Rabu, 06 Januari 2016

ANALISIS STILISTIKA PADA GURU-GURU DAHSYAT (KARYA NISRINA LUBIS) DAN MENJADI WANITA PALING BAHAGIA (KARYA `AIDH AL QARNI) NURLAILI SAADAH NIM 20152110001

ANALISIS  STILISTIKA PADA GURU-GURU DAHSYAT (KARYA NISRINA LUBIS) DAN MENJADI WANITA PALING BAHAGIA 
                                                 (KARYA `AIDH AL QARNI)                                                                   



NURLAILI SAADAH          
NIM 20152110001


































BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Stilistika sebagai ilmu yang mengkaji gaya bahasa mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan bahasa.  Menurut Abram (dalam Ratna)  penelitian gaya bahasa ada dua macam, penelitian tradisional (isi dan bentuk) dan modern (ciri formal: fonologi, sintaksis, leksikal) .Mengingat kajian Stilistika sangat luas (seperti tersebut di atas) maka kajian analisis makalah ini dibatasi pada kajian sintaksis pada karya berjudul Guru-guru dahsyat dan Menjadi wanita paling bahagia.
Demikian pula biladilihat pendapat  Idat, terdapat empat pembagian wacana, maka dalam analisis ini juga dibatasi pada komunikasi dengan media buku atau dua arah yakniantara penulis dan pembaca.

1.2        Rumusan Masalah
A.    Bagaimana peran Stilistika pada bahasa
B.     Bagaimana analisis Stilistika pada Guru-guru Dahsyat
C.     Bagaimana analisis Stilistika pada Menjadi Wanita Paling Bahagia

1.3        Tujuan
Tujuan makalah ini adalah
A.    Mengetahui peran Stilistika pada bahasa
B.     Mengetahui analisis Stilistika pada Guru-guru Dahsyat
C.     Mengetahui analisis Stilistika pada Menjadi Wanita Paling Bahagia











BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Peran Stilistika pada Bahasa
          Stilistika adalah cabang linguistik yang mempelajari ragam bahasa. Bisa pula dimaknai ilmu yang menerangkan alasan pemilihan ragam bahasa yang digunakan oleh individu atau kelompok sosial tertentu, produksi, dan penerimaan makna, analisis wacana, serta kritik sastra.
          Menurut Ratna Stilistika sebagai ilmu pengetahuan yang menfokuskan kajiannya pada gaya bahasa. Yakni yangmenjadi sumber penelitiannya adalah semuajenis komunikasi yang menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Jadi meliputi karya sastra dan karya seni, termasuk bahasa sehari-hari. Darbyshire (dalam Ratna, 2014) menunjukkan dua cara  untuk mengidentifikasi gaya bahasa, yaitu  a) secara teoritis, dilakukan dengan sengaja  menemukan ciri-ciri pemakaian bahasa yang khas pada umumnya dilakukan dalam kaitannya dengan penelitian ilmiah (analisis karya sastra), b) secara praktis, melalui pengamatan langsung terhadap pemakaian bahasa sehari-hari.
          Pembagian wacana menurut Idat (dalam Ratna)  dibagi menjadi empat jenis kajian a) kajian segi eksistensi (verbal dan nonverbal, b) media komunikasi(lisan dan tulisan), c)pemakaian (monolog, dialog, polilog), dan d) kajian dari segi pemaparan (naratif, deskriptif, prosedural,ekspositoris, dan hortatori). Penjelasan tersebut jelas bahwa dominasi kajian stilistika yaitu pada analisis linguistik . Kajian stilistika sastra hanya terkandung dalam subpemaparan secara naratif.   Seperti telah dijelaskan pada pendahuluan, bahwa fokus analisis ini adalah sintaksis.
2.2   Analisis Stilistika pada Guru-guru Dahsyat
Nisrina Lubis adalah penulis kelahiran Sorowaku, Sulawesi Selatan, 9 Januari 1984. Dia alumni UGM, FIB tahun  2007. Buku Guru-guru Dahsyat  ini ditulis tahun 2010 berisi kisah masa lalu para guru dalam memperjuangkan pendidikan diIndonesia dengan segala rintangan yang menghambatnya. Tokoh yang diangkat kisahnya adalah Xia, ButetManurung, Sukarso, S.A. Sujatna, S.S., M.Hum., Mahmud, Dasih, S.Pd.,Achmad Zen Purba, Prof. Azzumardi Azza, M.A., Sandiah, dan lain-lain.
Semua kisah nyata tersebut ditulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Beraneka ragam permasalahan yang dihadapi setiap tokoh yang disertai bagaimana tokoh secara bijaksana menyikapi konflik kemanusiaan terkait dengan pendidikan di Indonesia.
          Hiperbola, analisis gaya bahasa yang terdapat dalam karya Nisrina Lubis yang menceritakan kondisi realita masyarakat Indonesi. Gaya bahasa hiperbola ini sering dijumpai Lubis dalam memberikan penilaian kepada realita yang tidak sesuai dengan harapan. Seperti pendidikan nasional di Indonesia tidak dapat menyentuh  setiap anak Indonesia. Persoalan kurikulum hingga sistem pendidikan yang hanya mencetak tenaga kerja menjadi persoalan bagi masyarakat. (19) Begitu pula pada tulisannya di halaman 87  Namun tidak banyak yang tahu kalau peraih TheOutstanding Young Person of the World 1987 ini pernah melalui getirnya hidup menjadi pembantu rumah tangga, tukang batu, dan tukang semir sepatu di Blok M.  Pada halaman 88 telah disebutkan perjalanan hidup Seto di masa muda penuh liku yang pahit. Terdapat pula dihalaman 89  Seto benar-benar mulai dari bawah. Ia menjadi tukang batu kemudian tukang semir sepatu diBlok M. Berat sekali kondisi yang dihadapinya.
          Dalam kisahnya Sapardi Joko Damono terdapat satu gaya bahasa hiperbola yaitu  sumbangsih Sapardi cukup besar pada budaya dan sastra dengan melakukan penelitian, menjadi narasumber dalam berbagai seminar sebagai administrator dan mengajar, serta menjadi dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dia menyadari bahwa menjadi seorang sastrawan tidak akan memperoleh kepuasan finansial.
          Dalam kisahnya Bu Kasur juga terdapat gaya bahasa hiperbola, Bu Kasur tidak mengenal kata bosanberkecimpung dalam dunia pendidikan dasar anak-anak.
          Konotasi, selain gaya bahasa hiperbola terdapat pula pemilihan kata yang bermakna konotasi. Yaitu:
          Dia adalah seorang guru yang bisa memberikan kehidupan baru  bagi generasi muda bangsanya dengan satu cara yang membuat buku kuduk kita merinding.
          Dalam kisahnya Butet Manurung terdapat makna konotasi yaitu orang lokal mengejar mimpi.
          Dalam kisah Azzumardi Azzra kata bermakna konotasi adalah pada awalnya diatidaklah terobsesi atau bercita-cita menggeluti studi keislaman. Sebab dia lebih berniat memasuki bidang kependidikan umum di IKIP. (64)
          Kisah Alwi Dahlan dijelaskan Alwi Dahlan adalah orang Indonesia pertama yang menggondol gelar doktor ilmu komunikasi  dari Amerika Serikat

2.3    Analisis Stilistika pada Menjadi Wanita Paling Bahagia
          Bahasa sebagai media komunikasi (Idat) terdiri atas simbol-simbol yang membawa pesan secara arbitrer pada kajian analisis ini dalam bentuk bahasa tulis berjudul menjadi wanita paling bahagia. Karya `Aidh Al Qorni ini berbentuk buku yang telah diterbitkan oleh Qisthi Press berisi banyak nasihat yang ditujukan kepada para wanita. Baik remaja wanita maupun ibu rumah tangga. Model pemaparannya dikemas seperti halnya nasihat sehari-hari yang diberikan orang tua kepada anaknya.  Gaya penceritaan dalam buku ini tidak menunjukkan alur seperti dalam karya sastra. Seperti pendapatnya Ratna (2014:162) ada perbedaan gradual antara gaya dalam kehidupan sehari-hari dengan gaya bahasa dalam karya sastra. Peranan bahasalah yang membedakan di antara keduanya. Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari tidak berulang sehingga kehidupan sehari-hari tidak memerlukan plot. Sebaliknya dalam karya sastra, dengan medium bahasa peristiwa disusun kembali. Penyusunan inilah yang pada giirannya menghasilkan alur yang berbeda, sehingga muncullah keindahan dalam karya sastra.
          Contoh kutipan berisi nasihat padahalaman 56berjudul Agar Engkau Menjadi Wanita Tercanti di Dunia
Dengan kecantikanmu, engkau lebihindah dari matahari; dengan akhlakmu, engkau lebih harus dariaromaminyak mistik; dengan rendah hatimu, engkau lebih mulia dari bulan; dan dengan kelembutanmu, engkau lebih lembut dari rintik hujan. Maka, jagalah kecantikanmu dengan keimanan, kerelaanmu dalam menerimaapa yang ada dengan senang hati, dan harga dirimu dengan jilbab.
Ketahuilah, perhiasanmu bukanlah emas atau perak, tetapi dua rekaat menjelang Subuh, dahagamu di tengah hari yang panas saat berpuasa, dermamu yang tersembunyi dan hanya diketahui Allah semata, air mata tobat, sujud panjang di atas karpet ibadah dan rasa malumu kepada Allah tatkala tergoda oleh bisikan nista dan ajakan setan. Kenakanlah pakaian taqwa, maka engkau akan menjadi wanita tercantik di dunia, meskipun bajumu terkoyak. Kenakanlah mantel kesantunan, agar engkau menjadi wanita tercantik di dunia, kendati engkau tak memakai alas kaki.
Pemilihan kata yang digunakan Al Qorni sangat mendukung judul buku yakni diksi yang berkaitan dengan wanita seperti batu permata, emas, kalung, permata, berlian, mutiara, zamrud, yakut, nilam, safir, manikam, intan, kristal.
Menurut Ratna ( 2014:206) penegasan dalam bentuk perulangan kata (repetisi) merupakan hal penting dalam gaya bahasa daripada penegasan dengan menggunakan nada yang keras. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari sering dilakukan orang untuk menegaskan perlu adanya perulangan kata berkali-kali. Hal ini bisa dilihat dalam karya Al Qorni pada halaman 7.
Selamat datang ...
Saudariku yang tekun mendirikan shalat dan puasa dengan penuh kepatuhan dan kekhusukan.
 Saudariku yang memakai jilbab demi kesopanan, kewibawaan, dan kesucian diri.
Saudariku yang selalu belajar menelaah dengan penuh kesadaran dan ketulusan niat.
Saudariku yang selalu menepatijanji, bisa dipercaya, dan jujur.
Saudariku yang selalu bersabar, mawas diri, dan bertobat dengan penuh penyesalan.
...
Dalam karya ini juga menunjukkan adanya pengaruh religi yang sangat tinggi, terbukti banyak pemakaian kata yang bersifat keagamaan seperti shalat, berpuasa, hijab, berdzikir, bersyukur, berdoa, Allah, Al Quran, al Hadits, nabi, mukminah, sholihah, dan lain-lain.
Nasihat berbuat baik yang disampaikan Al Qorni ini sangat memperhatikan hati wanita. Terbukti nasihat diberikan dengan bahasa yang santun dan memberikan motivasi kepada hati wanita, serta berupa ajakan untuk mendorong hati berlaku positif .

1.      Optimislah meskipun engkau berada di tengah-tengah badai yang menerjang. (18)
2.      Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, setelah cucuran air mata akan terbit sebuah senyuman. (19).
3.      Sebaik-baik teman sepanjang hidupadalah buku. (26)
4.      Jika kesedihan datang mengurung dan duka mengurung, ucapkanlah La ilaha ilaa Allah. (27)
5.       Jangan turuti tamak! Seandainya engaku puas dengan yang ada, pasti engkau tetap bebas dan mereka. (30)
6.      Penyakit merupakan pesan yang menyimpan kabar gemira, sedangkan kesehatan adalah perhiasan yang sangat berharga. (31)
7.      Shalat itu merupakan penjamin kelapangan dada dan pengusir keresahan. (37)
8.      Abaikan segala sesuatu yang engkau tidak mampu melakukannya. Pergunakanlah waktumu untuk memperbaiki hal-hal yang engkau mampu melakukannya. (104)
9.      Jalan kebahagiaan ada di depanmu. Carilah ia dengan ilmu, amal shaleh, dan akhlak mulia. Bersikaplah objektif dalam setiap hal, niscaya akan bahagia. (210)
10.  Jadikanlah rumahmu sebagai surga kedamaian, bukan arena keributan. Sesungguhnya ketenangan itu adalah nikmat. (232)
Pada karya ini juga terdapat uraian tentang pemakaian perintah dan larangan yang disertai alasan. Ini menunjukkan bahwa penulis dalam memberikan perintah atau larangan bukan hanya sekedar semosional untuk memerintah atau melarang,  melainkan juga disertai sikap tanggung jawab untuk memberikan alasan atas perintah dan larangannya. Antara lain seperti di bawah ni.
1.      Kami nasihatkan kepadamu untuk tekun bekerja, jangan malas, bosan maka engkau akan menemukan kelapangan, kebahagiaan, dan kegembiraan.
2.      Jangan sia-siakan waktumu dengan kekosongan karena hal itu akan mendatangkan penderitaan, kesempitan hati, godaan, keraguan, dan kesuraman jiwa yang tidak akan bisa dihilangkan kecuali dengan pekerjaan.
3.      Jauhilah segala perbuatan maksiat. Sebab maksiat adalah pemicu kesebihan, terutama maksiat yang sering dilakukan para wanita, melihat sesuatu yang diharamkan, mempertontonkan kecantikan, berpacaran.
4.      Jangan engkau mengingkari hak-hak suami dan tidak mengaku kebaikannya. Itulah dosa-dosa yang sering diperbuat wanita, bertaqwalah karena taqwa menjamin kebahagiaanmu dan keridlaan-Nya atas ketulusan hatimu.
5.      Jangan menonton tayangan yang tidak bermanfaat karena akan mengikis rasa malu, kehormatan, dan agamamu.
6.      Janganlah melihat majalah porno dan cabul, membaca pemikiran kotor, buku-buku sesat, atau roman yang tidak bermoral karena akan menimbulkan kebimbangan jiwa dan mengotori ketulusan hati.
7.      Teladanilah Asiyah (isteri Firaun), Maryam (ibu Nabi Isa a.s.), Khadijah (isteriNabi Muhammad saw), Asma binti Abu Bakar), dan Fatimah (putri Nabi Muhammad saw) karena mereka adalah orang-orang terpilih yang baik.
8.      Setiap pagi tiba, ingatlah bahwa pagi itu terasa panjang bagi yang sengsara, sedang engkau berada dalam kenikmatan.  Pagi itu terasa membosankan bagi orang yang kelaparan, dengan merenung maka engkau akan merasa  banyak bersyukur.


             






















BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Bahasa sebagai media yang digunakan manusia untuk alat komunikasi merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif baik komunikasi lisan maupun tulisan. Pemakaian bahasa ini menandakan karakter pengguna yang dapat membedakan antara satu orang dengan orang lain. Ini membuktikan bahwa kebesaran Yang Maha Kuasa dapat dilihat dari perilaku parmakhluk-Nya.
Stilistika adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari ragam bahasa. Kajian kongret stilistika adalah gaya bahasa pada dua buku karya Nirina Lubis dan `Aidh Al-Qorni.
Dari analisis stilistika pada kedua buku tersebut dapat disimpulkan bahwa
-          Setiap pengarang buku mempunyai gaya kepenulisan yang berbeda-beda, yang disebabkan latar belakang penulis.
-          Terdapat perbedaan gaya kepenulisan antara kisah dan nasihat (nonfiksi). Kisah diceritakan dengan sudut pandang orang ketiga sedangkan nasihat diinformasikan langsung kepada pembaca.
-          Gaya bahasa pada kisah lebih didominasi pada kata bermakna konotasi, dan gaya bahasa hiperbola, sedangkan nasihat ditulis seperti halnya berkomunikasi dengan sahabat karib.
3.2    Saran
            Setelah menganalisis stilistika pada hasil karya, disarankan kepada:
Penulis : hendaknya para penulis meningkatkan kepenulisannya dengan menggunakan gaya bahasa yang disesuaikan dengan pangsa pasar (pembaca) serta memperhatikan tata tulis (ejaan).
Pembaca : hendaknya setiappembaca lebih selektif menemukan buku bacaan atau menyeleksi buku yang dibaca karena waktu yang digunakan membaca apabila bahan bacaan kurang bermanfaat juga ikut terbuang sia-sia. 






Daftar Pustaka
-          Al-Qorni,`Aidh. 2012. Menjadi Wanita Paling Bahagia.Jakarta: Qisthi Press.
-          Lubis, Nisrina. 2010. Guru-guru Dahsyat. Jogjakarta: FlashBooks
-          Ratna, Nyoman Kutha. 2014.Stilistika,Kajian Puitika Bahasa,Sastra, dan Budaya.    Yogyakarta: Pustaka Pilar.

GAYA BAHASA SEHARI-HARI DALAM ANTOLOGI PUISI BAJU BULAN KARYA JOKO PINURBO DAN TAMASYA CELURIT MINOR KARYA M. HELMY PRASETYA Hayyul Mubarok (20152110012)

GAYA BAHASA SEHARI-HARI DALAM ANTOLOGI PUISI BAJU BULAN KARYA JOKO PINURBO DAN TAMASYA CELURIT MINOR 
                                                  KARYA M. HELMY PRASETYA                                                            




Hayyul Mubarok  (20152110012)




























GAYA BAHASA SEHARI-HARI
DALAM ANTOLOGI PUISI BAJU BULAN KARYA JOKO PINURBO
DAN TAMASYA CELURIT MINOR KARYA M. HELMY PRASETYA

Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Stilistika berkaitan dengan pengertian ilmu tentang gaya secara umum, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Stilistika dalam karya sastra merupakan bagian stilistika budaya itu sendiri. Meskipun demikian, dengan adanya intensitas penggunaan bahasa, maka dalam karya sastralah pemahaman stilistika paling banyak dilakukakan.
Gaya bahasa bukan sekedar saluran, akan tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Gaya bahasa yang baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dapat memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Sebaliknya di dalam puisi. Puisi merupakan bagian dari karya sastra. Teeuw dalam bukunya yang berjudul Tergantung pada Kata (1980) menganalisis sepuluh puisi dari sepuluh penyair terkenal, sehingga dapat mewakili ciri-ciri pemakaian bahasa pada masing-masing puisi sekaligus mewakili  kekhasan personalitas pengarangnya. Semua pembicaraan mengenai gaya bahasa sudah diangkat ke tataran sistem sosial sehingga dapat disebutkan sebagai stilistika sastra. Judul itu sendiri menunjukkan hakikat kemampuan kata-kata dalam mengevokasi makna.
Membaca puisi berarti bergulat secara terus menerus terhadap struktur bahasa. Sajak yang baik adalah perjuangan total penyair, dan oleh karena itu, harus diimbangi dengan kemampuan total pembaca. Dalam hubungan inilah dipermasalahkan ilmu gaya bahasa bukan semata-mata gaya bahasa. Sejajar dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam revolusi dalam bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan pada umumnya. Seperti apa yang ada di dalam antologi puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo dan antologi puisi Tamasya Celurit Minor karya M. Helmy Prasetya yang di dalamnya beranekaragam gaya bahasa sehari-hari yang termuat di dalamnya. Di dalamnya juga banyak metafor untuk membolak-balik hubungan itu dan mengolah sudut pandang anak dengan permaianan waktu yang memikat, serta gaya-gaya bahasa sehari-harinya tersebut dapat membunuh pembaca.
Adanya maksud dari latar belakang diatas, untuk mengungkap sebagian masalah gaya bahasa sehari-hari yang ada di dalam antologi puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo dan antologi puisi Tamasya Celurit Minor karya M. Helmy Prasetya. Selain dari masalah tersebut yang akan dibahas dalam permasalahan yang sederhana ini, ada juga metode yang akan digunakan dalam pemecahannya yaitu, metode deskripsi kualitatif. Metode ini merupakan metode yang mengurai bahan penelitian, lalu dikaitkan dengan teori. Sedangkan kode yang digunakan yaitu terdiri,  judul buku/judul puisi/bait/halaman. Seperti contoh (bb/smup/2/15). Keterangan, BB:Baju Bulan, SMUP:surat malam untuk paska, 2:bait, 15:halaman, begitupun seterusnya.
Selanjutnya kajian teori. Secara etimologis stilistika berkaitan dengan style (bahasa Inggris). Sytle artinya gaya, sedangkan stylistics artinya ilmu tentang gaya (Jabrohim 2001:172). Stilistika  adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana (Sudjiman 1993:13). Gaya dalam kaitan ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya satra.
Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra (Sudjiman, 1993:3). Sangat menarik bahwa dalam perkembangan linguistik terapan bahwa munculnya minat bahkan kesungguhan hati para pakar linguis untuk menerapkan teori dan pendekatan linguistik dalam rangka pengkajian sastra. Begitu eratnya pengkajian bahasa dan sastra, sehingga bidang studi stilistika menjadi incaran yang menggairahkan bagi para ahli bahasa dan ahli sastra. Stilistika dapat dianggap menjembatani kritik sastra dan linguistik, karena stilistika mengkaji wacana sastra dengan mengkaji dengan orientasi
linguistik (Sudjiman 1993:3).
Menurut Jabrohim (2001:173), hubungan antara sastra dan bahasa hamper selalu bersifat dialektis (bersangkutan). Sastra juga seringkali mempengaruhi bahasa. Ciri khas sebuah karya sastra tidak saja dilihat berdasarkan genrenya, tetapi dapat pula dilihat melalui konvensi sastra maupun konvensi bahasanya. Khusus dalam kaitan bahasa dalam sastra, pengarang mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan gagasannya dengan tujuan tertentu. Stilistika sesungguhnya tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan, akan tetapi juga dalam bahasa pada umumnya. Namun, perlu diingat bahwa karya sastra merupakan kesatuan wacana yang memuat seluruh gagasan atau ide pengarangnya. Selain itu, karya sastra juga memiliki gaya bahasa yang umumnya mencerminkan totalitas karya, tidak hanya sekadar bagian-bagian dari aspek bahasa.
Kajian stilistika memperhatikan kekhasan gaya dan mempelajari kecenderungan yang menonjol dan melupakan bahwa karya sastra merupakan kesatuan (Jabrohim 2001:175). Kajian stilistika akan memberi keuntungan besar bagi studi sastra jika dapat menentukan suatu prinsip yang mendasari kesatuan karya sastra, dan jika dapat menemukan suatu tujuan estetika umum yang menonjol dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya (Wellek 1989:229).
Kajian stilistika diarahkan untuk membahas isi karya sastra. Kajian stilistika bertolak dari asumsi bahwa bahasa mempunyai tugas dan peran yang penting dalam kehadiran karya sastra. Bahasa tidak dapat dilepaskan dari sastra. Keindahan sebuah karya sastra sebagian besar disebabkan kemampuan penulis mengeksploitasi kelenturan bahasa sehingga menimbulkan kekuatan dan keindahan (Semi 1990:81). Dengan demikian, kajian stilistika secara umum dilakukan sebagai upaya untuk menggali totalitas makna karya sastra dan analisis secara khusus yang mencoba melihat gaya bahasa bagian perbagian.
Stilistika meneliti fungsi puitik bahasa (Sudjiman 1993:3). Akan tetapi, kajian stilistika juga digunakan sebagai metode untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impresif dan subjektif. Melalui kajian stilistika diharapkan dapat memperoleh hasil yang memenuhi kriteria objektifitas dan keilmiahan (Aminuddin 1995:42).
Secara umum, lingkup telaah stilistika mencakupi diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra (Sudjiman, 1993:13-14). Selain itu, aspek-aspek bahasa yang ditelaah dalam studi stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat sehingga lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat. Dari beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya bahasa dalam karya sastra, yang tidak hanya meneliti tentang penggunaan bahasa yang ada di dalam karya sastra.
Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengunkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Style (gaya bahasa) menyarankan pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk kajian tertentu. Menurut Satoto (2012:150), gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Gaya merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya (Aminuddin 1995:1). Sebagai wujud cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata, kalimat, dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Menurut Muljana (dalam Pradopo 2010:93), gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa tersebut untuk menimbulkan reaksi tertentu dan menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca.
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan 2009:4). Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara atau menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca.
Menurut Jorgense dan Phillips (dalam Ratna 2009:84), gaya bahasa bukan sekedar saluran, akan tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Ratna 2009:84), gaya bahasa yang baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dapat memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu (Sudjiman 1993:13). Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
Menurut Endraswara (2008:72), bahasa sastra adalah bahasa khas. Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dipoles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian, seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya kata, dan mahir dalam menggunakan gaya bahasa maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih berbobot. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan dimana bahasa itu digunakan.
Nilai seni sastra ditentukan oleh gaya bahasanya (Pradopo 1991:1). Gaya bahasa dapat dikatakan sebagai keahlian seorang pengarang dalam mengolah kata-kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas, tidak hanya menyangkut masalah kata tetapi juga rangkaian dari kata-kata tersebut yang meliputi frasa, klausa, kalimat, dan wacana secara keseluruhan termasuk kemahiran pengarang dalam memilih ungkapan yang menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasuk akalan suatu karya yang merupakan hasil ekspresi diri.
Menurut Endraswara (2008:73), gaya bahasa merupakan seni yang dipengaruhi oleh nurani. Melalui gaya bahasa sastrawan menuangkan idenya. Bagaimanapun perasaan saat menulis, jika menggunakan gaya bahasa, karya yang dihasilkan akan semakin indah. Jadi, dapat dikatakan gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra. Gaya bahasa merupakan efek seni dalam sastra yang dipengaruhi juga oleh nurani. Melalui gaya bahasa itu seseorang sastrawan akan menuangkan ekspresinya. Gaya bahasa sastra memang berbeda dengan gaya bahasa dalam pembicaraan sehari-hari. Gaya bahasa sastra adalah ragam khusus yang digunakan pengarang untuk memperindah teks (Ratna 2009:161).  Semua gaya dalam hubungan ini gaya karya sastra, khususnya karya sastra yang berhasil adalah artificial (buatan), diciptakan dengan sengaja. Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi langsung pemikiran dan perasaan. Tanpa adanya proses hubungan yang harmonis antara pemikiran dan perasaan, maka gaya bahasa tidak ada. Dalam aktivitas kreatif komunikasi antara pemikiran dan perasaan diproduksi secara terus-menerus sejak awal hingga akhir cerita, sehingga keseluruhan karya dapat dianggap memiliki gaya bahasa. Perbedaannya, ciri-ciri perasaan dominan dalam puisi, sebaliknya, pemikiran dominan dalam prosa.
Untuk dapat memahami makna puisi secara total kita dapat mengkaji hubungan stilistika itu sebagai salah satu unsur yang membangun puisi tersebut dengan unsur-unsur yang lain secara keseluruhan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2010:276), gaya bahasa (stile) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa atau seorang pengarang mengungkapkan seseuatu yang ingin dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan lain-lain. Dalam stile (gaya bahasa) terdapat unsur-unsur yang mendukung keindahan karya sastra. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2010:289), unsure stile terdiri dari fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika (berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan sebagaianya). Analisis unsur stile dilakukan dengan cara mengidentifikasi masing-masing unsur tanpa mengabaikan konteks, menghitung frekuensi kemunculannya, menjumlahkan, dan mendeskripsikan kontribusinya bagi stile dalam karya sastra secara keseluruhan. Sedangkan, menurut Lecch (dalam Nugiyantoro 2010:289), mengemukakan bahwa unsur stile terdiri dari unsur leksikal, gramatikal, penyiasatan strukur (figures of speech), konteks, dan kohesi. Unsur stile dalam karya sastra yang berupa wujud penggunaan bahasa mencakup seluruh penggunaan unsur bahasa dalam karya sastra itu sendiri.
Dari beberapa beberapa uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah bahasa khas pengarang dalam karya sastra. Gaya bahasa dapat membuat karya sastra lebih hidup dan bervariasi serta dapat menghindari hal-hal yang bersifat monoton yang dapat membuat pembaca bosan. Unsur gaya bahasa terdiri atas fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika (berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan sebagaianya).
Begitukan dalam pembahasan Gaya Bahasa Sehari-Hari Dalam Antologi Puisi Baju Bulan Karya Joko Pinurbo. Gaya bahasa merupakan suatu cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengunkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Style (gaya bahasa) menyarankan pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, dan untuk kajian tertentu. Gaya merupakan cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Begitupun gaya bahasa yang digunakan oleh penyair yang bernama Joko Pinurbo tersebut. Di dalamnya mempunyai style tersendiri seperti kutipan puisinya yang berada dalam antologi puisi Baju Bulan sebagai berikut.
PENUMPANG TERAKHIR
Setiap pulang kampung, aku selalui menemui bang becak
yang mangkal di bawah pohon beringin itu dan memintanya
mengantarkanku ke tempat-tempat yang aku suka.
Entah, mengapa aku sering kangen dengan becaknya
Mungkin karena genjotannya enak, lancar pula lajunya.
(BB/PT/1/25)
Dari kutipan puisi tersebut, mengungkapkan mengenai kejadian sehari-hari. Menegaskan bahwa setiap pulang kampung ia selalu meminta antar pada tukang becak untuk keliling-keliling. Dalam kutipan puisi tersebut cara penyampaiannya dengan gaya bahasa yang sederhana, atau bahasa sehari-hari. Tapi, kutipan puisi yang menggunakan gaya bahasa sehari-hari tersebut sangatlah  berkesan bagi pembaca. Seperti larik setiap pulang kampung, dan juga tukang becak, serta mengantarkanku ke tempat-tempat yang aku suka itu semua merupakan kalimat sederhana, kalimat sehari-hari yang mudah dimengerti.
Selain dari kutipan puisi di atas, juga ada kutipan puisi yang berada dalam antologi puisi Baju Bulan yang menggunakan gaya bahasa sehari-hari seperti kutipan puisi berikut
ANAK SEORANG PEREMPUAN
Hingga dewasa saya tidak tahu saya ini
Sebenarnya anak siapa. Sejak lahir saya diasuh
Dan dibesarkan Ibu tanpa seorang ayah.
(BB/ASP/1/30)
Dari kutipan tersebut, memperkuat mengenai penggunaan bahasa sehari-hari yang berada dalam antologi puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo tersebut. Seperti  larik hingga dewasa saya tidak tahu saya ini anaknya siapa yang merupakan gaya bahasa sehari-hari. Namun, penyampaiannya sangat halus dan sangat menyentuh. Jika dilihat dari segi maknanya, puisi tersebut telah sampai pada kodratnya walaupun dengan bahasa sederhana, atau bahasa sehari-hari.
Gaya merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata, kalimat, dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Memang gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa tersebut untuk menimbulkan reaksi tertentu dan menimbulkan tanggapan pikiran kepada pembaca. Di dalam kumpulan puisi Baju Bulan karya Joko Pinurbo juga mengurai hal seperti itu, seperti kutipan puisi berikut.
TEROMPET TAHUN BARU
Aku dan ibu pergi jalan-jalan ke pusat kota
Untuk meramaikan malam tahun baru
(BB/TTB/1/58)
Nampak jelas kutipan tersebut, bahasa yang digunakan sehari-hari. Seperti larik aku dan ibu pergi jalan-jalan ke pusat kota, tanpa memikirkan hal berat pun orang sudah mengerti ketika membacanya. Dan juga dilanjutkan pada larik untuk meramaikan malam tahun baru semakin menggunakan kata sederhana. yaitu untuk merayakan tahun baru. Jika di cermati secara sungguh-sungguh, kesinambungan kata tersebut sangatlah tajam. Karena jika seseorang pergi ke kota, otomatis orang itu dari pedesaan. Ia pergi jauh-jauh dari desa hanya untun merayakan tahun baru di pusat kota. Itulah kekuatan makna yang ada walaupun bahasa tersebut sangat sederhana, atau bahasa sehari-hari. Gaya bahasa sehari-hari jika dikemas dengan baik, maka bahasa itu akan menjadi indah dan mengalir dengan sendirinya pada para pembaca.
Selanjutnya Pembahasan Gaya Bahasa Sehari-Hari Dalam Antologi Puisi Tamasya Celurit Minor Karya M. Helmy Prasetya. Gaya bahasa yang digunakan oleh penyair M. Helmy Prasetya dalam antologi puisinya  Tamasya Celurit Minor ini, juga menyguhkan hal yang sama, namun tidak begitu nampak kalau itu bahasa sehari-hari. Sedangkan jika dilihat dari judul antologi puisinya yaitu Tamasya Celurit Minor merupakan sebuah perjalanan, atau jelajah dalam kehidupan. Namun pada pembahasan ini mengumkap pemakaian bahasa sederhana atau sehari-hari. Seperti yang ada pada kutipan puisi berikut.
TAMASYA 1
Aku ingin jalan-jalan, Ayah
Melihat madura
Berjalanlah kau ke barat, Nak
Saat orang berkata surga maka
masuklah
(TCM/T1/1/1)
Nampak jelas bahwa kutipan puisi tersebut menggunakan gaya bahasa sehari-hari. Jika di pahami secara serius, kutipan puisi tersebut seperti dialog, mungkin memang dialog antara anak dan ayah. Seorang anak yang menanyakan atau mengungkapkan keinginannya pada ayahnya bahwa ia ingin jalan-jalan. lalu dijawab oleh ayahnya. Sedangkan penggunaan gaya bahasa sehari-harinya terletak pada keutuhan bait puisi tersebut. Seperti larik puisi Aku ingin jalan-jalan, Ayah Melihat madura itulah bahasa sehari-hari. Jika dikaitkan dengan hal yang lain, mungkin manusia pasti merasakan hal yang sama, ingin jalan-jalan dan berdialog dengan bahasa tersebut walaupun tidak sama. Sedangkan kekuatan bait puisi ini terletak pada sesuatu hal yang seolah-olah tak berdosa, seorang anak yang mengajak ayahnya. Lalu di kuatkan dengan larik puisi Berjalanlah kau ke barat, Nak dialog ayah yang menunjukkan ke arah yang baik. Saat orang berkata surga maka masuklah yang menunjukkan bahwa suau nasihat terhadap anaknya untuk bisa memilah tentang jalan yang lurus, bukan jalan yang tersesat, bisa juga dikatakan jalan keindahan.
Selain dari kutipan tersebut, juga ada kutipan yang sama, dan menunjukkan bagaimana seorang pengarang mengunkapkan sesuatu yang akan dikemukakan, menyarankan pada pemakaian bahasa dalam konteks tertentu. Seperti kutipan antologi puisi Tamasya Celurit Minor karya M. Helmy Prasetya berikut.
TAMASYA 4
Di atas tanah kami
Kami punya kampung yang rukun
Dalam sajian sambal ikan asin
Untuk kami suguhi kepada tamu
(TCM/T4/1/4)
Dari kutipan puisi tersebut menunjukkan bahwa ada suasana perkampungan yang berada di tanah kelahiran, serta hidangan yang sederhana, tapi sangat lezat. Sekilas pengantar dalam makna yang terurai pada bait puisi tersebut. sedangkan bahasa yang digunakan sangatlah sederhana, tapi sangat menyentuh pada pembaca. Mungkin bagi seseorang akan merasakan dan mempunyai makanan yang khas di tanah kelahirannya.
Jika dilihat dari segi bahasa sehari-hari yang digunakan terletak pada keutuhan bait tersebut. seperti larik di atas tanah kami, kami punya kampung yang rukun yang merupakan bahasa yang sederhana, atau bahasa sehari-hari. Bahasa yang datar, tapi berkesan. Lalu dilanjutkan pada larik dalam sajian sambal ikan asin, untuk kami suguhi kepada kami yang merupakan bahasa yang sangat mudah dimengerti. Tapi bahasa tersebut akan membuat orang berpikir, dan membayangkan suasana yang ada di dalam bait tersebut, serta mengalir dalam pikirannya.
Pembahasan yang ke tiga yaitu, Perbedaan Antara Antologi Puisi Baju Bulan Karya Joko Pinurbo Dengan Tamasya Celurit Minor Karya M. Helmy Prasetya. Keduanya adalah penyair yang di dalam karyanya memuat gaya bahasa yang sederhana, tapi dapat membunuh pembaca, namun ada perbedaan karakter gaya penulisan anatara keduanya. Di dalam antologi puisi Baju Bulan misalnya, di dalamnya mengarah pada suasana yang sedikit kasar dalam bahasanya. Sedangkan di dalam antologi puisi Tamasya Celurit Minor sedikit halus. Itu sekilas apa yang dibahas mengenai bait-bait puisi antara kedunya. Walaupun jika di lihat dari keutuhan isi buku puisinya sama-sama ada yang kasar, sama-sama saling membunuh. Hanya saja si peneliti membandingkan bait-bait puisi yang di uarai dlam penelitian ini.
Menyimpulkan pembahasan di atas, gaya bahasa bukan sekedar saluran. Akan tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Gaya bahasa yang baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa dapat memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya. Gaya bahasa dapat digunakan dalam segala ragam bahasa baik ragam lisan, tulis, nonsastra, dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Akan tetapi, secara tradisional gaya bahasa selalu ditautkan dengan teks sastra, khususnya teks sastra tertulis. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Seperti apa yang ada di dalam antologi puisi kedua penyair tersebut mempunyai ciri khas. Khas karena bahasanya telah direkayasa dan dipoles sedemikian rupa. Dari polesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang manis. Dengan demikian, seharusnya pemakaian gaya bahasa harus didasari penuh oleh pengarang. Bukan hanya suatu kebetulan gaya diciptakan oleh pengarang demi keistimewaan karyanya. Jadi dapat dikatakan jika pengarang pandai bersilat bahasa, kaya kata, dan mahir dalam menggunakan gaya bahasa maka karyanya akan semakin mempesona dan akan lebih berbobot. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan dimana bahasa itu digunakan.





DAFTAR PUSAKA
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. STILISTIKA Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pinurbo, 2013. Baju Bulan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Prasetya, 2015. Tamasya Celurit Minor, Bangkalan: PT ML.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminnuddin. 1997. Stilistika, Pengantar Memahami Karya Sastra. 
Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Wellek, R dan Warren, A. 1993.  Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nurhayati. 2008. Teori dan Aplikasi Stilistik. Penerbit Unsri.