seeokor harimau yang ganas dan seperti banjir bandang yang sewaktu-waktu bisa membahayakan nyawa orang sekitarnya.
Jujur saja, aku kerap merasa seperti pungguk yang merindukan bulan. (PKJ: 181).
Pada majas di atas, menggunakan kata pembanding yaitu seperti. Mengibaratkan seseorang satu dengan yang lainnya berbeda jauh dan perbedaan tersebut diibaratkan dengan langit dan bumi yang sangat jauh perbedaannya.
4.    Sarkasme
Sarkasme adalah majas sindiran yang cenderung kasar. Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa majas sarkasme. Datanya adalah sebagai berikut.
Perempuan itu culas sekali! (PKJ: 196).
Pada data di atas, menunjukkan bahwa ada seseorang yang menghina orang lain dengan kata yang kasar, yaitu dengan sebutan perempuan culas.
Aku memandangnya dengan perasaan geram. Tetapi justru aku menemukan pandangan puas di mata besarnya yang seperti ikan mas koki. (PKJ: 196).
Pada data di atas, menunjukkan bahwa ada seseorang yang menghina orang lain dengan kata sindiran yang kasar, yaitu dengan menyindir pandangan seseorang yang seperti ikan mas koki. Pada kenyataannya mata ikan mas koki memang sangat besar dan bulat.
5.    Litotes
Litotes adalah majas yang digunakan untuk merendahkan diri kepada seseorang atau lawan bicaranya. Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa majas litotes. Datanya adalah sebagai berikut.
Tetapi aku, meninggalkan istana pasirku karena jatuh cinta kepada seseorang lai-laki yang kukira bisa memberikan cinta utuh kepadaku. (PKJ: 151).
....Aku Cuma Sujono, seorang kuli, hanya orang biasa, wong cilik, yang tidak mungkin menerobos panjara itu. (PKJ: 202).
Kata-kata di atas adalah kata-kata yang digunakan untuk merendahkan diri, dengan menggunakan istana pasir, wong cilik yang seolah-olah pembaca mempunyai kesan terhadap orang yang mengucapkan kata-kata itu tidak menyombongkan diri.
Sedangkan majas yang digunakan oleh pengarang dalam novel Olenka yaitu majas antiklimaks, simile, personifikasi, polisindenton, hiperbola, retorik, repetisi. Berikut beberapa contohnya.


1)      Majas Antiklimaks
Dia juga berada di lift bersama tiga anak jembel, masing-masing berumur lebih kurang enam, lima, dan empat tahun. (hlm. 4).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang mengenai umur tiga anak jembel yang dilihatnya di lift. Umur ketiga anak jembel dijelaskan oleh pengarang secara berturut-turut, semakin lama semakin rendah tingkatannya yaitu enam, lima, dan empat tahun.
2)      Majas Simile
Kadang-kadang saya ingin memperlakukan tubuhnya seperti sebuah peta. (hlm. 20).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang mengenai keinginan Fanton memperlakukan tubuh Olenka seperti peta. Peta menunjukkan berbagai tempat, lokasi, kota, negara yang dapat ditelusuri bagian-bagiannya. Dalam hal ini tubuh Olenka dibandingkan seperti peta yang dapat diteliti dan ditelusuri bagian-bagiannya.
3)      Majas Personifikasi
Sebuah lukisan yang sangat sederhana, tetapi menyiratkan proses keseluruhan tumbangnya pohon dan luka-luka yang diderita oleh jembatan. (hlm. 25).
Pada data di atas, pengarang memaparkan tentang jembatan yang menderita luka-luka. Secara logika yang bisa merasakan luka-luka adalah manusia. Penagarang memaparkan hal itu agar cerita tersebut lebih hidup.
4)      Majas Polisindenton
Dia berdiri, kemudian lari menuju jembatan, meneliti jembatan sebentar, berjalan hilir mudik beberapa kali, kemudian kembali lagi. (hlm. 25).
Pada data di atas terdapat kata penghubung yang dipakai pada hal atau keadaan secara berturut-turut. Hal ini untuk menegaskan tentang apa yang dilakukan Olenka secara berturut-turut.

5)      Majas Hiperbola
Pada suatu hari setelah untuk kesekian kalinya melihat Wayne, saya pulang dengan hati terbakar. (hlm. 78).
Pada data di atas, dijelaskan oleh pengarang mengenai keadaan hati Fanton yang terbakar oleh amarah. Dalam hal ini berarti sakit, perih, marah.
6)      Majas Retorik
Bukankah nanti pada saatnya sampean merasa bahwa sampean tidak diperlukan lagi oleh mereka, dan akhirnya merasa kehilangan mereka? (hlm. 96).
Pada data di atas, pengarang memunculkan pertanyaan mengenai perasaan Fanton kelak jika tidak diperlukan dan kehilangan anak-anaknya, yang jelas-jelas akan dirasakannya.
7)      Majas Repetisi
Kalau dapat melakukannya demikian, saya akan menggulungnya, kemudian membukanya di atas ranjang, atau di atas meja, atau di atas lantai, atau di atas rerumputan. (hlm. 20).
Pada data di atas, terdapat kata atau yang diulang-ulang. Hal ini untuk menegaskan bahwa Fanton dapat memperlakukan Olenka di mana saja.
b.      Idiom
Di dalam novel Olenka, pengarang memanfaatkan idiom untuk mengungkapkan makna tertentu. Contoh beberapa idiom yang digunakan oleh pengarang sebagai berikut.
1)                                                                                       Dia selalu tampak merasa rendah diri, kurang berani berhadapan dengan siapa pun, dan tampak mencuri-curi kalau akan melihat sesuatu. (hlm. 8).
Pada data di atas, terdapat frase rendah diri adalah ungkapan yang digunakan untuk menyatakan sifat seseorang yang berarti malu, tidak percaya diri. Pengarang menggambarkan penampilan fisik dan tingkah laku Wayne yang menunjukkan sifat rendah diri.
2)      Makin bersungguh-sungguh saya mendengarkannya, makin tampak kecurigaannya bahwa saya hanya pura-pura mendengarkannya dan menganggap omongannya sebagai isapan jempol. (hlm. 11).
Pada data di atas, terdapat frase isapan jempol adalah ungkapan yang berarti perkataannya hanya omong kosong, bohong belaka. Pengarang menggambarkan perkataan Wayne dianggap oleh Fanton hanya bohong belaka.
c.    Citraan
Pada novel Perempuan Kembang Jepun karya Lan Fang, terdapat beberapa citraan. Diantaranya adalah sebagai berikut.
1.    Citraan Visual atau Penglihatan
Citraan penglihatan pada novel Perempuan Kembang Jepun ini dapat diliahat pada data berikut.
Aku kerap melihatnya menemani tamu di kelab itu. Juga sering melihat ia memandikan tamu di ofuro di belakang kelab. Sampai akhirnya, ia menyelinap bersama tamunya, di balik pintu geser kamar-kamar yang berjajar. (PKJ: 178).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan penglihatan. Pembaca atau pendengar pernah melihat orang-orang yang mambawa tamunya ke sebuah kamar, pernah melihat sebuah kamar mandi. Dengan membaca  kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut melihat seseorang yang mambawa tamunya ke sebuah kamar yang berjajar.
....keningnya berkerut sehingga menciptakan cekung yang cukup dalam tepat di antara kedua bola matanya yang besar. Sorot matanya tajam. Bukan saja tajam, tapi juga keras dan penuh penolakan. (PKJ: 218).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan penglihatan. Pembaca atau pendengar pernah melihat kening yang berkerut dan sorot mata yang menandakan sedang marah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membaca  kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut melihat kening yang berkerut dan mata yang bola matanya besar yang menanandakan seseorang tersebut marah.
2.    Citraan Auditoris atau Pendengaran
Citraan pendengaran pada novel Perempuan Kembang Jepun ini dapat diliahat pada data berikut.
Gelap sudah datang menyelimuti langit Surabaya ketika kaguya kupeluk sambil berjalan membelah sepi. Dadaku bergemuruh. Jantungku berpacu. Benar-benar nyaring bunyinya sehingga seakan-akan tertangkap oleh telinga. (PKJ: 164).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan pendengaran. Pembaca atau pendengar pernah mendengarkan suara yang keras. Dengan membaca  kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut mendengar sebuah bunyi yang sangat nyaring.
Sementara itu di kamar petakku, sulis sudah kembali dengan suara sumbangnya. Memekik, menjerit, melotot, memaki. Juga membanting piring dan pintu. (PKJ: 164).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan pendengaran. Pembaca atau pendengar pernah mendengarkan suara yang keras. Dengan membaca  kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut mendengar sebuah suara yang keras yang menjerit.
3.    Citraan Penciuman 
Citraan penciuman pada novel Perempuan Kembang Jepun ini dapat dilihat pada data berikut.
Nyala sumbu pelita dan lilin bergoyang-goyang. Wangi hio sua berbaur dengan wangi bunga, menyesap dalam tarikan napasku. Aku bersimpuh di depan meja altar dengan seluruh perasaan pasrah. (PKJ: 169).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan penciuman. Pembaca atau pendengar pernah mencium bau wangi yang seperti bunga . Dengan membaca  kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut mencium bau wangi yang seperti bunga itu.

4.    Citraan Rasa
Citraan rasa pada novel Perempuan Kembang Jepun ini dapat diliahat pada data berikut.
“Kapal itu sampai di Cina saat sudah musim dingin. Dan musim dingin di Cina yang bisa membunuh karena dinginnya menusuk sampai ke tulang. Sementara yang kukenakan hanya selembar pakaian yang sudah lusuh. (PKJ: 240).
Kata-kata yang bercetak miring merupakan citraan rasa. Pembaca atau pendengar pernah merasakan rasa yang dingin apalagi pada waktu musim dingin. Dengan membaca  kata-kata itu seolah-olah pembaca juga ikut merasakan rasa yang sangat dingin.
Di dalam novel Olenka, terdapat pula citraan. Citraan yang digunakan pengarang bervariasi. Adapun citraan tersebut yaitu citraan penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pencecapan, gerakan, serta intelektual. Beberapa contoh citraan dalam novel Olenka sebagai berikut.
1)      Citraan Penglihatan
Orang ini jangkung dan agak botak. (hlm. 8).
Pada data di atas terlihat gambaran mengenai ciri atau sosok Wayne. Pembaca seolah-olah melihat sosok Wayne yang mempunyai tubuh jangkung dan kepala agak botak.
2)      Citraan pendengaran
Kepak-kepak sayap mereka indah bunyinya. (hlm. 97).
Pada data di atas, terdapat kata yang menggambarkan suatu bunyi yang dapat di dengar yang berasal dari kepak-kepak sayap. Bunyi yang ditimbulkan dari kepak-kepak sayap itu terdengar indah.
3)      Citraan Penciuman
Sementara, bau daun berguguran melesat dari pekarangan melalui jendela. (hlm. 201).
Pada data di atas, terdapat kata bau yang menggambarkan indera penciuman. Pengarang menggambarkan Fanton yang mencium bau daun yang masuk ke dalam rumah. Bau daun berguguran merupakan bau daun yang kering, layu, mati yang menumpuk sehingga menimbulkan bau.
4)      Citraan Perabaan
Katanya tangan saya hangat, nikmat, dan menyengat. (hlm. 39).
Pada data di atas, digambarkan adanya citra perabaan. Olenka yang merasakan tangan Fanton hangat, nikmat dan menyengat. Dalam hal ini pembaca seperti merasakan tangan yang hangat, nikmat dan menyengat.
5)      Citraan Pencecapan
Saya menyesal mengapa saya pernah membiarkan dia mengunyah bibir saya, dan melahap kuping saya. (hlm. 234).
Pada data di atas, terlihat adanya citra pencecapan. Pembaca seperti merasakan bibir dikunyah, dan kuping dilahap pada tokoh Fanton.
6)      Citraan Gerakan
Kalau dapat melakukannya demikian, saya akan menggulungnya, kemudian membukanya di atas ranjang, atau di atas meja, atau di atas lantai, atau di atas rerumputan. (hlm. 20).
Pada data di atas, digambarkan mengenai gerak sehingga pembaca seperti merasakan gerakan menggulung, membuka tubuh Olenka.
7)      Citraan Intelektual
“Objek harus merupakan proses bergerak dan proses perhubungan dengan segala sesuatu disekitarnya,”katanya. (hlm. 26).
Pada data di atas, terlihat penggambaran bahwa suatu  objek terlihat dari aktivitas gerak yang dihubungkan dengan keadaan atau segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini pengarang menghidupkan dan membangkitkan imajinasi pembaca sehingga intelektualitas pembaca terangsang dan timbul asosiasi-asosiasi pemikiran dalam dirinya.
Di dalam novel Olenka, keseluruhan kisah dikemas oleh pengarang dengan lebih banyak menyuarakan rentetan pemikiran tokoh bernama Fanton Drummond. Fanton dikisahkan terus berada dalam kebimbangan, penuh ketidakpastian yang terus berusaha mencari jati dirinya, berusaha menemukan eksistensinya. Selain itu, juga terdapat pemikiran-pemikiran dari tokoh Olenka. Rentetan pemikiran tokoh Fanton dan Olenka ini dikaitkan dan didukung dengan adanya kisah, pemikiran, dan renungan para tokoh filsafat, penyair, penulis dan pelukis.
Di dalam novel ini, terdapat cukup banyak kutipan yang diambil oleh pengarang dari para tokoh filsafat, dengan didukung adanya catatan kaki di halaman terakhir novel ini. Kisah dalam novel ini juga didukung adanya berbagai potongan surat kabar yang dijadikan ilustrasi dengan diberi keterangan. Berikut contohnya.
Seperti Roquentin, yang dengan terang-terangan menyatakan, “Je n’avais pas le droit d’exister”, saya tidak mempunyai hak untuk ada. Tidak seharusnya alam semsta memiliki saya sebagai benda yang berada di dalamnya. Akan tetapi, sekaligus saya juga berpendapat, saya tidak mempunyai hak untuk meniadakan diri saya. Saya sudah terlanjur ada tanpa saya minta, dan bukan sayalah yang mempunyai hak untuk meniadakan diri saya. (hlm. 232).
Gaya diksi memanfaatkan kata konotatif, kata dengan objek alam, kata bahasa Jawa, kata bahasa asing, kata serapan dari bahasa Jawa, kata sapaan dan nama diri, serta kata vulgar. Bahasa figuratif memanfaatkan beberapa majas, idiom, dan peribahasa. Di dalam novel Olenka mengandung dimensi filsafat. Dalam hal ini, keseluruhan kisah dikemas oleh pengarang dengan lebih banyak menyuarakan rentetan pemikiran tokoh yang berhubungan erat dengan konsep eksistensialisme.





BAB III
KESIMPULAN

Pada analisis stilistika, yaitu Diksi atau pilihan kata dalam novel  Perempuan Kembang Jepun cenderung menggunakan kata-kata yang mengandung makna konotatif dan penggunaan majas. Di antaranya  menggunakan majas hiperbola, anafora, simile, sarkasme, litotes.  Pencitraan yang dapat ditemukan adalah citaraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan rasa, dan citaraan penciuman.
Sedangkan dalam novel Olenka gaya diksi memanfaatkan kata konotatif, kata dengan objek alam, kata bahasa Jawa, kata bahasa asing, kata serapan dari bahasa Jawa, kata sapaan dan nama diri, serta kata vulgar. Bahasa figuratif memanfaatkan beberapa majas, idiom, dan peribahasa. Di dalam novel Olenka mengandung dimensi filsafat. Dalam hal ini, keseluruhan kisah dikemas oleh pengarang dengan lebih banyak menyuarakan rentetan pemikiran tokoh yang berhubungan erat dengan konsep eksistensialisme.















DAFTAR PUSTAKA


Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang : Angkasa Raya.

file:///D:/perempuan/20kembang/20jepun/2185181.Perempuan_Kembang_Jepun.htm/19/05/2012 (diunduh pada 29 Mei 2012)
                    
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Surakarta: Cakrabooks.
Darma, Budi. 2009. Olenka. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Fang, Lan. 2007. Perempuan Kembang Jepun. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Ismaun. “Pengertian Filsafat”. Dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/02/08/pengertian-filsafat/. Diakses tanggal 10 Juli 2010.
Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.
Maslikatin, Titik. 2007. Kajian Sastra Prosa, Puisi, Drama. Jember: UNEJ Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Univesity Press.
Satoto, Soediro. 1995. Stilistika. Surakarta: STSI Press.
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Penerbit Angkasa Raya.