KAJIAN
STILISTIKA
BUKU
“INDONESIA BAGIAN DARI DESA SAYA”
KARYA EMHA
AINUN NAJIB
DAN
“BEKERJA
DENGAN HATI NURANI”
KARYA AKH.
MUWAFIK SALEH **)
DISUSUN OLEH:
MOCH. MALIK
(NIM. 20152110005) *)
A. Pendahuluan
Setiap pengarang memiliki gaya bertutur atau gaya
penulisan yang khas dirinya. Ada pengarang yang suka memasukkan idiom-idiom
sesuai latar belakang budayanya maupun kosa kata yang tidak umum atau bahkan
jarang dipakai orang lain. Dari segi struktur gramatika, ada pula pengarang
yang cenderung memakai kalimat-kalimat panjang, sementara yang lain lebih
banyak memakai kalimat-kalimat pendek. Untuk menelaah gaya bahasa pengarang ini
dapat dikaji melalui kajian stilistika.
Stilistika, menurut Budiman (1999:111) merupakan subdisiplin linguistik
yang mengarahkan perhatian terhadap teks-teks sastra. Stilistika menerapkan
metode-metode struktural terhadap teks-teks sastra. Disamping itu dilihat dari
perspektif lain, stilistika dapat dipahami sebagai suatu disiplin otonom yang
mencoba menerapkan secara efektif metode-metode, baik linguistik maupun ilmu
sastra.
Gaya bahasa sastra memiliki
kekhasan, karena berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari. Kendati
demikian, tidak berarti buku-buku non sastra tidak memiliki kekhasan dan tidak
menggunakan gaya bahasa maupun kalimat-kalimat sebagaimana dalam sastra.
Buku-buku sosiologi maupun psikologi sering kali ditulis dengan menggunakan
gaya bahasa yang umum dipakai dalam sastra. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan sugesti atau daya tarik kepada pembaca agar dapat menyelami isi buku
tanpa harus merasa digurui atau diceramahi penulis.
Buku Indonesia Bagian dari Desa Saya, yang ditulis oleh Emha Ainun Najib
dan buku Bekerja dengan Hati Nurani
Karya Akh. Muafik Saleh laik kita perbincangkan untuk kita telaah
dari kajian Stilistika ini. Kedua buku ini ditulis untuk membangkitkan
kesadaran pembaca tentang pentingnya menggunakan hati dalam setiap tindakan
kita.
Dalam konteks kajian ini, gaya
bahasa tidak hanya sebatas majas, tetapi mencakup gaya penulisan atau gaya
bertutur, pilihan kata, dan kata-kata khas yang orisinal dari penulisnya. Karena penulis mengkaji buku nonfiksi,
maka kajian ini difokuskan pada masalah leksikal dan gramatikal.
B. Kajian Teoritis
1. Pengertian Stilistika
Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya,
sedangkan stil (syle) secara umum sebagaimana akan dibicarakan secara lebih
luas pada bagian berikut adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu
diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat
dicapai secara maksimal.
Dalam Kamus Linguistik, Kridalaksana (1982:159)
membeberkan pengertian stilistika.
1) Ilmu yang menyelidiki
bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara
linguistik dan kesusastraan.
2) Penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Dalam Kosa Semiotika, Budiman menuliskan bahwa
dilihat dari sudut pandang tertentu, stilistik merupakan subsidiplin linguistik
yang mengarah perhatian terhadap teks-teks sastra. Stilistik menerapkan metode-metode struktural
terhadap teks-teks sastra. Disamping itu dilihat dari perspektif lain,
stilistik dapat dipahami sebagai suatu disiplin otonom yang mencoba menerapkan
secara efektif metode-metode baik linguistik maupun ilmu sastra (1999:111).
Menurut Shipley (1957:341) stilistika (stylistic)
adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari kata
stilus (latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk
menulis diatasbidang berlapis lilin. Bagi mereka yang dapat menggunakan
alat tersebut secara baik disebut sebagai praktisi gaya
yang sukses (stilus exercitotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat
menggunakannya dengan baik disebut praktisi gaya yang kasar atau gagal (stilus rudis).
Sukada (1987
:87) mendefinisikan gaya bahasa dalam sejumlah butir pernyataan: a) gaya bahasa
adalah bahasa itu sendiri, b) yang dipilih berdasarkan struktur-struktur
tertentu, c) digunakan dengan cara yang wajar, d) tetapi tetap memiliki ciri
personal, e) sehingga memiliki ciri-ciri, f) sebab lahir dari diri pribadi
penulisnya, g) disusun secara sengaja agar menimbulkan efek tertentu dalam diri
pembaca, h) isinya adalah persatuan antara keindahan dengan kebenaran.
Dengan
mempertimbangkan definisi gaya bahasa sebagai
pemakaian bahasa secara khas dan stilistika sebagai ilmu pengetahuan mengenai gaya bahasa, maka sumber
penelitiannya adalah semua jenis komunikasi yang menggunakan bahasa, baik lisan
maupun tulisan. Jadi, meliputi baik
karya sastra dan karya seni lainnya, maupun bahasa sehari-hari.
2. Komponen Stilistika
Komponen stilistika teks nonfiksi yang dikaji
dalam artikel ini meliputi: a). unsur leksikal; b). unsur gramatikal; dan c).
unsur retorika.
1. Unsur Leksikal
Unsur leksikal sama pengertiannya dengan diksi
adalah penggunaan kata tertentu yang sengaja dipilih penulis dalam paparannya. Dalam
konteks ini dipertimbangkan dari segi bentuk dan makna.
Bentuk kata berkaitan dengan jenis-jenis kata yang digunakan. Makna kata lebih dipilih yang yang memberi motivasi dan dapat mengungkapkan gagasan, yang membangkitkan semangat dan inspiratif.
Bentuk kata berkaitan dengan jenis-jenis kata yang digunakan. Makna kata lebih dipilih yang yang memberi motivasi dan dapat mengungkapkan gagasan, yang membangkitkan semangat dan inspiratif.
2. Unsur Gramatikal
Unsur gramatikal maknanya sama dengan struktur
kalimat. Struktur kalimat ini lebih penting dari kata-kata. Berdasarkan
struktur kalimat ini akan dapat diungkapkan pesan, atau makna yang sering
disebut struktur batin.
Dalam menganalisis teks nonfiksi dapat dikaji unsur kalimat itu berupa (1) Kompleksitas kalimat; (2) Jenis kalimat; dan (3) Jenis klausa dan frasa.
Dalam menganalisis teks nonfiksi dapat dikaji unsur kalimat itu berupa (1) Kompleksitas kalimat; (2) Jenis kalimat; dan (3) Jenis klausa dan frasa.
3. Unsur Retorika
Retorika sebagai kemahiran
atau seni mengandung unsur bakat (nativisme), kemudian retorika sebagai ilmu akan
mengandung unsur pengalaman (empirisme), yang bisa digali, dipelajari dan
diinventarisasikan. Hanya sedikit perbedaan bagi mereka yang sudah mempunyai
bakat akan berkembang lebih cepat, sedangkan bagi yang tidak mempunyai bakat
akan berjalan dengan lamban. Dari sini kemudian lahirlah suatu anggapan bahwa
Retorika merupakan artistic science (ilmu pengetahuan yang mengandung seni),
dan scientivicart (seni yang ilmiah). Sementara menurut yang lain, retorika (rhetoric)
secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berbicara Dan kini lebih
dikenal dengan nama Public Speaking.
Dewasa ini retorika
cenderung dipahami sebagai “omong kosong” atau “permainan kata-kata” (“words
games”), juga bermakna propaganda (memengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku
orang lain). Teknik propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling
(pemberian julukan buruk, labelling theory), Glittering Generalities
(kebalikan dari name calling, yakni penjulukan dengan label asosiatif
bercitra baik), dan Eufemism (penghalusan kata untuk menghindari kesan
buruk atau menyembunyikan fakta sesungguhnya). Menurut Kenneth Burke,
bahwa setiap bentuk-bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Karenanya seorang
pembicara hendaknya mampu mendramatisir (membuat jama’ah merasa tertarik)
terhadap pembicara, sedangkan menurut Walter Fisher bahwa setiap
komunikasi adalah bentuk dari cerita (storytelling). Karenanya, jika
kita mampu bercerita sesungguhnya kita punya potensi untuk berceramah dan untuk
menjadi muballigh.
C. Pembahasan
Kajian Stilistika Buku
“Indonesia Bagian dari Desa Saya” Karya Emha Ainun Najib dan Buku “Bekerja
dengan Hati Nurani” Karya Akh. Muwafik Saleh
1. Unsur Leksikal
Dari segi bentuk, Buku Bekerja dengan Hati Nurani, Akh. Muwafik Saleh lebih banyak
menggunakan kata-kata yang diperhalus yang mengesankan kesantunan penulisnya
sebagai seorang motivator dan penceramah. Dari segi makna, Saleh tetap berpijak
pada makna denotasi untuk memperkuat gagasan dan memperjelas maksud. Misalnya,
pada bab 2, Motivasi Kerja dalam Islam, Saleh mengawali tulisannya dengan tujuh
baris pernyataan yang ditulis dengan kata-kata indah seperti tertera di bawah
ini.
Bekerja
adalah rekreasi terbesar
Dapat
mendatangkan uang
Mengundang
simpati,dan sebagai ladang ibadah
Dengan
bekerja, zakat, infak, dan sedekah dapat dilaksanakan.
Dengan
bekerja, kita mengenal diri.
Dengan
bekerja, kita mengenal dunia
Bekerja
adalah jembatan menuju akhirat.
Dilihat dari segi bentuk penyampaian, baris-baris
pernyataan di atas disusun layaknya puisi. Kendati demikian, itu merupakan
kata-kata bijak yang dirangkai untuk memberikan motivasi kepada pembaca agar
bekerja tidak dianggap sebagai beban tetapi merupakan kebutuhan semua orang.
Kata-kata
simpati, ibadah, bekerja, zakat, infak, sedekah, dunia, akhirat merupakan bentuk-bentuk kata
yang masih bisa dicari rujukan secara langsung dalam arti yang sesungguhnya
(denotatif). Kendati demikian, untuk memberikan sentuhan keindahan, Saleh juga
kerap menggunakan kata-kata konotatif, seperti dalam contoh di atas dimunculkan
kata: rekreasi, ladang ibadah, dan jembatan.
Buku Indonesia
Bagian dari Desa Saya, Emha Ainun Najib banyak menggunakan kata-kata yang
terkesan kasar, lugas, dan apa adanya.
Hal itu dapat ditemukan hampir pada semua bagian bab demi bab dalam buku
ini. Cak Nun kerap menggunakan kata-kata yang banyak dipakai dalam obrolan di
warung-warung, atau dalam suasana jagongan.
Misalnya, kata maling, nyolong, bromocorah, gendruwo, ngakali, dengkulmu, kere, petakilan, rai
gedhek, sumpah,dll. Hal itu tidak terlepas dari latar belakang penulis
sebagai orang Jawa Timur yang dikenal lugas, terang-terangan, apa adanya.
Kendati demikian, Cak Nun juga masih memberikan
sentuhan keindahan dan kesantunan berbahasa dengan menyajikan kata-kata jawa
halus. Misalnya, penggunaan kata ngapunten,
nuwun sewu, nyuwun sepuro, panjenengan,
tanggap ing sasmito, tanggap ing pamrih, dll.
2. Unsur Gramatikal
Kalimat-kalimat yang dipakai Saleh dalam buku Bekerja dengan Hati Nurani cenderung formal. Pernyataan-pernyataan yang
dibuat juga mencerminkan sasaran buku ini adalah untuk kalangan berpendidikan
dengan kemampuan berbahasa yang memadai. Dalam setiap uraiannya, Saleh selalu
mengawali dengan definisi formal. Hal itu dapat dilihat pada contoh kutipan di
bawah ini.
Salah
satu konsep yang menjadi perhatian dalam Islam adalah tentang bekerja. Bekarja
merupakan hal mendasar dalam kehidupan. Manusia dapat bekerja baik jika setiap
orang mau bekerja. (Saleh,
2005: 17)
Kesan bahwa Saleh sebagai pembicara yang sedang
berceramah dalam seminar begitu terasa.
Emha Ainun Najib dalam buku Indonesia Bagian dari Desa Saya lebih banyak menggunakan
kalimat-kalimat pendek dengan gaya bertutur. Hampir dalam semua bagian dalam
buku ini, Cak Nun banyak menggunakan ungkapan-ungkapan keseharian layaknya
obrolan di kampung-kampung. Terlihat sekali, Cak Nun ingin tidak ada jarak
dengan pembaca. Pembaca seolah-olah diajak bicara empat mata. Kaidah gramatika yang kaku mencoba dilepaskan oleh Cak
Nun agar komunikasi lebih efektif.
Berikut contohnya.
Adik-adik
manis, dengarkan ini ada cerita dari desa buat kalian. Cerita tentang kemajuan:
bermula dari seorang kakak kalian yang bernama Kang Kanip. Syahdan tersebutlah
pada suatu hari, sehabis merantau selama dua tahun ke kota Surabaya, ia pulang
ke desanya, sebuah pelosok di Jawa Timur. (Najib, 1994: 1)
Narasi seperti di atas sering dipakai Cak Nun
dalam mengawali tema-tema yang diangkat. Kesan mengalir dan cair amat terasa
dalam baris-baris kalimat di atas. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang
penulis sebagai budayawan yang sering berbicara di depan orang-orang desa dalam
forum-forum informal seperti Pengajian
Padang Bulanan.
3. Unsur Retorik
Dari sisi retorik, kedua buku ini tampak ingin
menyajikan gagasan dengan tidak memberi jarak yang longgar dengan pembaca. Pembaca dianggap sebagai mitra tutur yang
setara dengan tidak terkesan menggurui. Baik Cak Nun maupun Saleh memposisikan
pembaca sebagai teman berbagi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang
keduanya sebagai public speaker yang
sukses.
Dalam pandangan saya, cara berkomunikasi Cak Nun
lebih mampu mendekatkan pembaca pada realitas kehidupan dengan penyampaian gaya
bertutur yang khas. Ungkapan-ungkapan sederhana dengan bahasa keseharian
memberi kesadaran baru bagi pembaca tentang kebesaran negeri bernama
Indonesia. Buku Indonesia Bagian dari Desa Saya layak dibaca siapa pun agar makin
bangga dan bersyukur atas karunia Tuhan atas pemberian negeri besar yang kaya
raya ini. Kendati buku ini juga dimaksudkan untuk membangkitkan kesadaran
religius pembaca, namun Cak Nun sama sekali tidak mengutip ayat Al-Quran.
Tampaknya, Cak Nun sadar bahwa yang membaca gagasannya dari berbagai latar
belakang budaya dan agama.
Buku Bekerja
dengan Hati Nurani karya Akh. Muwafik Saleh dapat membangkitkan semangat
bekerja untuk mencapai ridho Tuhan. Saleh berhasil menyadarkan pembaca bahwa
bekerja bukanlah sekedar mencari uang semata tapi lebih dari itu bekerja adalah
ibadah.
Dalam setiap pembahasan, Saleh selalu memberikan
penguatan pandangannya dengan kutipan-kutipan ayat Al-Quran agar pembaca yakin
melalui kesadaran religius. Dari sisi retorik hal ini dimaksudkan untuk
meyakinkan pembaca bahwa apa yang disampaikan penulis adalah benar di mata
manusia dan benar di mata Tuhan.
D. Penutup
Berdasarkan uraian dalam pembahasan tulisan ini
dapat ditarik simpulan seperti tertera di bawah ini.
1. Dari segi leksikal, Buku Indonesia Bagian dari Desa Saya, Emha
Ainun Najib banyak menggunakan kata-kata yang terkesan kasar, lugas, dan apa
adanya. Sementara itu, Buku Bekerja
dengan Hati Nurani, Akh. Muwafik Saleh lebih banyak menggunakan kata-kata
yang diperhalus yang mengesankan kesantunan penulisnya sebagai seorang
motivator dan penceramah.
2. Dari segi gramatika, Emha Ainun Najib
dalam buku Indonesia Bagian dari Desa Saya
lebih banyak menggunakan kalimat-kalimat pendek dengan gaya bertutur
layaknya obrolan di warung kopi. Lain
lagi, kalimat-kalimat yang dipakai Saleh dalam buku Bekerja dengan Hati Nurani yang
cenderung formal. Dalam setiap uraiannya, Saleh selalu mengawali dengan
definisi formal.
3. Dari segi retorika, cara berkomunikasi Cak
Nun lebih mampu mendekatkan pembaca pada realitas kehidupan dengan penyampaian
gaya bertutur yang khas disertai contoh-contoh nyata di sekitar kita. Dalam
setiap pembahasan, Saleh selalu memberikan penguatan pandangannya dengan
kutipan-kutipan ayat Al-Quran agar pembaca yakin melalui kesadaran religius.
E. Daftar Pustaka
Junus, Umar, 1989, Stilistika; Suatu Pengantar, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.
Keraf, Gorys, 2006, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT Gramedia Pustka Utama.
Kridalaksana, Harimurti, 1983, Kamus Linguistik,Jakarta : Gramaedia.
Najib, Emha Ainun. 1994. Indonesia Bagian dari Desa Saya. Yogyakarta: SIPRESS.
Pradopo, Rahmad Djoko, 2003, Stilistika, Hand Out untuk bahan kuliah pada Pascasarjana UGM, 1996;
Saleh, Akh. Muwafik. 2005. Bekerja dengan Hati Nurani. Malang: Penerbit Erlangga.
Sudjiman, Panuti, 1993, Bunga Rampai
Stilistika,Jakarta : Grafiti.
Sukesti, Restu, Cerpen “Derabat” karya Budi Darma; Analisis
Stilistika, dalam Jurnal Widyaparwa, vol.31, no.2, Desember 2003. *) Penulis adalah mahasiswa program pascasarjana Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surabaya
**) Disajikan untuk memenuhi tugas matakuliah Linguistik Lanjut & Terapan, Dosen Pengampu: Dr. Dwiyani Ratna Dewi, M.Pd.