ANALISIS GAYA BAHASA KUMPULAN CERPEN MATAHARI DI RUMAHKU DAN
GAYA BAHASA NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Oleh:
Sebastianus Noviyanto
( 20152110009 )
BAB I
Pendahuluan
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu yang dapat menimbulkan konotasi tertentu (Tarigan, 2009:4). Gaya bahasa merupakan bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca. Media massa sebagai salah satu media komunikasi yang memiliki peran besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan bagi semua lapisan masyarakat. Bertolak dari semua hal tersebut masyarakat Indonesia mendapatkan informasi dari berbagai macam media massa diantaranya media massa elektronik yaitu televisi, radio, film, internet dan media cetak berupa surat kabar, majalah, buku, tabloid. Media cetak selain menyajikan berita ada juga rubrik yang menyajikan pendapat, pesan, saran dan hiburan seperti cerpen (cerita pendek). Cerpen merupakan salah satu jenis fiksi yang banyak ditulis orang (Thahar, 2009:1). Adapun yang melatarbelakangi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: terdapat kumpulan cerpen Matahari di Rumahku, namun sangat disayangkan banyak siswa maupun masyarakat umum tidak mengetahuinya apalagi untuk membaca kumpulan cerpen tersebut. Sudah banyak cerpenis muda yang berbakat dan menghasilkan cerpen yang bagus-bagus sehingga dikumpulkan dan dijadikan sebuah buku. Namun dari segi isi, pembaca cerpen
kurang memahami gaya bahasa yang digunakan pengarang.
kurang memahami gaya bahasa yang digunakan pengarang.
Selain hal tersebut di atas, di dalam cerpen Matahari di Rumahku memiliki keunikan tersendiri baik itu tokoh, watak, alur, plot, tema. Selain itu juga cerpen yang mereka tulis merupakan kejadian yang pernah terjadi di lingkungan tempat tinggal mereka. Berdasarkan hal itu lah peneliti tertarik untuk meneliti tentang gaya bahasa cerpen yang ada dalam buku Matahari di Rumahku. Dengan memberi judul “Analisis Gaya Bahasa Kumpulan cerpen Matahari di Rumahku “.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Kumpulan cerpen Matahari di Rumahku, memiliki penggunaaan gaya bahasa yang beragam. Setiap pengarang menggunakan gaya bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan gagasan dan ide-ide kreatif dari penulis cerpen-cerpen tersebut. Terdapat 14 jenis gaya bahasa yang digunakan penulis cerpen dalam mengembangkan gagasan mereka. Gaya bahasa tersebut yaitu: hiperbola, personifikasi, simile, eklamasio, metafora, eufemisme, hipalase, sarkasme, epitet, metonimia, pleonasme, ironi, litotes, dan alusio. Gaya bahasa yang paling dominan dalam kumpulan cerpen tersebut adalah gaya bahasa hiperbola. Gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebih-lebihan dan membesar-besarkan sesuatu.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa yang dominan pada masing-masing cerpen dalam kumpulan cerpen “Matahari di Rumahku” di atas, diketahui ada 14 macam gaya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa yang paling dominan dalam kumpulan cerpen tersebut adalah gaya bahasa hiperbola.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka
Endarswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Med Press
http:// www.etd.eprints. ums.ac.id/5651. [31 Maret 2013]
http:// www.etd.eprints. ums.ac.id/15733/1/02 halaman depan pdf. [31 Maret 2013]
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian dan Sosial: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Gaung
Press Persada
Junaedi. 2010. Pedoman Umum EYD dan Pedoman Umum Pembentukkan Istilah. Surabaya:
Citra Media Press
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia
Kosasih, E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Perca
Mulyatiningsih, Endang. 2012. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung:Al
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Oktavia, Monika Dewi. 2009. “Kajian Gaya Bahasa Hiperbola pada Cerpen Majalah Aneka
Yess edisi Januari-Maret 2009”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Purwara, Yessi. 2011. “Analisis Gaya Bahasa Kumpulan Cerita Rakyat Kepulauan Riau
Karya Tusiran Suseno dan Drs. Amiruddin A.A”. Skripsi. Tanjungpinang: Universitas
Maritim Raja Ali Haji
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sumardjo dan Saini. 1988. Apresiasi Prosa dan Fiksi. Jakarta: Gramedia
Syaodih, Nana. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa
Thahar, Haris Efendi. 2009. Kiat Menulis Cerpen. Bandung: Angkasa
Utami, Sri. 2011. “Analisis Gaya Bahasa Cerpen Pada Surat Kabar Harian Batam Pos”.
Skripsi. Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji
GAYA BAHASA NOVEL AYAT-AYAT CINTA
KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
- 1. Pendahuluan
Novel merupakan karya seni yang sangat erat berhubungan dengan
kehidupan manusia dan berupa gambaran perjalanan hidup manusia. Sebagai
karya seni, novel terdapat pelajaran bagi pembaca dan dapat dinikmati
sebagai bahan referensi serta instrospeksi diri. Melalui bahasa, novel
mudah dipahami dan dicerna oleh para pembaca karena gaya bahasanya.
Sebuah novel dapat dijadikan bahan untuk mempelajari kehidupan
manusia yang sesungguhnya. Berbagai sifat manusia dan gambaran hidup
terekam semua dalam sebuah novel. Gambaran hidup yang terekam dalam
sebuah novel acap terwujud dalam bentuk konflik. Konflik tersebut berupa
konflik antartokoh yang dipaparkan pengarang melalui gayanya sendiri.
Secara umum dapat dijabarkan bahwa problem itu timbul apabila ada
perbedaan atau konflik antara keadaan atau konflik antara keadaan satu
dengan yang lain dalam rangka mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu,
melalui novel terdapat pesan-pesan atau hikmah lewat gaya bahasa yang
dipungut dari kenyataan,
Gaya bahasa dalam novel merupakan perwujudan penggunaan bahasa
oleh penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan
membuahkan efek tertentu bagi pembaca (Aminuddin 1997:1). Aktivitas
penulisan, keberadaan diksi (pilihan kata) merupakan unsur penting.
Persoalan diksi bukan hanya menyangkut pemilihan kata secara tepat dan
sesuai, melainkan juga persoalan gaya bahasa dan ungkapan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Sering dijumpai banyak orang
kurang perbendaharaan kata sehingga mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan maksud (Wibowo 2001: 25).
Menurut Alwi et al (1991:11) penggunaan diksi harus
berdasarkan tiga tolok ukur, yakni ketepatan, kebenaran, dan kelaziman.
Memilih kata dengan tepat memungkinkan orang dengan cepat memahami apa
yang dimaksudkan. Adapun kebenaran menyangkut pelafalan, pengejaan, atau
pembentukan kata, sedangkan kelaziman adalah penggunaan bentuk bahasa
tertentu yang terjadi karena pemakaian yang berulang-ulang.
Gaya bahasa menurut Pradopo (1997:93) adalah susunan perkataan yang
terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang
menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Tiap pengarang
mempunyai gaya sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat dan kegemaran
masin-masing pengarang.
Menurut Sayuti (2000:173) gaya bahasa merupakan cara pengungkapan
seorang yang khas bagi seorang pengarang. Gaya seorang pengarang tidak
akan sama bila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena
pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat
dengan selera pribadinya dan dan kepekaannya terhadap segala sesuatu
yang ada di sekitarnya.
Gaya bahasa menurut Keraf (2008:113) adalah cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis.. Kekhasan itu dipengaruhi oleh teks yang digunakan
oleh penulis/pengarang ketika menghadapi pembaca. Hal itu dilakukan agar
materi yang disajikan tidak menimbulkan salah tafsir, karena kesalahan
dalam menafsirkan menimbulkan persoalan baru.
Menurut Sudjiman (1993:19-20) gaya bahasa adalah cara menggunakan
bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang tertentu, dan untuk maksud
tertentu, sehingga dapat dipahami bahwa penggunaan gaya bahasa
mempertimbangkan ketiga hal tersebut, bahkan penggunaan gaya bahasa itu
ditentukan oleh siapa yang dituju. Hal itu menandakan bahwa memahami
konteks dan materi adalah hal utama, karena berbekal memahami hal
tersebut dapat dijadikan bekal untuk meminimalisasi kesalahpahaman dan
menjauhkan dari konflik di balik materi yang tersaji.
Aminuddin (2004:72) mengatakan bahwa gaya bahasa pada dasarnya
berhubungan erat dengan cara seseorang pengarang dalam menampilkan
gagasannya. Gagasan tersebut dituangkan dalam karya tertulis sehingga
tampak tampilan gaya bahasanya. Hal itu dapat dinyatakan bahwa setiap
penulis wacana memiliki karakter penulisan, karena setiap orang memiliki
gaya yang dilatarbelakangi oleh pengalaman, latar belakang keilmuan,
dan target yang dituju pada setiap gaya bahasanya.
Selanjutnya, menurut Suparman (1997:73) gaya bahasa adalah pernyataan
dengan pola tertentu, sehingga mempunyai efek tersendiri terhadap
pemerhati. Dengan pola materi akan menimbulkan efek lahiriah (efek
bentuk), sedangkan dengan pola arti (pola makna) akan menimbulkan efek
rohaniah.
Waridah (2008:322) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah gaya
seseorang pada saat mengungkapkan perasaannya baik secara lisan maupun
tulis dan dapat menimbulkan reaksi pembaca berupa tanggapan. Gaya bahasa
berdekatakan dengan majas. Majas merupakan bahasa kias, sehingga majas
berada dalam gaya bahasa.
Berdasarkan keenam pendapat itu peneliti menyimpulan bahwa gaya
bahasa adalah cara pengarang menyampaikan/mengungkapkan pikiran dan
maksud dengan menggunakan media bahasa indah. Pengungkapan itu dalam
konteks tertentu, oleh orang tertentu, dan untuk maksud tertentu, serta
mampu memberikan kesan suasana yang menyentuh daya emosi pembaca. Gaya
bahasa akan mendapat reaksi yang berupa tanggapan dari pembaca atau
pendengar. Perbedaan keduanya adalah gaya bahasa merupakan gaya
seseorang mengungkapkan bahasa baik langsung maupun tidak langsung
(kias), sedangkan majas gaya bahasa yang cenderung gaya seseorang yang
secara tidak langsung (kias).
2.1 Stilistika
Menurut Aminuddin (1997:21) stilistika merupakan kajian linguistik
modern. Kajiannya meliputi hampir semua fenomena kebahasaan hingga
makna. Sehingga wacana (teks) dalam novel AAC merupakan bagian dari kajian linguistik modern dan termasuk fenomena bahasa beserta beserta makna yang dikandungnya.
Selanjutnya menurut Leech dalam Aminuddin (1999: 27) stilistika
secara sederhana dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang
objeknya berupa gaya yaitu cara penggunaan bahasa dari seseorang dalam
konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu.
Sementera itu menurut Wallek (1980: 57) stilistika adalah kajian
yang memusatkan perhatian pada hal-hal yang menyimpang dari kebiasaan
dari kekhusukan. Kekhususan itu dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengarang menggunakan gaya bahasa dalam novel AAC.
Menurut Nurgiantoro (2000: 270) stilistika ditandai dengan oleh
ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat,
bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain sekaligus untuk
mendapatkan keindahan yang menonjol. Keindahan dalam novel AAC
bertujuan untuk mengikat pembaca sehingga mereka memahami pesan-pesan
dengan baik. Pesan pengarang sangatlah penting bagi pembaca. Tanpa
memahami pesan yang disampaikan tentunya tidak akan dapat menikmati
dengan baik.
Menurut Kutha (2007: 236) stilistika berasal dari kata style yakni
ilmu tentang gaya bahasa yang secara khusus dikaitkan dengan karya
sastra. Selanjutnya dalam analisis Kutha stilistika meliputi semua
ekspresi dan teknik yang bertujuan memberikan penjelasan yang ada pada
semua bahasa. Untuk menganalisis bentuk stilistika dilakukan dengan
cara pertama, analisis sistemis sistem sastra/bahasa yang dilanjutkan dengan analisis, dan kedua mengamati
perbendaan antara gaya bahasa dengan bahasa yang digunakan secara
umum.. Kedua analisis tersebut bertujuan untuk memahami pandangan
pengarang dalam menuangkan ide dan memahami teks secara menyeluruh
dari aspek kebahasaan.
2.2 Gaya Bahasa dalam Novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburahman El Shirazy
Struktur kalimat dapat dijadikan sebagai landasan untuk menciptakan
gaya bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah
kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam
kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang
terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan ditempatkan pada akhir
kalimat.
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat sebagaimana yang
dikemukakan dapat diperoleh jenis-jenis gaya bahasa klimaks,
antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan retoris. Gaya bahasa retoris
dibedakan atas anafora, epizeukis dan tautotes. Sedangkan gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi dua kelompok yaitu gaya
bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris dibedakan
menjadi (1) hiperbola, (2) silepsis, (3) aliterasi, (4) litotes, (5)
asonansi, (6) eufemisme, (7) pleonasme, (8) paradoks, dan (9) retoris.
Sedangkan gaya bahasa kiasan dibedakan menjadi (1) personifikasi, (2)
ironi, (3) sarkasme, (4) metafora, (5) perumpamaan/simile, dan (6)
metonimia
Gaya Bahasa Klimaks
Gaya bahasa ini ditemukan dalam novel AAC seperti dalam penggalan teks berikut.
(1) Meskipun butut, ini adalah tas bersejarah yang setia menemani diriku menuntut ilmu sejak di Madrasah Aliyah sampai saat ini, saat menempuh S.2. di universitas tertua di dunia (hal. 5).
Pada penggalan teks (1) terdapat penggunaan gaya bahasa klimaks yang ditandai kelompok kata seperti sejak di Madrasah Aliyah, saat ini, menempuh S.2. Urutan pikiran yang makin meningkat berdasarkan kepentingan merupakan bentuk klimaks.
Gaya Bahasa Antiklimaks
Penggunaan kalimat yang bergaya bahasa antiklimaks. Terdapat pada penggalan teks berikut.
(2) Sahabat nabi itu lalu meninggalkan diriku. Semakin lama semakin jauh. Mengecil. Menjadi titik. Dan hilang. Aku merasa kehilangan dan sedih. Mataku basah (hal. 135.)
Pengurutan acuan terdapat dalam penggalan teks (2) yang diawali
dengan urutan yang lebih penting. Kelompok kalimat tersebut seperti, meninggalkan diriku, lama semakin jauh, mengecil, menjadi titik, dan hilang.
Gaya Bahasa Paralelisme
Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi
kalimat yang bergaya bahasa paralelisme.
Penggalan teks itu ditandai
dengan huruf yang bercetak tebal merupakan bentuk gaya bahasa
paralelisme. Gaya bahasa dalam novel AAC terdapat lima yang
ditemukan. Seperti pada penggalan teks (3) yang ditandai dengan kelompok
kata yang menunjukkan keparalelismean.
(3) Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir menguapkan bau neraka
Penggunaan gaya bahasa paralelisme pada penggalan teks (3) terdapat seakan membara, matahari berpijar. Kata membara sejajar dengan kata berpijar. Sedangkan lidah api yang menjulur, sejajar dengan menjilat-jilat bumi.
Gaya Bahasa Antitesis
Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat yang bergaya bahasa antitesis.
(4) Awal-awal Agustus biasanya pengumuman keluar. Namun sampai hari ini, pengumuman belum juga keluar (hal 5).
Kalimat yang bergaya bahasa antitesis terdapat dalam penggalan teks (4). Hal itu ditandai dengan dengan kata hubung namun. Kata namun tercermin
bentuk berlawanan, di mana pada bulan Agustus biasanya pengumuman
keluar, tetapi ternyata pada hari ini belum ada pengumuman.
Gaya Bahasa Anafora
Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan kata
pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Hal itu ditemukan dalam
novel AAC yaitu penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa anafora.
(5) Tak kenal kata absen. Tak kenal cuaca dan musim. (hal 3)
Pengulangan kelompok kata tak kenal terdapat dalam penggalan teks (5). Kelompok kata itu diulang kembali pada kelimat kedua.
Gaya Bahasa Epizeuksis
Epizeukis termasuk dalam kelompok gaya bahasa repetisi. Epizeuksis
adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan
diulang beberapa kali berturut-turut. Berikut penggalan teks berisi
kalimat bergaya bahasa epizeukis yang terdapat dalam novel AAC sebagai berikut:.
(6) Aku satu-satunya orang asing, sekaligus satu-satunya yang dari Indonesia. (hal 3)
Pemakaian gaya bahasa epizeukis dalam penggalan teks (6) berupa penggalan kata satu-satunya yang diulang dua kali. Kata itu dipentingkan dalam kalimat.
Gaya Bahasa Tautotes
Tautotes termasuk dalam kelompok gaya bahasa repetisi. Tautotes
adalah bentuk repitisi atas sepenggalan kata yang berulang-ulang dalam
sepenggalan konstruksi. Hal itu ditemukan penggalan teks yang berisi
kalimat yang bergaya bahasa tautotes.
(7) Dakwah ya dakwah, ibadah ya ibadah. (hal 69)
Penggunaan gaya bahasa dalam penggalan teks (7) terdapat pengulangan dalam satu konstruksi yaitu kata dakwah dan ibadah.
Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang berisi suatu pernyataan
yang berlebihan, dengan membesarkan-besarkan sesuatu hal. Hal itu
ditemukan dalam novel AAC sebagaimana penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa hiperbola
(8) Aku cepat-cepat melangkah ke jalan menuju masjid untuk shalat zhuhur. Panasnya bukan main (hal. 8).
Dalam penggalan teks (8) terdapat kelompok kata bukan main, yang
terkandung maksud bahwa pada saat zhuhur terlalu panas dan tidak dapat
ditentukan berapa derajat suhunya. Kelompok kata itu merupakan pembentuk
gaya bahasa hiperbola.
Gaya Bahasa Silepsis
Dalam novel AAC terdapat penggalan teks yang berisi kalimat bergaya silepsis.sebagai berikut.
(9) Masalah hidayah dan iman adalah masalah misterius (hal 12.)
Penggunaan gaya bahasa silepsis pada penggalan teks (9) terdapat kata hidayah yang dihubungkan dengan masalah misterius. Hal ini dapat diketahui bahwa hidayah tidak dapat dimengerti oleh siapapun karena hidayah milik Allah yang merupakan masalah misterius.
Aliterasi
Dalam novel AAC ditemukan penggalan tek yang berisi kalimat yang bergaya bahasa aliterasi sebagai berikut.
(10) Lekak–lekuknya jelas. (hal. 20)
(11) Di antara kata – kata kasar yang ku dengar. (hal. 21)
Penggunaan gaya bahasa aliterasu dalam penggalan teks (10) dan (11) terdapat perulangan konsonan k pada kata lekak-lekuknya dan kata-kata kasar. Perulangan
konsonan itu bertujuan memberi keindahan nada dalam kalimat. Di samping
itu juga agar pembaca tidak mengalami bosan dalam membaca novel AAC.
Bahasa Litotes.
Gaya bahasa litotes ditemukan dalam novel AAC penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa litotes.
(12) Peninggalan kakek yang sangat sederhana dan sawah seperempat Bahu (hal 108).
Pada penggalan teks (12) terdapat ungkapan yang bertujuan merendahkan diri yaitu sawah seperempat Bahu..
Gaya Bahasa Asonansi
Dalam novel AAC ditemakan penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa asonansi sebagai berikut.
(13) Penuh rindu, mata bundaku, yang selaluku rindu (hal 106).
(14) Lampu-lampu telah menyala seperti bintang-bintang (hal 184).
(15) Selalu biasa, datar dan wajar (hal. 286).
Penggunaan gaya bahasa asonansi pada penggalan teks (13) terdapat perulangan vokal u pada kata penuh, rindu, bundaku, selalu, ku, rindu. Pada penggalan (14) terdapat perulangan vokal a pada kata menyala, bintang-bintang. Dan penggalan teks (15) terdapat perulangan vokal a pada kata biasa, datar dan wajar.
Gaya Bahasa Eufemisme
Gaya bahasa eufemisme ditemukan penggalan teks dalam novel AAC yang berisi kalimat bergaya bahasa eufemisme.
(16) Dan perjuangan seorang muslim sejati
kata imam Ahmad bin Hanbal, “Tidak akan berhenti kecuali ketika kedua
kakinya telah menginjak pintu surga” (hal 41).
Pada penggalan teks (16) terdapat kalimat tidak akan berhenti kecuali ketika kedua kakinya telah menginjak pintu surga.
Kalimat itu terkandung maksud bila kita berjuang tidak
tanggung-tanggung atau setengah hati, melainkan dengan sepenuh hati
secara totalitas.
Gaya Bahasa Pleonasme
Berikut penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa pleonasme.
(17) Aku sudah bisa makan sendiri dengan kedua tanganku sendiri (hal. 41)
Penggunaan gaya bahasa pleonasme pada penggalan teks (17) terdapat ungkapan dengan kedua tangan sendiri pada dasarnya terkandung maksud sama dengan makan sendiri sehingga bila dengan kedua tanganku sendiri, tidak dituliskan maka maksudnya tetap utuh.
Gaya Bahasa Paradoks
Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa paradoks.
(18) Meletakan tangan kanannya di pundak kiriku (hal. 15).
Pada penggalan teks (18) terdapat ungkapan tangan kanannya. Ungkapan itu terkandung maksud pertentrangan dengan kata di pundak kiriku.
Gaya Bahasa Retoris
Gaya bahasa retoris ditemukan dalam novel AAC penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa retoris. Berikur penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa retoris.
(19) Tapi relakan ongkos dakwah dan ibadah dibebankan orang lain? (Hal : 74).
Dalam penggalan teks (19) adalah kalimat yang tidak memerlukan
jawaban. Kalimat itu sudah terkandung makna yang utuh sehingga pembaca
tanpa menjawab pun sudah tahu maksudnya.
Gaya Bahasa Personifikasi
Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi
kalimat bergaya bahasa personifikasi. Berikut penggalan teks yang berisi
kalimat bergaya bahasa personifikasi.
(20) Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. (hal 2)
Gaya bahasa personifikasi terdapat dalam penggalan teks (20) adalah lidah api yang seolah-olah berperilaku seperti manusia (bernyawa) yakni menjulur dan menjilat-jilat. Hal yang dipaparkan dalam penggalan teks itu menandaskan bahwa lidah api atau sinar matahari yang bersinar ke bumi.
Gaya Bahasa Ironi
Dalam novel AAC ditemuakan penggalan teks yang berisi
kalimat bergaya bahasa ironi. Berikut penggalan teks yang berisi kalimat
bergaya bahasa ironi.
(21) Ia telah ditolong tapi memfitnah orang yang dengan tulus hati menolongnya. (hal.296).
Dalam penggalan teks (21) terkandung maksud bahwa ia telah ditolong
tetapi malah memfitnah kepada orang yang dengan tulus menolong.
Gaya Bahasa Sarkasme
Hal itu ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa sarkasme dalam novel AAC. Berikut ini penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa sarkasme.
(22) “Ayolah khoemeini benar Amerika itu setan! Setan harus dibunuh (hal, 26)
Gaya bahasa sarkasme yang terdapat dalam penggalan teks (22) adalah Amerika itu setan! Setan harus dibunuh. Ungkapan itu dipaparkan bentuk makian kepada negara Amerika.
Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal
secara langsung yang memiliki sifat yang sama, tetapi dalam bentuk
singkat. Hal itu ditemuakn penggalan teks yang berisi kalimat bergaya
bahasa metafora dalam novel AAC. Berikut penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa metafora.
(23) Matahari berpijar di tengah petala langit. (hal 2)
Pada penggalan teks (23) terdapat ungkapan petala langit yang
berarti tingkatan langit yang paling tinggi sehingga kedudukan matahari
disamakan dengan petala langit yang tingkatnya tinggi dan jauh.
Gaya Bahasa Perumpamaan atau Smile
Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi
kalimat bergaya bahasa perumpaman/simile. Berikut penggalan teks yang
berisi kalimat bergaya bahasa perumpamaan/simile.
(24) Tengah hari ini Kota Cairo seakan membara (hal 2).
Dalam penggalan teks (24) terdapar gaya bahasa perumpamaan/simile. Hal ini ditandai dengan adanya kata hubung seakan. Kata seakan adalah ciri dari gaya bahasa ini.
Gaya Bahasa Metonimia
Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi
kalimat bergaya bahasa metonimia. Berikut penggalan teks yang berisi
kalimat bergaya bahasa metonimia.
(25) Sebab dia pernah bilang jika kuliah nanti ingin mengambil Sastra Perancis (hal. 76).
Ciri kalimat yang bergaya bahasa metonimia yang terdapat pada penggalan teks (25) adalah Sastra Prancis yang terkandung maksud bahwa ia kuliah pada jurusan sastra Perancis.
Secara keseluruhan bahwa novel AAC sangat padat dengan gaya
bahasa. Jenis gaya bahasa yang dapat ditemukan dengan jumlah penggalan
teks seperti dalam tabel berikut.
Tabel 1. Jenis dan Jumlah Gaya Bahasa dalam Novel AAC
No
|
Jenis Gaya Bahasa
|
Jumlah Gaya Bahasa
|
Keterangan
|
1
|
Klimaks |
3
|
Halaman 4, 5, 241 |
2
|
Antiklimaks |
3
|
Halaman 135, 141, 284 |
3
|
Paralelisme |
7
|
Halaman 135, 139, 149, 153, 277, 304 |
4
|
Antitesis |
22
|
Halaman 3, 5, 10, 11, 14, 107, 133, 159, 164, 171, 237, 241, 251, 269, 278, 280, 288, 295 |
5
|
Anafora |
11
|
Halaman 3, 6, 67,68, 69, 134, 136, 137, 144, 163, 187, |
6
|
Epizeuksis |
6
|
Halaman 3, 5 67, 68, 159, 160 |
7
|
Tautotes |
5
|
Halaman 69, 159, 160, 205 |
8
|
Hiperbola |
84
|
Halaman 8,, 12, 17, 18, 21, 22, 27, 28, 30, 35, 36, 41, 43, 44, 67, 68, 71, 75, 95, 9, 106, 107, 108, 113, 114, 146, 150, 151, 154, 155, 156, 157, 160, 161, 165, 166, 174, 175, 178, 183, 186, 190, 195, 196, 28, 214, 219, 237, 239, 240, 244, 254, 255, 256, 260, 261, 268, 272, 282, 284, 288, 289, 294, 312, |
9
|
Silepsis |
5
|
Halaman 12, 13, 76, 148 |
10
|
Aliterasi |
3
|
Halaman 20, 21, 306 |
11
|
Litotes |
7
|
Halaman 108, 166, 167, 178, 219, 289 |
12
|
Asonansi |
3
|
Halaman 106, 184, 286 |
13
|
Eufemisme |
8
|
Halaman 41, 68, 73, 223, 264, 277, 280 |
14
|
Pleonasme |
2
|
Halaman 141, 258 |
15
|
Paradoks |
7
|
Halaman 15, 24, 26, 43, 45, 47, 294 |
16
|
Retoris |
3
|
Halaman 74, 219, 241 |
17
|
Personifikasi |
54
|
Halaman 2, 4, 7, 12, 13, 15, 18, 19,24, 31, 32, 35, 36, 38, 41, 44, 50, 67, 71, 73, 75, 78, 93, 95, 97, 99, 106, 113, 115, 117, 144, 150, 151, 152, 153, 162, 165, 169, 267, 302, 304, 307, 308 |
18
|
Ironi |
1
|
Halaman 296 |
19
|
Sarkasme |
9
|
Halaman 26, 27, 238, 239, 240, 241, 242, 258, 297 |
20
|
Metafora |
13
|
Halaman 2, 3, 16, 20, 22, 25, 27, 30, 53, 118 |
21
|
Perumpamaan/Simile |
44
|
Halaman 2, 6, 7, 12, 20, 27, 29, 30, 31, 35, 36, 39, 3, 44, 47, 68, 71, 107, 138, 140, 157, 199, 202, 212220, 222, 223, 227, 230, 231, 232, 236, 241, 245, 251, 256, 259, 264, 285 |
22
|
Metonimia |
3
|
Halaman 76, 78, 113 |
Jumlah sekuruh
|
303
|
Berdasarkan uraian itu bahwa novel AAC sangat syarat dengan
penggunaan gaya bahasa. Hal itu dapat dilihat dalam tabel itu. Sosok
pengarang begitu lincahnya menggunakan gaya bahasa dalam mengungkapkan
karya novelnya. Bahasa yang digunakan sangat sederhana, sehingga mudah
dipahami. Hal itulah yang menyebabkan novel AAC mampu meledak di tengah-tengah minimnya novel religi pada saat ini.
Gaya bahasa novel AAC yang terdapat dalam Tabel 1, dapat dipaparkan bahwa terdapat gaya bahasa yang dominan. Gaya bahasa itu adalah gaya bahasa hiperbola yang berjumlah 84 penggalan. Pengarang novel AAC
memperbanyak gaya bahasa seperti hiperbola, dengan tujuan untuk
memberikan keindahan dan pengaruh yang kuat kepada pembaca. Dominasi
gaya bahasa hiperbola dalam novel ini pun memberikan nuansa yang
bombastis sehingga pembaca semakin bermiat untuk terus membaca novel itu
BAB III
Penutup
Dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Jenis gaya bahasa yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta
karya Habiburraman El Shirazy adalah gaya bahasa klimaks, antiklimaks,
paralelisme, antitesis, repetisi, hiperbola, silepsis, aliterasi,
litotes, asonansi, eufemisme, pleonasme, paradoks, retoris,
personifikasi, ironi, sarkasme, metafora, permpamaan/simile dan
metonimia. (2) Gaya bahasa yang dominan dalam novel Ayat-ayat Cinta adalah gaya bahasa hiperbola.
Daftar Pustaka
Aminuddin. 1999. Stilistika: Pengantar Memahami dalam Karya
Sastra. IKIP Semarang Press. Semarang._________. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Kusmini. 1998. Diksi dan Gaya Bahasa dalam Iklan Berbahasa Indonesia di Radio. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan.
Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Lambang, Sri. 2001. Jenis-jenis Diksi dan Gaya Bahasa pada Teks Lagu Karya Ebiet G. Ade. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan
Muslahuddin. 2001. Gaya BahasaRetoris dalam Iklan Berbahasa Indonesia di Televisi. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan
Natawidjaja. P Suparman. 1997. Apresiasi Stilistika. Bandung: Intermasa
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.
Nursilowati. 2001. Gaya BahasaRoman La Barka Karya N.H. Dini. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan
Pradopo, Rachmat Djoko.1997. Pengkajian Puisi.Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
________. 1999. Teori dan Metode Penelitian Sastra serta Peneraj. Dalam Lembaran sastra No. 17 Semarang: Fakultas Sastra UNDIP.
Rohani. 1994. Sajak-sajak Sepatu Tua Karya Rendra: Analisis Stilistika. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Supriyanti. 2002. Gaya Bahasa dalam Teks Berita Harian Umum Kompas. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan.
Susilowati. 1993. Karakteristik Novel La Rose. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan.
Supriyanto, Teguh. 1997. Gaya Bahasa Novel Bekisar Merah Karya Ahmad Tohari. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan.
Sutimah. 2000. Gaya Bahasa Novel Saman Karya Ayu Utami. Skripsi IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan.
Teeuw, Andries. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta:Pustaka Jaya
________.1988. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta Pustaka:Jaya
Wellek dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta:PT Gramedia
Windasari. 1999. Gaya Bahasa dalam Roman Burung-Burung Manyar Karya Y.B. Mangunwijaya. IKIP semarang. Tidak dipublikasikan.
Wibowo, Wahyu. 2000. Manajemen Bahasa. Gramedia: Jakarta.
Yuliani. 2001. Gaya Bahasa Kumpulan Cerpen Singgasana Kecantikan Karya Kahlil Gibran. IKIP Semarang. Tidak dipublikasikan.
Zoest, Aart Van. 1993. Semiotika. Jakarta : Yayasan Sumber Agung
Zoest, Aart Van dan Panuti Sudjiman. 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta : Gramedia Pustaka utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar