Rabu, 30 Desember 2015

KAJIAN STILISTIKA BUKU “INDONESIA BAGIAN DARI DESA SAYA” KARYA EMHA AINUN NAJIB DAN “BEKERJA DENGAN HATI NURANI” KARYA AKH. MUWAFIK SALEH



KAJIAN STILISTIKA
BUKU “INDONESIA BAGIAN DARI DESA SAYA”
KARYA EMHA AINUN NAJIB
DAN
“BEKERJA DENGAN HATI NURANI”
KARYA AKH. MUWAFIK SALEH **)

DISUSUN OLEH:
MOCH. MALIK (NIM. 20152110005) *)


A. Pendahuluan
Setiap pengarang memiliki gaya bertutur atau gaya penulisan yang khas dirinya. Ada pengarang yang suka memasukkan idiom-idiom sesuai latar belakang budayanya maupun kosa kata yang tidak umum atau bahkan jarang dipakai orang lain. Dari segi struktur gramatika, ada pula pengarang yang cenderung memakai kalimat-kalimat panjang, sementara yang lain lebih banyak memakai kalimat-kalimat pendek. Untuk menelaah gaya bahasa pengarang ini dapat dikaji melalui kajian stilistika.
Stilistika, menurut Budiman  (1999:111) merupakan subdisiplin linguistik yang mengarahkan perhatian terhadap teks-teks sastra. Stilistika menerapkan metode-metode struktural terhadap teks-teks sastra. Disamping itu dilihat dari perspektif lain, stilistika dapat dipahami sebagai suatu disiplin otonom yang mencoba menerapkan secara efektif metode-metode, baik linguistik maupun ilmu sastra.
Gaya bahasa sastra memiliki kekhasan, karena berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari. Kendati demikian, tidak berarti buku-buku non sastra tidak memiliki kekhasan dan tidak menggunakan gaya bahasa maupun kalimat-kalimat sebagaimana dalam sastra. Buku-buku sosiologi maupun psikologi sering kali ditulis dengan menggunakan gaya bahasa yang umum dipakai dalam sastra. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan sugesti atau daya tarik kepada pembaca agar dapat menyelami isi buku tanpa harus merasa digurui atau diceramahi penulis.
Buku Indonesia Bagian dari Desa Saya, yang ditulis oleh Emha Ainun Najib dan buku Bekerja dengan Hati Nurani Karya Akh. Muafik Saleh  laik kita perbincangkan untuk kita telaah dari kajian Stilistika ini. Kedua buku ini ditulis untuk membangkitkan kesadaran pembaca tentang pentingnya menggunakan hati dalam setiap tindakan kita.
Dalam konteks kajian ini, gaya bahasa tidak hanya sebatas majas, tetapi mencakup gaya penulisan atau gaya bertutur, pilihan kata, dan kata-kata khas yang orisinal dari penulisnya. Karena penulis mengkaji buku nonfiksi, maka kajian ini difokuskan pada masalah leksikal dan gramatikal.
B. Kajian Teoritis
1. Pengertian Stilistika
Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (syle) secara umum sebagaimana akan dibicarakan secara lebih luas pada bagian berikut adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal.
Dalam Kamus Linguistik, Kridalaksana (1982:159) membeberkan pengertian stilistika.
1) Ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan.
2) Penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Dalam Kosa Semiotika, Budiman menuliskan bahwa dilihat dari sudut pandang tertentu, stilistik merupakan subsidiplin linguistik yang mengarah perhatian terhadap teks-teks sastra. Stilistik menerapkan metode-metode struktural terhadap teks-teks sastra. Disamping itu dilihat dari perspektif lain, stilistik dapat dipahami sebagai suatu disiplin otonom yang mencoba menerapkan secara efektif metode-metode baik linguistik maupun ilmu sastra (1999:111).
Menurut Shipley (1957:341) stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari kata stilus (latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis diatasbidang berlapis lilin. Bagi mereka yang dapat menggunakan alat tersebut secara baik disebut sebagai praktisi gaya yang sukses (stilus exercitotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat menggunakannya dengan baik disebut praktisi gaya yang kasar atau gagal (stilus rudis).
Sukada (1987 :87) mendefinisikan gaya bahasa dalam sejumlah butir pernyataan: a) gaya bahasa adalah bahasa itu sendiri, b) yang dipilih berdasarkan struktur-struktur tertentu, c) digunakan dengan cara yang wajar, d) tetapi tetap memiliki ciri personal, e) sehingga memiliki ciri-ciri, f) sebab lahir dari diri pribadi penulisnya, g) disusun secara sengaja agar menimbulkan efek tertentu dalam diri pembaca, h) isinya adalah persatuan antara keindahan dengan kebenaran.
Dengan mempertimbangkan definisi gaya bahasa sebagai pemakaian bahasa secara khas dan stilistika sebagai ilmu pengetahuan mengenai gaya bahasa, maka sumber penelitiannya adalah semua jenis komunikasi yang menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Jadi, meliputi baik karya sastra dan karya seni lainnya, maupun bahasa sehari-hari.
2. Komponen Stilistika
Komponen stilistika teks nonfiksi yang dikaji dalam artikel ini meliputi: a). unsur leksikal; b). unsur gramatikal; dan c). unsur retorika.
1. Unsur Leksikal
Unsur leksikal sama pengertiannya dengan diksi adalah penggunaan kata tertentu yang sengaja dipilih penulis dalam paparannya. Dalam konteks ini dipertimbangkan dari segi bentuk dan makna.
Bentuk kata berkaitan dengan jenis-jenis kata yang digunakan. Makna kata lebih dipilih yang yang memberi motivasi dan dapat  mengungkapkan gagasan, yang membangkitkan semangat dan inspiratif.
2. Unsur Gramatikal
Unsur gramatikal maknanya sama dengan struktur kalimat. Struktur kalimat ini lebih penting dari kata-kata. Berdasarkan struktur kalimat ini akan dapat diungkapkan pesan, atau makna yang sering disebut struktur batin.
Dalam  menganalisis teks nonfiksi dapat dikaji unsur kalimat itu berupa (1) Kompleksitas kalimat; (2) Jenis kalimat; dan (3) Jenis klausa dan frasa.
3. Unsur Retorika
Retorika sebagai kemahiran atau seni mengandung unsur bakat (nativisme), kemudian retorika sebagai ilmu akan mengandung unsur pengalaman (empirisme), yang bisa digali, dipelajari dan diinventarisasikan. Hanya sedikit perbedaan bagi mereka yang sudah mempunyai bakat akan berkembang lebih cepat, sedangkan bagi yang tidak mempunyai bakat akan berjalan dengan lamban. Dari sini kemudian lahirlah suatu anggapan bahwa Retorika merupakan artistic science (ilmu pengetahuan yang mengandung seni), dan scientivicart (seni yang ilmiah). Sementara menurut yang lain, retorika (rhetoric) secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berbicara Dan kini lebih dikenal dengan nama Public Speaking.
Dewasa ini retorika cenderung dipahami sebagai “omong kosong” atau “permainan kata-kata” (“words games”), juga bermakna propaganda (memengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku orang lain). Teknik propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling (pemberian julukan buruk, labelling theory), Glittering Generalities (kebalikan dari name calling, yakni penjulukan dengan label asosiatif bercitra baik), dan Eufemism (penghalusan kata untuk menghindari kesan buruk atau menyembunyikan fakta sesungguhnya). Menurut Kenneth Burke, bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang pembicara hendaknya mampu mendramatisir (membuat jama’ah merasa tertarik) terhadap pembicara, sedangkan menurut Walter Fisher bahwa setiap komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk berceramah dan untuk menjadi muballigh.
C. Pembahasan
Kajian Stilistika Buku “Indonesia Bagian dari Desa Saya” Karya Emha Ainun Najib dan Buku “Bekerja dengan Hati Nurani” Karya Akh. Muwafik Saleh
1. Unsur Leksikal
Dari segi bentuk, Buku Bekerja dengan Hati Nurani, Akh. Muwafik Saleh lebih banyak menggunakan kata-kata yang diperhalus yang mengesankan kesantunan penulisnya sebagai seorang motivator dan penceramah. Dari segi makna, Saleh tetap berpijak pada makna denotasi untuk memperkuat gagasan dan memperjelas maksud. Misalnya, pada bab 2, Motivasi Kerja dalam Islam, Saleh mengawali tulisannya dengan tujuh baris pernyataan yang ditulis dengan kata-kata indah seperti tertera di bawah ini.
Bekerja adalah rekreasi terbesar
Dapat mendatangkan uang
Mengundang simpati,dan sebagai ladang ibadah 
Dengan bekerja, zakat, infak, dan sedekah dapat dilaksanakan.
Dengan bekerja, kita mengenal diri.
Dengan bekerja, kita mengenal dunia
Bekerja adalah jembatan menuju akhirat.
Dilihat dari segi bentuk penyampaian, baris-baris pernyataan di atas disusun layaknya puisi. Kendati demikian, itu merupakan kata-kata bijak yang dirangkai untuk memberikan motivasi kepada pembaca agar bekerja tidak dianggap sebagai beban tetapi merupakan kebutuhan semua orang.
Kata-kata simpati, ibadah, bekerja, zakat, infak, sedekah, dunia, akhirat merupakan bentuk-bentuk kata yang masih bisa dicari rujukan secara langsung dalam arti yang sesungguhnya (denotatif). Kendati demikian, untuk memberikan sentuhan keindahan, Saleh juga kerap menggunakan kata-kata konotatif, seperti dalam contoh di atas dimunculkan kata: rekreasi, ladang ibadah, dan jembatan.
Buku Indonesia Bagian dari Desa Saya, Emha Ainun Najib banyak menggunakan kata-kata yang terkesan kasar, lugas, dan apa adanya.  Hal itu dapat ditemukan hampir pada semua bagian bab demi bab dalam buku ini. Cak Nun kerap menggunakan kata-kata yang banyak dipakai dalam obrolan di warung-warung, atau dalam suasana jagongan. Misalnya, kata maling, nyolong, bromocorah, gendruwo, ngakali, dengkulmu, kere, petakilan, rai gedhek, sumpah,dll. Hal itu tidak terlepas dari latar belakang penulis sebagai orang Jawa Timur yang dikenal lugas, terang-terangan, apa adanya.
Kendati demikian, Cak Nun juga masih memberikan sentuhan keindahan dan kesantunan berbahasa dengan menyajikan kata-kata jawa halus. Misalnya, penggunaan kata ngapunten, nuwun sewu, nyuwun sepuro, panjenengan, tanggap ing sasmito, tanggap ing pamrih, dll.
2. Unsur Gramatikal
Kalimat-kalimat yang dipakai Saleh dalam buku Bekerja dengan Hati Nurani  cenderung formal. Pernyataan-pernyataan yang dibuat juga mencerminkan sasaran buku ini adalah untuk kalangan berpendidikan dengan kemampuan berbahasa yang memadai. Dalam setiap uraiannya, Saleh selalu mengawali dengan definisi formal. Hal itu dapat dilihat pada contoh kutipan di bawah ini.
Salah satu konsep yang menjadi perhatian dalam Islam adalah tentang bekerja. Bekarja merupakan hal mendasar dalam kehidupan. Manusia dapat bekerja baik jika setiap orang mau bekerja. (Saleh, 2005: 17)

Kesan bahwa Saleh sebagai pembicara yang sedang berceramah dalam seminar begitu terasa.
Emha Ainun Najib dalam buku Indonesia Bagian dari Desa Saya lebih banyak menggunakan kalimat-kalimat pendek dengan gaya bertutur. Hampir dalam semua bagian dalam buku ini, Cak Nun banyak menggunakan ungkapan-ungkapan keseharian layaknya obrolan di kampung-kampung. Terlihat sekali, Cak Nun ingin tidak ada jarak dengan pembaca. Pembaca seolah-olah diajak bicara empat mata. Kaidah gramatika yang kaku mencoba dilepaskan oleh Cak Nun agar komunikasi lebih efektif.
Berikut contohnya.
Adik-adik manis, dengarkan ini ada cerita dari desa buat kalian. Cerita tentang kemajuan: bermula dari seorang kakak kalian yang bernama Kang Kanip. Syahdan tersebutlah pada suatu hari, sehabis merantau selama dua tahun ke kota Surabaya, ia pulang ke desanya, sebuah pelosok di Jawa Timur. (Najib, 1994: 1)

Narasi seperti di atas sering dipakai Cak Nun dalam mengawali tema-tema yang diangkat. Kesan mengalir dan cair amat terasa dalam baris-baris kalimat di atas. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang penulis sebagai budayawan yang sering berbicara di depan orang-orang desa dalam forum-forum informal seperti Pengajian Padang Bulanan.

3. Unsur Retorik
Dari sisi retorik, kedua buku ini tampak ingin menyajikan gagasan dengan tidak memberi jarak yang longgar dengan pembaca.  Pembaca dianggap sebagai mitra tutur yang setara dengan tidak terkesan menggurui. Baik Cak Nun maupun Saleh memposisikan pembaca sebagai teman berbagi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hal  ini tidak terlepas dari latar belakang keduanya sebagai public speaker yang sukses.
Dalam pandangan saya, cara berkomunikasi Cak Nun lebih mampu mendekatkan pembaca pada realitas kehidupan dengan penyampaian gaya bertutur yang khas. Ungkapan-ungkapan sederhana dengan bahasa keseharian memberi kesadaran baru bagi pembaca tentang kebesaran negeri bernama Indonesia.  Buku Indonesia Bagian dari Desa Saya layak dibaca siapa pun agar makin bangga dan bersyukur atas karunia Tuhan atas pemberian negeri besar yang kaya raya ini. Kendati buku ini juga dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran religius pembaca, namun Cak Nun sama sekali tidak mengutip ayat Al-Quran. Tampaknya, Cak Nun sadar bahwa yang membaca gagasannya dari berbagai latar belakang budaya dan agama.
Buku Bekerja dengan Hati Nurani karya Akh. Muwafik Saleh dapat membangkitkan semangat bekerja untuk mencapai ridho Tuhan. Saleh berhasil menyadarkan pembaca bahwa bekerja bukanlah sekedar mencari uang semata tapi lebih dari itu bekerja adalah ibadah.
Dalam setiap pembahasan, Saleh selalu memberikan penguatan pandangannya dengan kutipan-kutipan ayat Al-Quran agar pembaca yakin melalui kesadaran religius. Dari sisi retorik hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca bahwa apa yang disampaikan penulis adalah benar di mata manusia dan benar di mata Tuhan.

D. Penutup
Berdasarkan uraian dalam pembahasan tulisan ini dapat ditarik simpulan seperti tertera di bawah ini.
1.      Dari segi leksikal, Buku Indonesia Bagian dari Desa Saya, Emha Ainun Najib banyak menggunakan kata-kata yang terkesan kasar, lugas, dan apa adanya. Sementara itu, Buku Bekerja dengan Hati Nurani, Akh. Muwafik Saleh lebih banyak menggunakan kata-kata yang diperhalus yang mengesankan kesantunan penulisnya sebagai seorang motivator dan penceramah.
2.      Dari segi gramatika, Emha Ainun Najib dalam buku Indonesia Bagian dari Desa Saya lebih banyak menggunakan kalimat-kalimat pendek dengan gaya bertutur layaknya obrolan di warung kopi.  Lain lagi, kalimat-kalimat yang dipakai Saleh dalam buku Bekerja dengan Hati Nurani  yang cenderung formal. Dalam setiap uraiannya, Saleh selalu mengawali dengan definisi formal.
3.      Dari segi retorika, cara berkomunikasi Cak Nun lebih mampu mendekatkan pembaca pada realitas kehidupan dengan penyampaian gaya bertutur yang khas disertai contoh-contoh nyata di sekitar kita. Dalam setiap pembahasan, Saleh selalu memberikan penguatan pandangannya dengan kutipan-kutipan ayat Al-Quran agar pembaca yakin melalui kesadaran religius.

E. Daftar Pustaka

Junus, Umar, 1989, Stilistika; Suatu Pengantar, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.
Keraf, Gorys, 2006, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT Gramedia Pustka Utama.
Kridalaksana, Harimurti, 1983, Kamus Linguistik,Jakarta : Gramaedia.
Najib, Emha Ainun. 1994. Indonesia Bagian dari Desa Saya. Yogyakarta: SIPRESS.
Pradopo, Rahmad Djoko, 2003, Stilistika, Hand Out untuk bahan kuliah pada Pascasarjana UGM, 1996;
Saleh, Akh. Muwafik. 2005. Bekerja dengan Hati Nurani. Malang: Penerbit Erlangga.
Sudjiman, Panuti, 1993, Bunga Rampai Stilistika,Jakarta : Grafiti.
Sukesti, Restu, Cerpen “Derabat” karya Budi Darma; Analisis Stilistika, dalam Jurnal Widyaparwa, vol.31, no.2, Desember 2003. 


*) Penulis adalah mahasiswa program pascasarjana Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surabaya

**) Disajikan untuk memenuhi tugas matakuliah Linguistik Lanjut & Terapan, Dosen Pengampu: Dr. Dwiyani Ratna Dewi, M.Pd.

Selasa, 29 Desember 2015

ANALISIS BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) INDAHNYA BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KARYA H. SUYATNO DKK DAN INDAHNYA BAHASA INDONESIAKU KARYA KARSIDI UNTUK SD KELAS I OLEH SUPRIYATI NIM : 20152110130

ANALISIS BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) INDAHNYA BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KARYA H. SUYATNO DKK DAN INDAHNYA BAHASA INDONESIAKU KARYA KARSIDI UNTUK SD KELAS I                       




OLEH: SUPRIYATI

NIM : 20152110130























PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai upaya pembaruan telah dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya melalui penyempurnaan kurikulum yang telah ada. Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan, tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diiinginkan. Dalam interaksi belajar-mengajar tidak hanya diperlukan seorang pengajar dan peserta didik, tetapi juga sebuah alat pembelajaran. Misalnya, buku teks atau buku pelajaran. Dengan adanya buku teks, guru dan siswa akan terbantu dalam memperlancar proses belajar-mengajar. Buku teks atau buku ajar sering menjadi buku pegangan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Buku teks dapat pula digunakan sebagai referensi utama atau sebagai buku teks penunjang. Baik guru maupun siswa memerlukan buku teks untuk membantu proses pembelajaran supaya mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu, guru harus selektif dalam memilih buku teks atau buku ajar yang sesuai dengan pembelajaran dan kurikulum yang berlaku. Kriteria pokok pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar (Depdiknas, 2007:6). Hal ini berarti bahwa materi pembelajaran yang dipilih guru untuk dipelajari siswa harus berisi materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Maka dari itu, pemilihan bahan ajar harus mengacu atau merujuk pada standar kompetensi. Buku teks terdiri atas buku teks pokok dan buku teks pelengkap (Supriadi, 2000:2). Buku teks pokok disediakan oleh pemerintah atau Depdiknas yang telah melalui proses penilaian Puskurbuk, sedangkan buku teks pelengkap adalah buku-buku terbitan swasta yang dibeli oleh sekolah atau siswa berdasarkan pilihan setempat.
Buku teks pokok yang dimaksud adalah Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang merupakan produk dari Puskurbuk. Melalui hadirnya BSE pemerintah bermaksud
3
menyediakan buku teks bermutu untuk setiap mata pelajaran yang dapat diperoleh atau dijangkau oleh setiap guru dan murid di seluruh Indonesia dengan harga murah. Begitu pula, untuk buku teks mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pihak sekolah dianjurkan menggunakan BSE yang telah melewati penilaian Puskurbuk dan telah disesuaikan dengan kurikulum terbaru, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru Bahasa Indonesia di SD swasta di Kecamatan Mulyorejo, Surabaya, diketahui bahwa pihak sekolah sering terkendala dalam hal pendistribusian buku teks dari pemerintah. Jarak antara pengajuan permintaan dengan pendistribusian buku terpaut jauh. Pihak sekolah tidak bisa hanya menunggu sementara pembelajaran harus tetap berlangsung, sehingga pihak sekolah menggunakan buku terbitan swasta sebagai buku pokok. Tujuan awal penggunaan buku teks pelengkap atau buku teks non-BSE terbitan swasta ialah untuk mendampingi buku teks yang disediakan pemerintah, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Kenyataan di lapangan, setelah melakukan survei ke SD YPPI kota Surabaya peneliti menemukan bahwa pemanfaatan buku teks pelengkap terbitan swasta sebagai bahan ajar utama lebih banyak dibandingkan penggunaan BSE. Bahkan, masih ada sekolah yang belum mempunyai koleksi BSE di perpustakan untuk sekadar dipinjamkan ke siswa, sehingga guru menggunakan buku terbitan swasta sebagai buku pegangan siswa. Karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kualitas buku teks pelengkap yang sering digunakan tersebut, terutama kaitannya dengan materi yang harus disesuaikan dengan kurikulum terbaru. Keberadaan buku ajar atau buku teks tersebut tidak bisa lepas dari kurikulum yang diberlakukan. Perubahan kurikulum yang dilakukan selama ini berdampak langsung pada buku teks. Pada saat kurikulum lama diganti isi atau materi buku teks pun harus disesuaikan dengan kurikulum baru. Namun, tak jarang masih ditemukan materi yang tidak sesuai dengan kurikulum berlaku meski buku teks tersebut sudah berlabel "sesuai dengan KTSP”. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis kesesuaian materi buku teks Bahasa Indonesia BSE dengan buku teks bahasa Indonesia non BSE berdasarkan standar isi bahasa Indonesia.
Menganalisis buku teks adalah salah satu cara apakah buku teks mempunyai kualitas yang baik atau tidak. Semakin baik buku teks semakin sempurna pengajaran
4
mata pelajaran yang ditunjangnya. Buku teks bahasa Indonesia bermutu tinggi akan meningkatkan kualitas pengajaran dan hasil pengajaran bahasa Indonesia. Agar buku teks bahasa Indonesia untuk SD kelas I dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan hasil pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, maka perlu mengetahui apakah buku teks tersebut bermutu tinggi. Analisis terhadap buku teks bahasa Indonesia untuk kelas I terbitan Platinum dengan buku teks bahasa Indonesia kelas I terbitan BSE ini diharapkan mampu membantu kita untuk mengetahui peranan buku teks ini pada sistem pembelajaran dan membantu guru dan siswa untuk memahami materi pembelajaran. B. Identifikasi Masalah Beberapa masalah yang muncul berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana isi Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas I karya H.Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali, Sujimat dan buku Inilah Bahasa Indonesiaku SD kelas I karya Karsidi penerbit Platinum?
2) Bagaimana penyajian penyajian Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas I karya H.Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali, Sujimat dan buku Inilah Bahasa Indonesiaku SD kelas I karya Karsidi penerbit Platinum?
3) Bagaimana kelayakan bahasa Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas I karya H.Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali, Sujimat dan buku Inilah Bahasa Indonesiaku SD kelas I karya Karsidi penerbit Platinum?
C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Mendeskripsi kualitas isi Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas I karya H. Suyatno, Ekarini Saraswati, T. Wibowo, Sawali, Sujimat dan buku Inilah Bahasa Indonesiaku SD kelas I karya Karsidi penerbit Platinum
5
2) Mendeskripsi kualitas penyajian Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas I karya H.Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali, Sujimat dan buku Inilah Bahasa Indonesiaku SD kelas I karya Karsidi penerbit Platinum
3) Mendeskripsikan kelayakan bahasa Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia SD kelas I karya H.Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali, Sujimat dan buku Inilah Bahasa Indonesiaku SD kelas I karya Karsidi penerbit Platinum.
6
PEMBAHASAN A. Kerangka Teori Teori yang dipakai untuk menganalisis perbandingan kedua buku tersebut berdasarkan Greene dan Petty (1971:540-8) yang memaparkan 10 kriteria cara penulisan buku yang tergolong berkualitas dan baik. Buku teks yang mampu membimbing siswa untuk lebih mudah memamahami pelajaran. Sepuluh kriteria yang harus dipenuhi untuk buku teks yang berkualitas komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1. Buku teks itu haruslah menarik minat anak-anak;
2. Buku teks itu haruslah mampu memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya;
3. Buku teks itu haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya;
4. Buku teks itu seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan para siswa yang memakainya;
5. Buku teks itu isinya haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya, lebih baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan rencana, sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan yang utuh dan terpadu;
6. Buku teks itu haruslah dapat menstimulasi atau merangsang aktivitas pribadi para siswa yang menggunakannya;
7. Buku teks itu haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar dan tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para siswa yang memakainya;
8. Buku teks itu haruslah mempunyai sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia;
9. Buku teks haruslah mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa;
10. Buku teks itu haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa pemakainya.
7
Analisis dilakukan mulai dari membaca buku, memahami materi, dan mendeskripsikan, dan memberikan simpulan dan saran. Dari kegiatan tersebut diharapkan hasil terhadap kualitas buku pedoman bagi guru tersebut. B. Metode
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan langsung terjun ke lapangan untuk mengetahui buku teks yang digunakan di sekolah. Selanjutnya disediakan lembar observasi tentang buku teks yang digunakan di sekolah.
2. Teknik Baca Catat
Teknik baca catat dilakukan untuk memperoleh data berupa materi yang ada dalam buku teks bahasa Indonesia SD I. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca dan mencatat butir-butir materi pembelajaran yang terdapat dalam buku ajar bahasa Indonesia yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya adalah membandingkan/mencocokkan dengan butir-butir materi yang ada dalam standar isi. C. Hakikat Buku Teks Dalam dunia pendidikan, buku teks sangat berperan penting dalam proses belajar mengajar. Dalam menyebutkan istilah bahan ajar, sering berbeda-beda. Ada yang mengatakan sebagai buku teks dan ada pula yang menyebutkan dengan buku pelajaran. Namun, pada dasarnya adalah sama dan memiliki peran yang penting dalam dunia pendidikan. Istilah buku teks merupakan terjemahan atau padanan textbook dalam bahasa Inggris yang artinya buku pelajaran. Banyak pendapat ahli yang mengemukakan pengertian buku teks. Quest (dalam Tarigan 1990:11) mengatakan bahwa buku teks adalah rekaman pikiran rasial yang disusun untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan instruksional. Menurut Bacon (dalam Tarigan 1990:11), buku teks adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan dilengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.
Large (dalam Tarigan 1990:11) berpendapat bahwa buku teks adalah buku standar atau buku setiap cabang khusus dan dapat terdiri atas dua tipe, yaitu buku pokok atau utama dan suplemen atau tambahan. Buku pokok biasanya dijadikan
8
acuan pembelajaran yang digunakan oleh guru dan siswa di sekolah, sedangkan buku suplemen atau buku tambahan merupakan buku pelengkap seperti LKS. Buku pelengkap biasanya berisi ringkasan materi yang ada dalam buku pokok dan kegiatan evaluasi sesudahnya. Menurut Tarigan dalam Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia (1986: 66), "Keeratan hubungan buku teks dan kurikulum dapat diumpamakan, digambarkan atau dibandingkan dengan hubungan antara ikan dengan air, ikan dengan tebing, atau juga dapat disamakan dengan dua sisi mata uang, dua tetapi satu, satu tetapi dua”. Namun, di dalam buku teks tidak ada rincian pasti mengenai apa yang menjadi standar kompetensi atau apa yang menjadi kompetensi dasar. Semuanya sudah dituliskan menjadi sub-sub materi. Buku teks yang baik haruslah menarik dan mampu meransang minat siswa untuk termotivasi belajar. Dengan buku yang menarik siswa akan mau belajar dan tertarik untuk memahami materi pembelajaran. Menurut beberapa ahli dalam pusat perbukuan (Depdiknas 2005:4) buku pelajaran adalah media pembelajaran (instruksional) yang dominan peranannya di kelas, media penyampaian materi kurikulum, dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan. Dalam Permen Nomor 11 pasal 1 tentang buku teks, dinyatakan bahwa buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa buku teks adalah buku mata pelajaran yang disusun oleh para pakar sesuai dengan kurikulum, terdiri atas materi pembelajaran, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dan digunakan untuk membantu guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
Buku pertama yang dianalisis adalah Buku Sekolah Elektronik (BSE) berjudul Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas 1 karya H. Suyatno,Ekarini Saraswati,T.Wibowo, Sawali, Sujimat . Buku pemerintah yang telah lolos penilaian Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ataupun Pusat Perbukuan (Pusbuk). Sehingga Buku Sekolah Elektronik (BSE) sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Buku ini memuat sepuluh bab yang terbagi menjadi dua semester. Tiap-
9
tiap semester terdiri atas lima bab. Tiap bab terdiri atas tiga sampai empat kompetensi dasar. Buku kedua yang dianalisis adalah buku non BSE berjudul Inilah Bahasa Indonesiaku untuk SD dan MI kelas I karya Karsidi dengan penerbit Platinum. Buku ini milik penerbit swasta yang tidak mendapat penilaian dari pemerintah. Buku ini memuat sepuluh bab yang terbagi menjadi dua semester. Tiap-tiap semester terdiri atas lima tema. Tiap tema terdiri atas tiga sampai empat kompetensi dasar. Berikut disajikan hasil analisis aspek kajian isi, kajian penyajian, dan bahasa. 1. Kualitas Isi Aspek ini merupakan bahan pembelajaran yang disajikan di dalam buku pelajaran. Kriteria materi harus spesifik, jelas, akurat, dan mutakhir dari segi penerbitan. Informasi yang disajikan tidak mengandung makna yang bias. Kosakata, struktur kalimat, panjang paragraf, dan tingkat kemenarikan sesuai dengan minat dan kognitif siswa. Kutipan lagu, puisi, atau wacana yang diambil dari sumber otentik lain diberikan sumber rujukannya. Ilustrasi harus sesuai dengan teks. Demikian pula peta, tabel, serta grafik harus sesuai dengan teks, harus akurat, dan sederhana. Sementara itu, perincian materi harus sesuai dengan kurikulum. Perincian materi juga harus memperhatikan keseimbangan dalam penyebaran materi, baik yang berkenaan dengan pengembangan makna dan pemahaman, pemecahan masalah, pengembangan proses, latihan dan praktik, tes keterampilan maupun pemahaman. Kelayakan isi dalam menilai kriteria kualitas penulisan buku teks bahasa Indonesia meliputi beberapa komponen yaitu: a) Kesesuaian materi dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Buku teks pelajaran bahasa Indonesia yang baik seharusnya berisi materi yang mendukung tercapainya SK (standar kompetensi) dan KD (kompetensi dasar) dari mata pelajaran tersebut.
Materi yang disajikan mencakup semua materi yang terkandung dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Materi yang disajikan juga mencerminkan jabaran yang mendukung pencapaian semua kompetensi dasar (KD). Selanjutnya materi yang disajikan mulai dari pengenalan konsep, definisi, prosedur, tampilan output, contoh, kasus, latihan, sampai dengan interaksi antar-konsep sesuai dengan tingkat pendidikan peserta didik dan sesuai dengan yang diamanatkan oleh kompetensi dasar (KD).
10
SK dan KD merupakan tolok ukur pedoman dalam pembelajaran dan merupakan tujuan ketercapaian pembelajaran. Uraian materi yang ada di dalam buku secara implisit memuat materi yang mendukung tercapainya minimum SK-KD yang lengkap dengan ketentuan sebagai berikut:
o 40 ≤ KD ≤ 60, masuk ke dalam kategori sangat baik
o 21 ≤ KD ≤ 40, masuk ke dalam kategori baik
o KD ≤ 20, masuk ke dalam kategori cukup baik
o Dan jika tidak memenuhi ketentuan di atas masuk ke dalam kategori kurang baik..
Tabel 1
 SK, KD Semester 1 dan 2 Mapel Bahasa Indonesia Kelas I SD
11
SK dan KD tidak dituliskan secara eksplisit (gamblang) di dalam buku teks,
namun ditulis secara implisit.
Misalnya:
Dalam "Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia SD
kelas I karya H. Suyatno, Ekarini Saraswati, T. Wibowo, Sawali, Sujimat dan buku
Inilah Bahasa Indonesiaku SD kelas I karya Karsidi penerbit Platinum"
a. SK dan KD dalam Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra
Indonesia ini ditulis secara eksplisit dengan hanya menuliskan judul "Ayo belajar
membaca", sedangkan dalam buku Inilah Bahasa Indonesiaku "Bacalah dengan
suara nyaring"
Kedalaman materi "Buku Sekolah Elektronik (BSE) Indahnya Bahasa dan Sastra
Indonesia" merupakan uraian materi yang mendukung tercapainya minimum KD
12
yang sesuai dengan tingkat pendidikan peserta didik. Sedangkan keluasan materi berkenaan dengan materi yang disajikan harus mencerminkan jabaran yang mendukung pencapaian semua Kompetensi Dasar (KD) dan sesuai dengan tingkat pendidikan peserta didik. Sedangkan materi di buku "Inilah Bahasa Indonesiaku penerbit Platinum" pada uraian materi yang dijabarkan yang mendukung pencapaian semua KD terlalu berat bagi kemampuan peserta didik yang baru mengenal huruf dan belajar membaca, didalam materi cara pengucapan huruf m, p, b yang benar. b. Kesesuaian materi dengan kurikulum Buku teks bahasa Indonesia yang memenuhi syarat kriteria kelayakan berdasar BSNP haruslah sesuai dengan kurikulum yang berlaku (Kurikulum 2006/KTSP). Kurikulum merupakan suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang penting dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh guru di sekolah. Kurikulum yang berlaku untuk bahasa Indonesia 2006 mencakup keterampilan berbahasa, kebahasaan, dan kesastraan. Aspek keterampilan kebahasaan meliputi: a. Mendengarkan b. Berbicara c. Membaca d. Menulis "Buku Sekolah Elektronik Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia" uraian materi sudah mencakup semua aspek yang ada di standar isi dan sesuai dengan perkembangan peserta didik, sedangkan dalam buku "Inilah Bahasa Indonesiaku Penerbit Platinum" uraian materi sudah mencakup semua aspek yang ada di standar isi. Namun, ada beberapa materi yang dirasakan sangat sulit bagi anak yang belum lancar membaca untuk memahami kalimat yang sangat panjang. contohnya:
13
c. Keakuratan materi
Keakuratan materi dalam kriteria kualitas BTBI (Buku Teks Bahasa Indonesia)
menurut BSNP meliputi keakuratan wacana, gambar, contoh, konsep maupun teori.
Materi yang disajikan dalam BSE "Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia kelas 1"
sudah sesuai dengan kenyataan, tidak dibuat-buat, dan efisien untuk meningkatkan
pemahaman peserta didik. Hal ini dapat terlihat dengan adanya sumber yang jelas dan
sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Keakuatan konsep dan teori tecermin dari
kesesuaian teori dengan konsep yang disajikan dalam mencapai Kompetensi Dasar
(KD). Selain itu, keakuratan teori dan konsep itu terlihat juga dalam penggunaan yang
tepat sesuai dengan fenomena yang dibahas dan tidak menimbulkan keambiguan.
Materi yang disajikan dalam "Inilah Bahasa Indonesiaku kelas 1 Penerbit Platinum"
sudah sesuai dan efisien untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. Hal ini dapat
terlihat dengan adanya sumber yang jelas dan sesuai dengan tingkat pemahaman
siswa. Untuk keakuatan konsep dan teori tecermin dari kesesuaian teori dengan
konsep yang disajikan dalam mencapai Kompetensi Dasar (KD). Namun, keakuratan
teori dan konsep itu belum mendapat penilaian dari Badan Standar Nasional Penilaian
14
sehingga ada beberapa materi dalam bab yang sulit dipahami oleh anak kelas 1 yang
belum lancar membaca.
2. Kualitas Penyajian
Aspek kelayakan penyajian. Aspek ini harus diperhatikan dalam buku pelajaran, baik
berkenaan dengan penyajian tujuan pembelajaran, keteraturan urutan penguraian,
kemenarikan minat dan perhatian soal. Dari berbagi studi, terlihat bahwa bahasa
(termasuk keterbacaan) merupakan aspek yang cukup unik dalam penyajian materi.
Aspek ini kemudian disajikan terpisah dari materi. Sering penjelasan mengenai kedua
hal tersebut masih bertumpang-tindih, terutama antara materi dan penyajian.
Teknik penyajian
Dua buku BSE dan non BSE ditinjau dari teknik penyajian yang merupakan faktor
penentu kualitas suatu buku teks. Teknik penyajian meliputi:
a. Keruntutan konsep
Keruntutan konsep dalam penyajian kedua buku sudah berhubungan dengan
penyajian konsep disajikan secara runtun mulai dari yang mudah ke sukar, dari yang
konkret ke abstrak dan dari yang sederhana ke kompleks, dari yang dikenal sampai
yang belum dikenal. Materi bagian sebelumnya bisa membantu pemahaman materi
pada bagian selanjutnya. Contohnya:
Dari materi tentang membaca per suku kata tentu lebih mudah daripada membaca
suatu cerita.
Buku Sekolah Elektronik Buku Non BSE
15
b. Pembangkit motivasi dalam belajar
Pembangkit motivasi dalam penyajian kedua buku dapat berupa uraian tentang apa yang akan dicapai peserta didik setelah mempelajari bab tersebut dalam upaya membangkitkan motivasi belajar. Dengan adanya ini siswa akan termotivasi dalam mempelajari dari bab per bab. Contoh :
 Pada BSE “Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia” untuk SD kelas I yang ditulis oleh H. Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali dan Sujimat Wahono, pada bab 1 Keluarga, disebutkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam bab 1 adalah (1) mendengarkan bunyi bahasa, (2) memperkenalkan diri, (3) membaca suku kata kata dan kalimat, (4) menjiplak gambar lingkaran dan huruf.
 Pada Non BSE "Inilah Bahasa Indonesiaku" untuk SD kelas I yang ditulis oleh Karsidi penerbit Platinum pada pembelajaran 1 diri sendiri, disebutkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai adalah (1) mendengarkan dan melakukan sesuatu, (2) mengenal nama benda, (3) membaca nyaring, (4) menulis permulaan
c. Kata-kata kunci baru pada setiap awal bab
Kata-kata kunci baru yang terkait dari setiap bab perlu disebutkan pada awal bab, agar membantu pemahaman serta pemfokusan siswa. Contoh: Pada "BSE Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia ” untuk SD kelas I yang ditulis oleh H. Suyatno, Ekarini Saraswati, Sawali dan Sujimat pada setiap bab kata kuncinya digambarkan dengan bentuk percakapan untuk menarik siswa.
contohnya:
16
Pada BTBI "Inilah Bahasa Indonesiaku" yang ditulis oleh Karsidi penerbit Platinum
pada pembelajaran diri sendiri, disebutkan kata kunci seperti anggota tubuh, huruf,
membaca, nama, sikap dan warna.
Kedua buku memberikan kata kunci yang jelas. Namun, yang mudah dipahami yaitu
buku BSE. Sedangkan buku "Inilah Bahasa Indonesiaku" juga masih banyak
kekurangan yang perlu mendapat perhatian agar materi yang diperoleh peserta didik
tidak terlalu sulit dan sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis peserta didik.
Di bawah ini ada beberapa contoh kesalahan isi materi/beban materi yang seharusnya
bukan untuk siswa kelas 1 Sekolah Dasar:
d. Soal latihan pada setiap akhir bab
Soal-soal latihan pada setiap akhir bab pada BTBI diperlukan agar dapat melatih
kemampuan memahami dan menerapkan konsep yang berkaitan dengan materi dalam
bab sebagai umpan balik disajikan pada setiap akhir bab.
Pada buku "Inilah Bahasa Indonesiaku" penerbit Platinum dalam penyajian soal-soal
latihan disertai dengan gambar berwarna serta penataan yang indah untuk menarik
siswa agar tidak merasa bosan dan jenuh. Sedangkan pada "BSE Indahnya Bahasa dan
Sastra Indonesia" dalam penyajiannya kurang menarik. Gambar kurang jelas.
contohnya:
BSE Non BSE
17
e. Pengantar
Pengantar pada kedua buku berisi tujuan penulisan buku teks pelajaran bahasa
Indonesia, sistematika buku, cara pengajaran, termasuk materi apa saja yang harus
diberikan ke peserta didik untuk satuan masa pengajaran atau satu semester tertentu,
cara belajar yang harus diikuti, serta hal-hal lain yang dianggap penting bagi peserta
didik. Yang ditulis pada awal di kedua buku cuma berbeda cara penataan serta desain
tampilan pada masing-masing pelajaran pada semester 1dan 2 sudah masuk pada
kategori sudah sesuai. Masing-masing pelajaran sudah menampilkan buku yang baik,
serta cover buku yang digunakan sudah menarik.
3. Kelayakan Bahasa
Menurut Pusat Perbukuan komponen kelayakan bahasa buku meliputi :
a) Keterbacaan
b) Kejelasan informasi
c) Kesesuaian kaidah Bahasa Indonesia
d) Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efesien
Berdasarkan komponen kelayakan di atas, peneliti menjabarkan kelayakan bahasa
buku teks pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas 1 Sekolah Dasar sebagai berikut :
a). Keterbacaan
Keterbacaan adalah kemudahan untuk membaca dan memahami suatu teks atau
naskah. Kemudahan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti panjang kalimat, pilihan
kata, dan tata letak.
Keterbacaan pada Buku Sekolah Elektronik " Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia"
sudah sesuai dengan perkembangan psikologis anak yang baru belajar membaca dengan
mengenalkan dari suku suku kata kemudian ditambah dengan huruf mati terus dirangkai
menjadi kalimat
contohnya:

Keterbacaan pada buku "Inilah Bahasa Indonesiaku" penerbit Platinum juga sudah
sesuai dengan perkembangan psikologis anak yang baru belajar membaca serta membuat
tertarik anak untuk melihat dan membaca karena gambar yang berwarna.
\\
Berikut adalah keterbacaan yang tidak sesuai untruk siswa kelas 1 SD pada semester 1
yang seharusnya masih pada tahap belajar membaca:
BSE pada bab 3 Non BSE pada bab 2
f. Kejelasan informasi
b) Kejelasan informasi

Pada Buku Sekolah Elektronik "Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia" dan buku "Inilah Bahasa Indonesiaku" dalam memberi informasi dan kejelasan dalam memberi perintah contohnya: Buku Non BSE Buku BSE

c. Kesesuaian kaidah Bahasa Indonesia dan Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efesien Pada Buku Sekolah Elektronik (BSE) " Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia yang ditulis oleh H.Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali dan Sujimat dalam penulisan nya sudah menggunakan kaidah bahasa yang sesuai dengan kopentensi dasar serta materinya penyampaian secara runtut walaupun ada di beberapa bab ada tidak sesuai dengan perkembangan anak kelas I. Sedangkan materi yang ada didalam buku menggunakan bahasa secara efektif dan efesien Pada buku "Inilah Bahasa Indonesiaku" yang ditulis oleh Karsidi Penerbit Platinum dalam penulisannya sudah menggunakan kaidah bahasa namun buku ini belum mendapat penilaian dari BSNP yang meneliti kebenaran penggunaan kaidah bahasa, dalam penulisan ada beberapa yang belum sesuai dengan kompetensi dasar serta materi dalam buku penyampaian bahasa masih ada yang sulit dipahami oleh siswa. Penulis juga mengembangkan materi yang luas dengan soal-soal latihan setiap bab.






PENUTUP
A. Simpulan
 Buku menjadi media yang masih digunakan hingga saat ini. Buku sebagai salah satu media dalam penyampaian ilmu pengetahuan menjadi alat yang beperan penting bagi pendidikan. Buku teks pelajaran merupakan buku yang digunakan dalam satuan pendidikan di indonesia. Oleh karena itu dalam penulisan buku pelajaran kita harus memperhatikan berbagai aspek sehingga buku yang dibuat tepat sasaran dan mampu mencerdaskan pembaca bukan membodohi pembaca. Sebagai seorang yang bergerak dalam dunia pendidikan kita harus mampu memilih memilah buku mana yang cocok untuk anak didik sesuai dengan perkembangannya. Cara-cara penulisan buku pun harus diperhatikan agar buku menjadi lebih bermanfaat dan sekedar tidak menulis asal-asalan guna memenuhi kepentingan pribadi.

B. Saran
Ada beberapa kekurangan yang ditemukan selama melakukan analisis sehingga saya ada beberapa saran yang dapat diajukan antara lain: 1. Penulis harus mempelajari kriteria-kriteria buku teks yang baik.. 2. Pelajari dan pahami dengan baik standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada di dalam kurikulum. 3. menuliskan standar kompetensi, kompetensi dasar, juga indikator kedalam buku teks jangan hanya tujuan pembelajarannya saja 4. mempersiapkan dengan matang bahan-bahan atau data yang akan dijadikan materi di dalam buku teks. 5. Dalam mendefinisikan sesuatu carilah referensi yang dapat dipercaya. 6. sebaiknya soal yang diberikan bisa lebih bervariasi seperti pilihan ganda dan soal teka teki silang yang berhubungan dengan materi 7.materinya sebaiknya lebih dijelaskan lebih mendetail lagi karena buku teks lebih monoton ke cerita-cerita pendek 8. Pendistribusian buku BSE jangan sampai terlambat sehingga sekolah memakai buku penerbit lain yang belum ada penilaian dari BSNP 21



Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional ,2005 Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional ,2008, Permendiknas Nomor 02 tentang Buku. Jakarta: Depdiknas. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2323056-pengertian-buku-teksciri-buku/ diakses tanggal 2 Maret 2013
H. Suyatno, Ekarini Saraswati, T.Wibowo, Sawali, Sujimat,2008 Buku Sekolah Elektronik, Indahnya Bahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta:PT Macanan Jaya
Cermelang Karsidi,2012 Inilah Bahasa Indonesiaku,Solo: Platinum, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Mulyasa, 2008.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.


Minggu, 20 Desember 2015

Hegemoni Islam Pada Novel Ayat-Ayat Cinta Berdasarkan Cerminan dari Respon Pembaca Kajian Stilistika DISUSUN OLEH : LINTANG FITRIAWAN GUNADARMA (20132110003)

   Hegemoni Islam Pada Novel Ayat-Ayat Cinta  
  Berdasarkan Cerminan dari Respon Pembaca 
                Kajian Stilistika                




DISUSUN OLEH :  
LINTANG FITRIAWAN GUNADARMA 
(20132110003)

















1.      Latar Belakang

Ayat-Ayat Cinta merupakan novel berbahasa Indonesia karangan Habiburrahman El Shirazy yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2004 melalui penerbit Basmala & Republika. Novel ini berisikan 418 halaman dan sukses menjadi salah satu novel fiksi best seller di Indonesia yang dicetak sampai dengan 200 ribu eksemplar hanya dalam jangka waktu tiga tahun (Rehal, Republika Online). Ayat-Ayat Cinta juga merupakan pelopor karya sastra islami yang sedang dalam masa kebangkitannya dewasa ini (Wikipedia Indonesia). Novel inilah yang mengispirasi novel-novel serupa seperti: Ketika Cinta Bertasbih, Khasidah Cinta, Di Atas Sajadah Cinta, dan lain-lain.
Fenomena Novel Ayat-Ayat Cinta yang menjadi booming di masyarakat tentunya sangat menarik untuk diteliti. Novel tersebut tersebut menceritakan seorang tokoh yang begitu alim dan soleh. Seorang sosok yang begitu diidam-idamkan oleh kebanyakan orang. Selain itu novel ini juga merupakan novel romantis yang menceritakan tentang kemapanan sosial. Novel tersebut mengajarkan kebaikan sehingga terkesan dakwah. Di dalam dakwah terkadung suatu hegemoni karena di situ ada suatu kepentingan yang mendorong pembaca untuk melakukan sesuatu. Poin itulah yang dibicarakan pada makalah ini.
Latar belakang masyarakat pembacanya sangat menentukan  sebuah karya sangat diminati atau tidak. Makalah ini juga membicarakan tentang bagaimana tanggapan masyarakat terhadap karya tersebut. Tanggapan tersebut sangat menentukan sebuah nilai karya sastra apakah dapat diterima ataukah tidak. Alasan mengapa karya tersebut diterima masyarakat dapat dilihat dari bagaimana bentuk penilaian dan tanggapan terhadap karya tersebut. Sehingga akan tampak bagaimana selera masyarakat pada periode waktu tersebut. Dari tanggapan tersebut akan tampak bagaimana bentuk hegemoninya. Apakah masyarakat menerima atau tidak. Apakah masyarakat sadar dengan hegemoni tersebut ataukah tidak.
Pada zaman teknologi informasi mutakhir yang semakin berkembang seperti saat ini, penilaian-penilaian tersebut banyak dituliskan pada media informasi digital di internet. Banyak sekali pemilik blog-blog yang mencurahkan tulisannya yang dapat diakses dan dibaca melalui jaringan internet. Tulisan-tulisan tersebut mencakup juga tanggapan-tanggapan terhadap karya sastra termasuk juga novel Ayat-Ayat Cinta. Walaupun diantara resepsi-resepsi tersebut kebanyakan bukan berasal dari kritikus dan ahli sastra namun itu semua sudah dapat mewakili pikiran dan penilaian pembaca terhadap karya sastra karena pada hakekatnya karya sastra diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pembaca.

1.      Pembahasan
Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy merupakan karya yang monumental. Novel tersebut dicetak lebih dari 160 ribu eksemplar yang habis hanya dalam waktu tiga tahun. Tidak berlebihan jika buku ini disebut-sebut sebagai best seller serta menjadi buku terlaris pada periode ini. Juga bukan prestasi yang buruk karena novel ini berhasil menjadi pemenang Pena Award Novel Terpuji Nasional 2005 (Indonesia) dan Pemenang Anugerah Penghargaan The Most Favourite Book 2005.
Dari prestasi-prestasi tersebut mencerminkan bahwa Ayat-Ayat Cinta menjadi fenomena tersendiri dalam dunia sastra Indonesia. Hal tersebut membuat novel ini banyak sekali mendapat resepsi dan tanggapan dari pembacanya. Banyak sekali resepsi positif terhadap novel ini salah satunya resepsi dari Alex Diansyah yang dimuat dalam harian Pikiran Rakyat edisi Senin, 25 September 2006 dengan judul  Membangun Jiwa dengan Cinta. Menurutnya, sebuah novel yang terilhami dari kitab-kitab Al Qur’an pasti akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Kasan dakwah yang disajikan begitu halus dan tidak terkesan dipaksakan hingga tidak kentara. Secara pragmatik novel tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat. Di tengah masyarakat yang dilanda krisis moral seperti saat ini, rasanya novel tersebut begitu pas kehadirannya. Kehadiran Ayat-Ayat Cinta menjadi sebuah angin segar bagi masyarakat pembacanya.
El Shirazy mampu menyisipkan pesan-pesan moral dalam ceritanya. Pesan dakwah dijasadkan dengan sangat halus yang jauh dari kesan dipaksakan. Bahkan tanpa kita sadari ilmu fikih dan akidah kita bertambah setelah kita mengikuti dialog-dialog yang disampaikan.( Pikiran Rakyat edisi Senin, 25 September 2006 )

Kisah percintaan yang terdapat dalam novel tersebut begitu romantis namun digambarkan dengan begitu sopan dan indah hingga tidak terperosok dalam kevulgaran. Berdasarkan pengalaman hidup pengarang di Mesir telah berhasil menghidupkan setting dalam novel ini. Setting dengan latar belakang Mesir tersaji dengan begitu halusnya.
Menurutnya, kekukatan novel ini tidak hanya terletak pada segi pragmatiknya saja, tetapi nilai estetik kesastraannya membuat pembaca tidak hanya disuguhi wejangan dan dakwah saja namun pembaca dapat menerima pesan moralnya dengan menyenangkan. Secara struktural, novel tersebut sudah matang, artinya novel tersebut tidak terasa sebagai novel eksperimental saja. Novel tersebut disajikan dalam format yang matang ketika hadir pada pembaca sehingga mengesankan Habiburrahman merupakan penulis yang bertalenta, mapan, dan berpengalaman.
Hal senada juga diungkapkan oleh Yunita Ramadhana .Menurutnya, pengarang mencoba menyebarkan dakwah melalui karya sastra dan itu ternyata berhasil. Ternyata novel tersebut mendapat respon yang baik dari masyarakat. Dakwah yang coba diangkat dalam sebuah novel membuat novel tersebut menjadi novel bercorak islami, berbudaya, dan juga romantis. Sehingga novel tersebut menjadi media dakwah yang sangat efektif dengan tidak kehilangan unsur estetiknya. Dalam tulisannya, mahasiswa India asal Indonesia tersebut juga mendeskripsikan masing-masing tokoh dalam novel tersebut. Tokoh Fahri yang menjadi tokoh utamanya merupakan pria yang dapat dijadikan teladan. Tokoh tersebut merupakan gambaran manusia yang selalu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sesuai yang diajarkan nabi. Walaupun demikian ternyata penggambaran yang baik terhadap tokoh Fahri membuat kesempurnaanya tampak masuk akal.
Ternyata kepopuleran novel Ayat-Ayat Cinta tidak hanya di Indonesia saja tetapi telah sampai di negara Malaysia. Terbukti adanya resepsi pembaca dari Malaysia terhadap karya tersebut. Karya Ayat-Ayat Cinta merupakan cerita yang unik. Sebuah novel cinta yang tidak hanya menceritakan tentang percintaan seorang pria dan wanita saja. Iman Mawaddah juga mengakui hal itu. Dikemukakannya bahwa Ayat-Ayat Cinta tidak hanya menyajikan rasa cinta antar manusia saja, tetapi esensinya lebih universal, yaitu kecintaan seorang hamba pada Allah dan Rosul-Nya, juga perasaan cinta dan persaudaraan sesama muslim dan sesama manusia pada umumnya. Dikisahkan dalam cerita saat Fahri bertemu dengan orang-orang Amerika yang mendapat hujatan dari orang Mesir yang notabene beragama Islam. Saat itu Fahri berperan sebagai penengah. Ia mencuplik ayat-ayat Al Qur’an dan mencoba mengingatkan bahwa betapa pentingnya sikap saling mencintai antar sesama. Ia mencontohkan sikap yang diperlihatkan Baginda Nabi tentang bagaimana menghormati seorang tamu. Setelah itu, orang-orang Mesir tersebut terketuk hatinya dan mengakui bahwa perbuatannya salah. Dari situ tampak bahwa sebenarnya Ayat-Ayat Cinta tidak hanya membicarakan cinta semata, namun perwujudan cinta tersebut lebih universal.
Menurutnya, di dalam Ayat-Ayat Cinta mengajarkan tentang sifat-sifat Rosulullah yang perlu ada dalam jiwa muslim dalam menghadapi berbagai cobaan Allah. Selain itu juga terdapat petikan-petikan ayat-ayat Al Quran yang disajikan secara tidak memaksa dan terasa tidak dibuat-buat. Dia berpendapat bahwa dengan adanya ayat-ayat tersebut secara tidak langsung pembaca akan mempelajari ajaran Islam dengan menyenangkan. Menurutnya, membaca Ayat-Ayat Cinta akan mendapatkan dua manfaat, selain mendapat hiburan, secara tidak langsung kita telah mendalami ajaran Islam. Hal tersebut sesuai dengan komentarnya sebagai berikut.
Ia juga dilengkapkan dengan petikan ayat-ayat suci Al-Quran, Al-Hadith, sajak-sajak motivasi diri dan diserikan lagi dengan ilmu-ilmu dunia seperti dunia perubatan, perundangan dan psikologi yang menjadikan Ayat-ayat Cinta amat berkesan bagi yang menghayatinya.

Dalam resepsinya tersebut selain menggunakan pandangan struktur estetik juga manilai berdasarkan segi pragmatiknya. Menurutnya Ayat-Ayat Cinta memiliki nilai pragmatik yang tinggi bagi masyarakat. Berdasarkan kriteria tersebut Iman Mawaddah menilai Ayat-Ayat Cinta bernilai positif sehingga sangat layak bila disebut best seller disamping memang kenyataannya demikian.
Resepsi positif banyak diutarakan oleh pembaca. Menurut Safriyani dalam tulisannya yang berjudul Ayat-Ayat Cinta, Romantisme Gaya Sufi (PintuNet.com), Ayat-Ayat Cinta merupakan novel yang tidak berat namun bermutu. Mungkin hal tersebut dikarenakan pengarangnya adalah orang Indonesia sehingga gaya penulisan dan bahasanya begitu mudah diterima. Sangat berbeda dengan karya-karya Timur Tengah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang kebanyakan sangat sulit dipahami. Menurutnya lebih lanjut bahwa novel tersebut syarat dengan ajaran agama namun karena penyajiannya yang bagus membuat pembaca tidak terasa diajari. Petikan ayat dan sejarah begitu terasa nyambung dengan jalan ceritanya, terasa mulus dan tidak terasa dipaksakan. Dia sependapat dengan pendapat Hamizar ''BAZARVIO'' Ridwan, “Novel ini begitu membuat hati gerimis.”
Selain itu nilai pragmatik novel Ayat-Ayat Cinta begitu tinggi. Mereka semua sependapat mengenai bahwa novel tersebut sangat baik jika dibaca oleh semua orang. Ajaran-ajaran keislamannya disajikan dengan sangat menarik hingga membuat pembaca tidak seperti digurui. Walaupun mengusung misi keislaman, ternyata novel tersebut tidak menyinggung agama lain, malah sarat denga ajaran-ajaran mengenai menghormati perbedaan.Tema novel romantis disajikan dengan penuh kesopanan sehingga tidak terjatuh dalam kevulgaran. Hal tersebut membuat novel begitu indah sesuai akidah Islam.
Hal senada juga dikemukakan oleh penulis website ONTAHAPO (blogspot.com). Diungkapkan bahwa nilai keislaman yang dimasukkan dalam cerita begitu mengesankan pembaca. Setiap ayat Quran dan hadist disebutkan sumbernya, begitu juga dengan fakta-fakta yang disebutkan. Selain itu menurutnya penghayatan cerita dapat ditemukan hampir diseluruh jalan cerita. Ditambahkannya bahwa novel tersebut tidak dapat disebut sebagai novel yang hanya sekedar bacaan biasa, namun juga tidak bisa disebut sebagai novel ilmiah. Namun secara keseluruhan Ayat-Ayat Cinta merupakan novel yang baik seperti yang dikutip dari komentarnya berikut.
Kesimpulan aku terhadap novel ini, sebuah novel yang cukup baik. Dan alangkah elok sekiranya para remaja kita pada hari ini boleh membaca dan menghayati dan mengambil iktibar dari kisah tersebut, terutama perkara yang menyangkut paut tentang cinta. Ini kerana pada hari ini, antara punca kerosakan yang berlaku di kalangan remaja kita adalah yang berkaitan dengan cinta. Semoga dengan pembacaan terhadap novel ini, kita akan menjadi lebih mengerti tentang apakah dia cinta yang sebenar, cinta yang hakiki......

Dari tanggapan-tanggapan tersebut tampak sekali bahwa novel Ayat-Ayat Cinta mengandung sebuah hegemoni ajaran Islam. Sebanarnya masyarakat sadar telah dihegemoni. Hegemoni tersebut ternyata sangat diterima oleh masyarakat karena memang sepaham dengan iman yang selama ini mereka anut. Selain itu memang di dalam novel tersebut tidak ada sesuatu yang ekstrim melenceng dengan ajaran moral masyarakat. Hal tersebut tampak dari penilaiaan masyarakat yang bernilai positif terhadap novel Ayat-Ayat Cinta.

2.      Kesimpulan

Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa.Menurut Hudson (dalam Tarigan 2009:10), sastra merupakan pengungkapan baku dari peristiwa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan, yang telah direnungkan, dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang menarik minat secara langsung dan kuat dari seorang pengarang atau penyair.Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada.
Karya sastra adalah wujud permainan kata-kata pengarang yang berisi maksud tertentu, yang akan disampaikan kepada penikmat sastra. Karya sastra merupakan luapan perasaan pengarang yang dicurahkan dalam bentuk tulisan, menggunakan kata-kata yang disusun sedemikian rupa. Karya sastra adalah wacana yang khas yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan memanfaatkan segala kemungkinan yang tersedia (Sudjiman 1993:7).
Lazimnya pada naluri manusia, biasanya seorang pengarang berminat mengusung realitas yang dijumpainya dalam sebuah cerita. Ia menjadi saksi yang mempunyai kekuatan imajinasi untuk menceritakan keaadaan zamannya, bahkan ia tidak tabu untuk mengangkat realitas empiris yang pernah dialaminya sebagai pribadi dalam karangannya, selama yang menjadi tumpuan baginya bukanlah fakta semata-mata. Meskipun hal yang diangkat adalah hasil pengalaman pribadi dari sang pengarang, setelah menjadi sebuah cerita realitas empiris ini sudah mengalami perubahan melalui kekuatan imajinasinya. Dengan imajinasi inilah seorang pengarang mampu membuat realitas empiris menjadi sebuah cerita fiksi. Jika seorang pengarang tidak mengindahkan imajinasi, maka hasil karyanya akan mendapati kekeringan bahasa, karena imajinasi merupakan usaha keras dari seluruh potensi linguistik yang dimiliki oleh seoarang pengarang untuk sampai atau mendekati sedekat-dekatnya dasar hati manusia. Oleh karena itulah seorang pengarang dituntut untuk tetap berpijak pada kreatifitas estetis dalam mengaitkan antara realitas dan imajinasi sehingga buah karyanya tidak terpantul kembali pada hati pembaca.
Novel Ayat-Ayat Cinta sangat diterima oleh masyarakat. Hal tersebut terbukti dari tanggapan dan penilaian masyarakat yang diwakili oleh tulisan-tulisan di internet. Di dalam Novel Ayat-Ayat Cinta mengandung sebuah hegemoni ajaran Islam. Masyarakat sadar dengan hegemoni tersebut dan diterima dengan baik.

a.      Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Leksikal
Pilihan leksikal merupakan unsur yang sangat penting dalam menampilkan sebuah cerita. Pilihan leksikal yang tepat dapat membantu mengungkapkan makna yang ingin disampaikan sehingga akan memudahkan penggambaran unsur-unsur dalam cerita seperti penokohan, latar, alur amanat, dan sebagainya. Dengan demikian, pilihan leksikal yang tepat pula akan menciptakan kedekatan hubungan antara pembaca dengan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita seolah-olah pembaca ikut serta mengalami peristiwa demi peristiwa yang terjadi dalam cerita.
Uraian mengenai gaya bahasa berdasarkan pilihan leksikal dalam hal ini meliputi uraian tentang penggunaan kata abstrak dan konkret, penggunaan kata umum dan kata khusus, penggunaan kata populer dan kata kajian, penggunaan kata percakapan, penggunaan kata-kata atau istilah asing, dan penggunaan kata-kata arkaik.

b.      Penggunaan Kata-kata atau Istilah Asing
Kata-kata atau istilah asing yang digunakan meliputi kata benda dalam istilah asing, dan kalimat dalam percakapan tokoh. Kata atau istilah asing berasal dari bahasa inggris, sedangkan kalimat yang diucapkan tokoh merupakan bahasa inggris dan bahasa daerah yang digunakan tokoh dalam cerita tersebut.

c.       Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna yang biasa disebut trope atau figure of speech dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Gaya bahasa retoris
Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang membuat penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Polisindenton digunakan menguraikan, menegaskan dengan menyatakan beberapa hal, benda atau keadaan secara berturut-turut dengan menggunakan konjungsi, seperti dan, lalu, namun. Pleonasme dapat membantu mengalihkan pemakaian kata pada kata tertentu sehingga kalimat terasa tidak membosankan. Hiperbola digunakan untuk menggambarkan keadaan jiwa atau semangat yang dimiliki oleh tokoh-tokoh cerita. koreksio dimanfaatkan untuk memperjelas pernyataan yang telah dikemukakan sebelumnya agar makna bisa lebih tepat. Retoris merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menghantui tokoh-tokoh cerita.
Personifikasi melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau bendayang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak. Personifikasi bisa memudahkan penulis dalam menuangkan ide atau gagasannya. Personifikasi dipergunakan untuk melukiskan perasaan tokoh.
Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang tidak menggunakan kata-kata pembanding. Metaforamerupakan ungkapan yang menyatakan sesuatu sama dengan yang lain yang sesungguhnyatidak sama. Ada yang dibandingkan dan ada pula pembanding.














Daftar Pustaka

El Shirazy, Habiburrahman. 2004. Ayat-Ayat Cinta. Republika: Jakarta.
Darmono, Sapardi Djoko. 1078. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta-Indonesia.
Teeuw, A. 1955. Pokok da Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru. Jilid I. Pembangunan: Jakarta.
Teeuw, A. 1980. Sastra Baru Indoenesia I. Nusa Indah-Persecatakan Arnoldus: Ende - Flores.
Diansyah, Alex. 2006. Membangun Jiwa dengan Cinta. Pikiran Rakyat edisi Senin, 25 September 2006.
Ramadhana, Yunita. Ayat-Ayat Cinta: Makna Cinta dalam Islam. Blogsome.com. 20 Juni 2008. 13.05 WIB.
Safriyani. Ayat-Ayat Cinta, Romantisme Gaya Sufi. www.PintuNet.com. 20 Juni 2008. 13.10 WIB.
Achmatim. Resensi: Ayat-Ayat Cinta. Achmatim.net. 20 Juni 2008. 13.15 WIB.
Ontahapo. Ayat-Ayat Cinta. www.blogspot.com. 20 Juni 2008. 13.25 WIB.
Ryagita. Novel Bagus. www.PintuNet.com. 20 Juni 2008. 13.35 WIB.