GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI
BERSAMA SUARA WAKTU
Oleh:
AGUS ALAN KUSUMA
20152110021
|
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa
merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia untuk menyampaikan gagasan,
pikiran, dan ide-idenya dengan mengutarakannya kepada semua pihak lain. Bahasa digunakan
manusia untuk mengungkapkan pengalaman batin dalam bentuk bahasa tulis atau karya
sastra. Dalam sastra bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa yang ada dalam
kehidupan sehari-hari (natural atau ordinary langguage), sebab dalam sastra bahasa
yang telah di siasati, di manipulasi dan di dayagunakan secermat mungkin sehingga
dapat menampilkan bentuk
yang berbeda dengan bahasa non sastra (Umar Yunus: 1985 didalam buku metodologi
penelitian sastra, Jabrohim dkk: 2003;10). Bahasa sering digunakan seorang pembaca
untuk mencari baik buruknya sebuah karya sastra.
Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan.
Keindahan adalah aspek dari estetika. Sastra merupakan karya seni yang berunsur
keindahan. Keindahan dalam karya seni sastra dibangun oleh seni kata yang berupa kata kata yang indah yang terwujud dari ekspresi jiwa. Membaca
sebuah karya sastra akan menarik apabila informasi yang diungkapkan penulis disajikan
dengan bahasa yang mengandung nilai estetik yang penulis menyajikannya dengan gaya
bahasa unik dan menarik.
Karya sastra lahir dari pengalaman dan keinginan
pengarang untuk mengungkapkan diri dalam bentuk lisan maupun tulisan. Didalam tulisan ini mengandung
untaian kata-kata yang makna. Seorang pengarang menulis karya sastra karena ingin
mengemukakan obsesinya terhadap lingkungan yang melingkupinya, baik megekspre-sikan
kegundahan, pengalaman, pemikiran, pandangan hidup maupun mengekspresikan keinginan-
keinginan dalam jiwanya.
Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah
style dan dalam bahasa Indonesia disebut stilistika. Gaya bahasa dibatasi
sebagai cara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadiaan pengarang atau penggunaan bahasa (Keraf
1984:113). Gaya bahasa atau bentuk retorika adalah penggunaan kata-kata dalam berbicara
dan menulis untuk menyakinkan dan mempengaruhi penyimak atau pembaca (Tarigan
1985:5).
Gaya bahasa merupakan pengungkapan bahasa
yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah
kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan atau makna tersirat.
Jadi ia merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dan memanfaatkan bahasa
kias, suatu karya sastra sering kali ditulis tanpa khusus diarahkan agar
menjadi hal yang penting.
Penggunaan gaya bahasa yang indah untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda yang lebih umum.
Penggunaan gaya bahasa dapat mengubah dan menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa
dan kosakata mempunyai hubungan yang sangat erat, semakin banyak kosakata yang
beragam semakin banyak gaya bahasa yang digunakan (Tarigan 1985:5).
Puisi diciptakan oleh seorang dengan
melukiskan dan mengekspresikan watak pengarang bukan hanya untuk menciptakan
keindahan puisi semata. Puisi membutuhkan efek-efek emotif yang
mempengaruhi
karya
sastra
seperti
kebahasaan (gaya bahasa), penggunaan tanda baca,
dan cara penulisan makalah dengan ini kriteria dapat membantu penulis untuk
menganalisis karya sastra dengan judul Suara
Waktu.
Teori stilistika dapat menyelidiki bahasa
yang digunakan dalam penulisan karya sastra kumpulan puisi suara waktu. Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari gaya bahasa yang terdapat di dalam bagian linguistik
yang memusatkan diri pada variasi-variasi dalam penggunaan bahasa.
Analisis stilistika karya sastra berfungsi untuk menerangkan hubungan antara
bahasa dengan fungsi dan maknanya. Analisis stilistika berusaha mengganti subjektivitas dan impresionisme yang digunakan oleh kritikus sastra sebagai pedoman dalam mengkaji karya sastra dengan suatu pengkajian yang lebih objektif dan ilmiah. Dalam kajian ini, penulis berusaha melakukan analisis puisi berdasarkan teori stilistika
yang berjudul Gaya Bahasa dalam
Kumpulan Puisi Bersama Suara Waktu. Analisis stilistika dalam kumpulan puisi bersama Suara Waktu pada bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan diksi dan majas yang terdapat dalam kumpulan puisi bersama Suara Waktu yang dikembangkan di madura.
1.2 Ruang Lingkup
Dalam analisis stilistika lebih menekankan pada gaya bahasa. Bahasa pada
dasarnya merupakan simbol (signifikan) yang memiliki makna yang terdapat di dalam
kumpulan puisi Suara Waktu. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa masalah
yang muncul dalam analisis ini sangat bervariasi. Secara umum,
ruang
lingkup stilistika terdapat tanda-tanda linguistik yaitu berupa: 1) fonem, pemanfaatan bunyi-bunyi tertentu sehingga menimbulkan orkestrasi bunyi
yang indah, 2) leksikal atau diksi, 3) kalimat atau bentuk sintaksis,
4) bahasa figuratif atau bahasa kias, dan 5) citraan atau imagery (Sayuti, 2000:174)
1.3 Batasan Masalah
Menulis puisi merupakan mengekspresikan
pengalaman penulis dalam kehidupan melalui media bahasa tulis yang secara utuh
dipadatkan oleh kata-kata yang logis di dalam kumpulan puisi suara waktu. Untuk
mempermudah dalam memahami puisi penulis harus membatasi masalah yang lebih
terarah dan fokus
ke dalam kumpulan puisi suara waktu. Analisis akan membatasi masalah yang akan dikaji lebih
lanjut sebagai berikut: 1. Penggunaan diksi dalam kumpulan puisi Suara Waktu. 2. Penggunaan
majas dalam kumpulan puisi Suara Waktu.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah,
penulis merumuskan permasalahan yang dibahas di dalam kumpulan puisi Suara
Waktu sebagai berikut.
1.
Bagaimana diksi yang terdapat dalam
kumpulan puisi Suara
Waktu?
2.
Bagaimana majas yang terdapat dalam
kumpulan puisi Suara
Waktu?
1.5 Tujuan Dan Manfaat Analisis
1)
Tujuan
Suatu analisis diharuskan mempunyai
tujuan agar tidak menyimpang dari bahasa utama dalam kumpulan puisi suara waktu,
maka tujuan analisis ini sebagai berikut
b. Mendeskripsikan majas yang terdapat dalam kumpulan
puisi Suara
Waktu
2) Manfaat
Hasil dalam analisis ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai penggunaan diksi dan majas, untuk menentukan
pembelajaran apresiasi puisi bagi mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia dalam kumpulan
puisi suara waktu.
|
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Stilistika
Istilah stilistika berasal dari bahasa inggris
dengan kata style yang berarti studi
mengenai gaya bahasa. Kata style
berasal dari kata latin stilus yang berarti alat yang digunakan untuk menulis
lembaran diatas kertas yang berlapis lilin(Shipley, 1979:314; Scott, 1990:279).
Kata stilus memiliki kesamaan makna yang berarti alat tulis yang terbuat dari
logam, kecil, yang berbentuk batang serta memiliki ujung yang tajam. Alat ini
digunakan untuk menulis di atas kertas
yang berlapis lilin (Scott, 1980:280).
Pada
perkembangan bahasa latin stylus memiliki arti yang mendeskripsikan tentang
penulisan kritik terhadap kualitas sebuah tulisan. Stilistika adalah ilmu yang
meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa didalam karya sastra
(Abrams,1979:165-167).
Stilistika
dapat dikatakan sebagai proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji
unsur-unsur bahasa dengan menggunakan medium karya sastra dapat digunakan oleh
sastrawan sehingga bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya stilistika. Karena
medium yang digunakan oleh pengarang adalah pengamatan bahasa yang
mengungkapkan hal-hal penafsirkan makna untuk memahami dan menikmati karya
sastra (Sudjiman, 1993:vii).
Stilistika
meneliti fungsi puitis bahasa (Sudjiman 1993:3). Kajian stilistika digunakan
sebagai metode untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impresif dan
subjektif. Melalui kajian stilistika dapat memperoleh hasil yang kriteria
objektifitas dan keilmiahan (Aminuddin 1995:42).
Menurut
Sudjiman, pengkajian tersebut sebagai pengkajian stilistika. Dalam pengkajian
stilistika tampak relevan terhadap linguistik dalam studi sastra. Stilistika
dapat di interaksi secara rumit antara bentuk dan makna yang terkadang luput
dari perhatian dan pengamatan para kritik sastra. Stilistika sebagai ilmu yang
menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan
aspek-aspek keindahannya (Ratna 2007:236) serta terdapat metode interpretasi
tekstual karya sastra yang dipandang memiliki keunggulan dalam pemberdayaan
bahasa (Simpons 2004:2).
|
1.
Menurut Short dan Shristoper
Candlin (1999:193) stilistika adalah pendekatan linguistik yang digunakan dalam
studi teks-teks sastra.
2.
Menurut Senada dalam pengertian
Turner (1975:7) stilistika merupakan bagian linguistik yang menitik beratkan kajiannya
kepada variasi-variasi dalam memberikan perhatian kepada penggunaan bahasa yang
kompleks dalam karya sastra.
3.
Menurut Cummings dan Simmons
(1986:xvi) stilistika merupakan analisis yang berorientasi kepada linguistik
serta cabang linguistik. Cummings dan Simmons berpedoman kepada teori
linguistik sistemik Halliday terhadap sebuah karya puisi. Tampaknya Cummings
dan Simmons mengikuti jejak Halliday (1966) untuk menganalisis puisi. Orientasi
kepada kajian linguistik ini juga pernah dilakukan oleh Levin (1964) dan
Sinclair (1966).
4.
Menurut Widdowson (1984:3)
stilistika adalah studi wacana sastra dari orientasi linguistik dan pertalian
antara kritik sastra pada satu pihak kepada pihak lain. Secara morfologis,
komponen style berhubungan dengan
kritik sastra sedangkan komponen istlcs
berhubungan dengan linguistik. Stilistika merupakan studi yang menghubungkan
antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra.
5.
Menurut Sudjiman(1984:71)
stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam
karya sastra.
6.
Menurut Slamet Muijana (1956:4)
stilistika adalah pengetahuan kata yang berjiwa. Kata yang digunakan dalam
ciptaan sastra, mengandung napas penciptanya, berisi jiwanya serta mengandung
perasaan pengarangnya. Kata-kata dalam ciptaan sastra berbeda sifatnya dengan
kata-kata yang terdapat di dalam kamus besar bahasa indonesia.
Dari
definisi di atas Slamet Muijana menekankan kepada pemilihan kata (diksi) serta
mendapatkan kritik dari Junus (Junus, 1984:15). Stilistika berdasarkan
konsepnya sendiri mempelajari penggunaan unsur bahasa dalam karya sastra
(1989:75). Junus secara terang mengatakan bahwa kajian terhadap bahasa
figuratif merupakan kajian stilistika tradisional. Junus berpendapat bahwa
semuanya tidak berhadapan dengan unsur bahasa tetapi lebih kedalam penggunaan
bahasa.
7.
Menurut Widdowson (1975:1-7)
mengungkapkan bahwa karya sastra dipandang sebagai wacana sehingga
mempertemukan pandangan linguistik yang menganggap karya sastra sebagai teks,
pandangan kritik sastra, dan sebagai pembawa pesan.
Dengan pandangan diatas menunjukkan bahwa
penggunaan pola-pola linguistik menghasilkan sebuah komunikasi terhadap realita
unik pandangan individu. Pendapat Keris Mas dengan Sudjiman diatas sama,
stilistika adalah ilmu yang mempelajari kajian gaya yang digunakan untuk
menganalisa karya sastra (1988:3).
2.2 Diksi
Diksi bentuk pemilihan kata dan gaya
ekspresi seorang penulis. Diksi dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan
pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga
mendapatkan efek tertentu. Penulis harus menguasai kata yang mempengaruhi
bahasanya, yang saat bersangkutan membuat karya sastra. Setiap kata memiliki
makna tertentu yang dapat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Makna kata
dapat digunakan dalam kalimat yang menimbulkan dampak yang berbeda kepada
kalimat yang berbeda. Pilihan kata merupakan
satu unsur yang sangat penting,bagi karang mengarang suatu karya sastra yang
dapat di tuturkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pemilihan kata harus
menggunakan ketepatan untuk pemakain
kata-kata.
Syarat ketepatan diksi ialah pilihan kata. Dapat di ambil sebuah kesimpulan
bahwa pemilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karya
sastra dan penggunaan kata dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan kata (diksi)
memiliki sebuah makna kata yaitu makna konotatif dan makna denotatif
Makna denotasi
merupakan makna kata atau kelompok kata yang di dasarkan atas makna yang sama
dengan menggunakan kata-kata lugas di luar bahasa atau konvensi tertentu yang
memiliki sifat objektif. Contohnya: a) adik makan nasi, kata makan dalam
kalimat ini dapat diartikan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. b) adik minum
susu setiap pagi sebelum berangkat sekolah, kata minum di kalimat ini
mengandung sebuah makna denotasi.
Makna konotasi
merupakan tautan pemikiran yang menimbulkan nilai, rasa pada seseorang ketika
berhadapan dengan sebuah kata yang menambahkan sebuah makna denotasi. Contoh:
kambing hitam dapat diartikan seseorang yang disalahkan atas perbuatan yang
tidak dilakukan.
Makna konotasi di bagi
menjadi dua makna yaitu: konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi
positif merupakan makna kata yang lebih baik atau sopan. Sedangkan konotasi
negatif adalah makna kata yang pengungkapannya kasar atau tidak sopan.
2.3 Majas
Gaya
bahasa merupakan bentuk dari majas. Majas adalah pemanfaatan
bahasa,
pemakaian ragam bahasa dalam efek-efek bahasa tertentu baik dari cara
menyampaikan pikiran, perasaan melalui media tulis. Majas
menurut Perrine (waluyo 1995:83), dapat digunakan untuk menghasilkan imajinatif
kesenangan, imajinatif tambahan yang dapat menjadi abstrak dan konkret yang
dapat dinikmati oleh pembaca, intensitas perasaan pengarang dalam kumpulan
puisi Suara Waktu untuk menyampaikan
makna dan sikapnya serta mengkonsentrasikan makna yang menyampaikan bahasa
secara singkat. Jenis-jenis majas yaitu majas
penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas sindiran. Setiap
jenis-jenis majas memiliki kekhasan masing-masing.
1) Majas Penegasan
Majas penegasan merupakan gaya bahasa yang menggunakan
kata-kata kiasan untuk menegaskan sesuatu, untuk menimbulkan kesan dan
pengaruhnya terhadap pembaca. Majas penegasan ini memiliki tujuh jenis yaitu
sebagai berikut.
a)
Pleonasme
Pleonasme
merupakan suatu penegasan arti kata dengan menggunakan kata-kata yang
berlebihan serta menambahkan keterangan yang sudah jelas. Contoh: semua siswa
wajib masuk kedalam kelas setelah bel berbunyi.
b)
Repetisi
Repetisi merupakan majas yang menegaskan sebuah kata-kata.
Majas ini sebagai perulangan bunyi, suku kata, kata yang dianggap penting untuk
memberi tekanan dalam sebuah konteks. Contoh: marilah solat sebelum di sholatkan.
c)
Paralelisme
Paralelisme
merupakan majas yang mengulang kata-kata yang sama. Majas ini memakai kata,
frase yang kedudukannya sama. Contoh: cinta adalah pengertian, kesetiaan,
pengorbanan serta kebersamaan.
d)
Teotologi
Teotologi
merupakan majas penegasan yang mengulang beberapa kali dalam sebuah kata dalam
kalimat dengan maksud menegaskan. Kadang pengulangan ini menggunakan kata yang
bersinonim. Contoh: sebagai bangsa Indonesia seharusnya dapat hidup rukun, akur
dan bersaudara.
e)
Klimaks
Klimaks
merupakan gaya bahasa yang semakin berurutan akan semakin lebih meningkat. Contoh:
saat ini pengguna facebook semakin meningkat dari anak-anak, remaja, dan
dewasa.
f)
Antiklimaks
Antiklimaks
merupakan gaya bahasa yang berurutan yang semakin lama menurun. Contoh: kepala
sekolah, guru, dan siswa wajib mengikuti upacara bendera.
g)
Retorik
Retotik merupakan gaya bahasa yang berupa kalimat tanya yang
tidak memerlukan jawaban. Tujuan ini untuk penegasan dan sindiran. Contoh:
cita-cita tidak dapat dicakup dengan sekolah formal saja.
2) Majas Perbandingan
Majas perbandingan dapat dikatakan sebagai
bahasa kiasan yang sederhana dan paling banyak dipergunakan pengarang dalam
karya
sastra. Majas perbandingan ini memiliki delapan jenis yaitu sebagai berikut.
a)
Asosiasi atau
Perumpamaan
Asosiasi atau perumpamaan merupakan perbandingan terhadap dua
hal yang hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini
dipengaruhi oleh penggunaan kata. Contoh: wajahnya kuning bersinar bagaikan
bulan purnama.
b)
Metafora
Metafora merupakan majas yang mengungkapkan secara langsung
berupa perbandingan analogis. Pemakaian kata bukan arti yang sebenarnya,
melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan. Contoh: perpustakaan
adalah gudang ilmu.
c)
Personifikasi
Personifikasi merupakan majas yang memberikan tingkah laku manusia
yang berupa perbuatan, sifat manusia kepada benda
mati atau makhluk hidup selain manusia sehingga benda-benda tersebut
seolah-olah berbuat seperti manusia. Contoh: ombak berkejar-kejaran di tepi
pantai.
d)
Alegori
Alegori
merupakan sebuah bentuk kiasan atau penggambaran yang bertautan satu dengan
yang lainnya dalam kesatuan yang utuh. Contoh: suami sebagai nahkoda sedangkan
istri sebagai juru mudi.
e)
Simbolik
Simbolik
merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan symbol atau lambang
untuk menyatakan maksud. Contoh: melati lambang kesucian.
f)
Metonimia
Metonimia merupakan majas yang menggunakan ciri atau
lebel tertentu. Dari sebuah benda untuk menggantikan benda. Pengungkapan berupa
penggunaan nama sedangkan untuk benda berupa merk atau ciri. Contoh: anakku datang
dari luar negeri naik garuda (maksudnya pesawat).
g)
Sinekdok
Sinekdok
merupakan majas yang menyebutkan bagian untuk menggunakan benda secara
keseluruhan. Majas ini terdapat dua bentuk yaitu pras pro toto dan pro parte.
Pras pro toto merupakan majas yang menyebutkan nama sebagai pengganti nama
secara keseluruhan. Sedangkan totem pro parte merupakan majas dengan
mengungkapkan keseluruhan objek dengan maksud hanya sebagian. Contoh: perkepala
mendapatkan uang 300 dan malam nanti
Indonesia akan memilih idolanya.
h)
Simile
Smile
merupakan pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang digunakan dalam kata
depan dan penghubungan. Majas perbandingan ini memiliki kata penghubung kata
bagai, andai, dan laksanakan. Contoh: kau umpama air aku bagaikan minyaknya.
3) Majas Pertentangan
Majas pertentangan merupakan kata-kata kias yang menyatakan
pertentangan dengan maksud yang sebenarnya oleh penulis untuk meningkatkan
kesan serta pengaruh kepada pembaca. Majas pertentangan ini memiliki empat
jenis yaitu sebagai berikut.
a)
Antitesis
Antitesis merupakan majas
pertentangan yang menggunakan kata-kata yang berlawanan artinya. Contoh: dari
usia muda sampai dewasa ikut meramaikan festival itu.
b) Paradoks
Paradoks merupakan majas yang
mengandung pertentangan antara pernyataan dengan fakta yang ada tetapi
mengandung suatu kebenaran. Contoh: aku merasa kesepian di tengah keramaian
kota ini.
c)
Hiperbola
Hiperbola merupakan majas yang
berupa sebenarnya mempunyai pernyataan berlebihan dari kenyataannya dengan
maksud ingin memberikan sebuah kesan mendalam atau meminta perhatian dengan
menggunakan kata
yang memiliki arti. Contoh: suaranya raksasa itu menggelegar.
d) Litotes
Litotes merupakan sesuatu majas
yang berlawanan dari kenyataan dengan mengecilkan atau melukiskan keadaan dengan
kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya dengan
merendahkan diri. Contoh: makanlah seadanya yang ada di atas meja itu.
4) Majas Sindiran
Majas Sindiran merupakan kata-kata
yang memiliki kiasan untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pembaca.
Majas sindiran ini memiliki jenis tiga yaitu
sebagai berikut.
a)
Ironi
Ironi merupakan majas ini bertentangan dengan maksud untuk
menyindir seorang dengan mengembalikan dari fakta. Contoh: bagus sekali
tulisanmu sampai aku tidak dapat membacanya.
b)
Sinisme
Sinisme merupakan majas yang sindirannya secara langsung
kepada orangnya (lebih kasar dari ironi). Contoh:
perkataanmu tadi sangat tidak sopan, tidak pantas kau ucapkan sebagai orang
terpelajar.
c)
Sarkasme
Sarkasme merupakan sindiran yang paling kasar
di antara ironi dan sinisme. Majas ini sering di gunakan oleh orang yang sedang
marah. Contoh: mau muntah aku melihat wajahmu.
|
|
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Diksi dalam Kumpulan Puisi
Bersama Suara Waktu
Diksi
dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan pilihan kata yang tepat dan
selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga mendapatkan efek tertentu. Diksi
memiliki dua macam makna yaitu makna denotatif dan makna konotatif.
Makna
denotasi merupakan sebuah makna yang sama dengan makna lugas untuk menyampaikan
sesuatu yang bersifat factual dalam pemilihan kata, didalam makna denotasi
tidak mengalami perubahan kata. Sedangkan makna konotasi merupakan sebuah
bentuk makna yang umumnya bersifat sindiran, didalam makna konotasi mengalami
penambahan kata.
Hasil
analisis dalam kumpulan puisi bersama Suara Waktu karya Bangkit Prayogo,
Fadilis Syakur, Hayyul Mubarok, Joko Sucipto, dan Rosi Praditya terdapat diksi
yaitu sebagai berikut.
Di
bawah ini merupakan beberapa contoh kutipan puisi tentang diksi konotatif.
1)
Bertamu dengan Hutan yang Malang
Jantungku
mulai haus, tiba-tiba datang sepeda dengan
harapan
Orang itu membacakan mantra, terlihat jelas di
bibirnya ada
siulan. Aku kembali diam, menghidupkan mata sebisa
mungkin
Untuk bernafas, anak-anak sudah tidur,
bermimpi mainan laut
tadi sore. Dan orang itu berhasil, semua
hidup, lampu-lampu,
suara-suara, bunyi harapan. Kembali ada
semangat
(BDHYM/BP/D1/B4/16)
Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna konotatif yang
menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi menghidupkan mata sebisa mungkin. Dari
kutipan puisi tersebut menunjukkan makna konotatif. Sebab kata menghidupkan mata dapat diartikan
sebagai membuka mata. Pengarang menggunakan kata menghidupkan agar lebih
menarik dan lebih tepat di bandingkan dengan makna sesungguhnya. Karena pada
umumnya kata yang digunakan bukan menghidupkan mata tapi yang ada adalah
membuka mata atau menutup mata. Penggunaan kata di dalam puisi di atas akan
lebih puitis.
2)
Melihat Bapak
Ketika pulang, kusapa matanya
Tanpa bicara,
dan kami hanya terdiam
Lalu, selang
berapa menit
bapak datang,
berbicara kepadaku:
“Kenapa baru
pulang?” (MP/BP/D1/B1/21)
Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna konotatif
yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi kusapa matanya. Dari kutipan puisi
tersebut menunjukkan makna konotatif dari kata kusapa yang dapat diartikan
sebagai kata kulihat atau kulirik. Pengarang menggunakan kata kusapa matanya
agar puisinya lebih hidup daripada penggunaan kata yang sebenarnya. Seperti
kulihat matanya yang akan menghilangkan keindahan puisi tersebut.
3)
Bulan Hujan
Lebih mudah
berlari menari
daripada menatap matahari
dengan cahayanya yang tajam
lebih mudah
mencengkram.
Membakar dengan habis-habisan
tak ada yang bisa ditanyakan
(BH/FS/D1/B1/27)
Dalam
kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna konotatif
yang menjelaskan bahwa
kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi tajam. Dari kutipan puisi tersebut menunjukkan makna konotatif dari
kata tajam mengandung sebuah arti
alat untuk mengiris seperti pisau.
Namun, pengarang dalam
menggunakan kata tajam yang di maksudkan adalah cahaya yang bersinar terang
sehingga mata tidak dapat melihat sinar tersebut. Oleh karena itulah pengarang
menggunakan kata tajam sebagai
gambaran dari puisi tersebut yaitu dapat dibuktikan dengan kalimat cahayanya yang tajam.
Di bawah
ini merupakan beberapa contoh kutipan puisi tentang diksi denotatif.
1)
Ceritaku di Tanjung Perak
Namun, sekejap aku teringat masa
laluku
Dan kupikir, toko-toko, tempat ibadah, kapal-
kapal, dan lautan
telah hilang, lenyap oleh
keadaan
(CDTP/BP/D1/B2/22)
Dalam kutipan
puisi di atas mengandung sebuah makna denotatif yang menjelaskan bahwa
kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi toko-toko, tempat ibadah, kapal-kapal merupakan makna sebenarnya
tidak terdapat pemaknaan dibalik kata tersebut. Toko menunjukkan sebuah tempat
yang menjual atau menyediakan barang. Tempat ibadah menunjukkan tempat
peribadahan seperti masjid.
2)
Bunga di Tepi
Jalan
Kau begitu cantik
saat duduk di kursi itu
Aku senang menemanimu
sampai kau pulang
(BDTJ/FS/D1/B2/25)
Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna
denotatif yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang
berbunyi kursi merupakan makna yang
sebenarnya. Karena kursi adalah benda mati yang terbuat dari kayu dan tidak ada
makna yang terkandung di dalam kata kursi tersebut.
3)
Air Mata dan Doa
Dengan sepi
berdarah di rahim sunyi
telah lahir namamu pada bulan
untuk rindu
untuk mengawali siang dan malamku
selalu
lahir pucuk pagi (AMDD/RP/D1/B4/96)
Dalam kutipan puisi di
atas mengandung sebuah makna denotatif yang menjelaskan bahwa kata-kata yang
terdapat di dalam puisi yang bebunyi lahir
merupakan makna yang sebenarnya. Karena lahir adalah keluar dari dalam
kandugan dan tidak ada makna yang terkandung di dalam kata lahir tersebut.
3.2 Majas dalam Kumpulan Puisi
Bersama Suara Waktu
Majas
menurut Perrine (waluyo 1995:83), majas dapat digunakan untuk menghasilkan
sebuah imajinatif kesenangan, imajinatif
tambahan yang memiliki sebuah kata-kata yang abstrak dan konkret yang
dapat dinikmati oleh pembaca. Intensitas perasaan pengarang dalam kumpulan
puisi Suara Waktu dalam menyampaikan
sebuah makna, sikap dan cara mengkonsentrasikan sebuah makna yang menyampaikan
sebuah kata-kata di dalam bahasa yang sangat singkat. Majas memiliki empat
jenis yaitu sebagai berikut: majas
penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan dan majas sindiran.
a)
Majas Penegasan
Contoh majas repetisi
Jalan
yang Sepi dan Sepi yang menghabiskan Hari
Jalan yang sepi dan sepi yang menghabiskan hari
Adakah kesetiaan, bukan dalam arti dangkal
Karena setia itu tercipta atas pengorbanan
(JYSDSYMH/BP/D2/B2/10)
Kutipan puisi di atas
terdapat gaya bahasa dalam majas repetisi dalam kata sepi adalah tempat
yang sunyi. Kata sepi yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas merupakan
sepi yang tidak ada orang. Sepi yang menghabiskan hari di dalam
kesendirian pagi hingga malam hari yang menemani hanya sunyi tanpa harapan yang
ada hanya kepasrahan menjalani kehidupan dalam tempat yang sunyi seperti hutan
yang sepi di pagi hingga malam.
Contoh
majas paralelisme
Manusia
Semua tahu tentang cinta
Yang berawal dari setia
menjadi cipta
Tetapi apakah ada yang tahu tentang luka ?
Luka adalah janji antar manusia
yang menangisi hidupnya (M/BP/D2/B1/5)
Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa
dalam majas paralelisme dalam kata luka adalah tangan yang tergores seperti cedera dan
lecet. Kata luka yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas merupakan
perasaan yang terluka dengan sebuah ucapan. Luka adalah janji antara manusia di dalam kehidupan sehari-hari
yang berharap akan sebuah janji yang belum pernah di tepati.
Contoh
majas retorik
Tentang
Zaman
Zaman boleh saja bercerita setia
Tapi jangan lupakan airmata
Selalu manusia yang
menjadi sejarah
Aku hanya tidak ingin sejarah tentang luka
Ini hanya sandiwara, antara mata dan telinga
(TZ/BP/D2/B2/3)
Kutipan
puisi di atas terdapat gaya bahasa dalam majas retorik dalam kata manusia adalah sebagai
makhluk yang memiliki akal budi. Sedangkan sejarah sebagai asal usul sebuah
peristiwa di masa yang akan lampau. Kata manusia di dalam puisi di atas untuk
memberitahukan sebuah peningkatan kesadaran manusia bahwa manusia sebagai
sejarah dalam menjalani hidup. Dapat dibuktikan dalam puisi di atas yang
berbunyi manusia yang menjadi sejarah.
b) Majas
perbandingan
Contoh
majas asosiasi
Ayah
Terbaring
Ayah,
hanya kasih sayangmu yang dapat
kukenang
dan perhatianmu bagaikan
menara
telunjuk tangan, dari usiamu
diujung alam (AT/HM/D2/B5/70)
Kutipan puisi di atas terdapat gaya
bahasa perumpamaan dari sebuah kata pembanding. Perhatianmu merupakan kata perhatian kasih sayang kepada seseorang.
Kata perhatianmu di dalam puisi di atas untuk menunjukkan sebuah peningkatan
kesadaran seseorang untuk menunjukkan kepada orang lain yang di sayang. Menara adalah sebuah bentuk bangunan
yang tinggi seperti mencusuar tapi di dalam kutipan puisi di atas adalah
telunjuk tangan. Kata perhatian dalam puisi di atas dalam perbandingan
mengandung sebuah nada dalam kesamaan makna.
Contoh majas personifikasi
Perjalanan Panjang
Empat
tahun dengan sabar
Melewati
jalanan yang melelahkan
Bersama gelap lubang-lubang
Di
antara dingin matahari
Anggaplah
semuanya berarti (PP/FS/D2/B3/40)
Kutipan puisi di atas terdapat gaya
bahasa personifikasi dari sebuah kata pembanding. Gelap merupakan tempat yang tiak ada cahaya seperti hutandan rumah
kosong. Kata gelap yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas adalah sebuah
tempat kosong yang tidak ada penghuninya. Bersama
gelap lubang-lubang adalah tempat dalam
liang atau tekukan tanah yang tidak dapat di terangi oleh cahaya seperti
kuburan.
Contoh
majas simbolik
Rinduku
Padamu
Andaikan aku boleh berkata
Aku hanya
ingin berkata, aku ingin
kau di sini. Memberi
kasih sayang,
memberi
suapan, dan memberi
ketulusan (RP/BP/D2/B1/11)
Kutipan puisi di atas terhadap gaya bahasa simbolik
dari sebuah
kata perbandingan. Kasih sayang merupakan perasaan
sayang kepada seorang gadis. Tulus merupakan kejujuran hati yang
diberikan kepada seorang gadis. Kata
tulus dan kasih sayang yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas adalah
seseorang yang memberikan perhatian penuh kepada seorang gadis dan dapat di buktikan
dalam puisi yang berbunyi Memberi kasih sayang, dan memberi
ketulusan.
c)
Majas
Pertentangan
Contoh majas
hiperbola
Selamat Jalan Sobat
Langit cerah menjadi gelap. Halilintar menggetarkan alam.
akhirnya ajal menjemputmu, Sobat. Berakhir
semua langkah-langkahmu. Mengungkap dunia diantara kehidupan yang engkau cari
dari pintu-pintu yang engkau buka, kini tertutup kembali. (SJS/HB/D2/B2/71).
Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa
hiperbola dari sebuah kata perbandingan.
Halilintar adalah petir atau kilat
yang menyambar. Kata halilintar di dalam puisi di atas untuk menunjukkan sebuah
makna kalau hujan akan datang. Kata halilintar dalam puisi di atas dalam perbandingan
mengandung hujan akan turun dengan jelas dapat di buktikan dalam kalimat
halilintar menggetarkan alam.
d) Majas Sindiran
Contoh
majas ironi
Cerita di
Tanjung Perak
Mungkin, cerita berawal dari sebuah prasangka
Sama dengan siang ini, gemuruh kebohongan
Marak
Tapi aku tidak bisa menyalahkan, karena itu
sudah menjadi tugas mereka (CDJP/BP/D2/B2/22)
Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa ironi dari sebuah kata
sindiran. Gemuruh adalah menderu-deru seperti bunyi guruh atau suara ombak besar mengalun menepis
pantai. Kata gemuruh di dalam puisi di atas untuk menunjukkan sebuah makna dapat di buktikan dalam kalimat gemuruh
kebohongan.
|
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diksi merupakan bentuk dari majas. Diksi
dibagi menjadi dua yaitu diksi konotatif dan diksi denotatif. Diksi sebagai bentuk
pemilihan kata yang logis yang bersifat faktual dan sindiran. Majas terbagi
menjadi empat yaitu penengasan, perbandingan, pertentangan, dan sindiran.
Setiap memiliki ciri-ciri tertentu.
Majas adalah pemanfaatan bahasa, pemakaian ragam bahasa
dalam efek-efek bahasa tertentu
baik dari cara menyampaikan pikiran, perasaan melalui media tulis. Menurut
Perrine dapat digunakan untuk menghasilkan imajinatif kesenangan, imajinatif
tambahan yang dapat menjadi abstrak dan konkret yang dapat dinikmati oleh
pembaca, intensitas perasaan pengarang dalam kumpulan puisi suara waktu untuk menyampaikan makna dan
sikapnya serta mengkonsentrasikan makna yang menyampaikan bahasa secara
singkat. Jenis-jenis majas yaitu
penegasan, perbandingan, pertentangan dan sindiran. Setiap jenis majas ini
memiliki kekhasan masing-masing.
Analisis
merupakan menyelidiki sebuah peristiwa atau kejadian dalam karya sastra untuk
mengetahuin keadaan yang sebenarnya. Dalam menganalisis sebuah karya sastra di
lakukan oleh peneliti bahasa yang di peroleh peneliti dalam sebuah teks.
4.2
Saran
Guru bahasa dan sastra indonesia dapat
menggunakan alternatif model pengajaran bahasa dan sastra. Cara kerja bahasa
dalam karya sastra dalam mengembangkan keyakinan untuk membuat interpretasi
secara sistematis terhadap teks sastra yang terlebih dalam bentuk puisi. Model
ini merupakan konsepsi yang relasional antara sastra dengan bahasa. Sebagai
mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia harus paham bagaimana cara menganalisis
sebuah puisi. Agar saat menganalisis puisi tidak mengalami kesulitan.
|
Umar
Yunus : 1985 di dalam buku metodologi penelitian sastra, Jabrohim dkk: 2003;10
Keraf.
Gorys : 1984. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia
Taringan,
Henri Guntur. 1985. Prinsip-prinsip dasar sastra. Bandung: Angkasa
Sayuti,
Suminto. 2000. Kajian fiksi. Yogyakarta: Gama media
Shipley, J.T. (1979). Dictionary of World Literary
Terms. London: George Allen & Unwin Ltd.
Scott, A.F. (1980). Current Literary terms.
A Concise Dictionary. London: The Macmillan Press Ltd.
Ambrams, M.H. 1979. The Mirror and The Lamp.
London: Oxford University Press
Sudjiman, P.. (1993). Bunga Rampai Stilistika.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Sudjiman, P. (Ed.). (1984). Kamus Istilah Sastra.
Jakarta: Gramedia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Stilistika,
Kajian Puitika Bahasa, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cummings, M. dan Simmons, R. (1986). The
Language of Literature. England: Perfgamon Press Ltd.
Halliday. M.A.K. (1966). dalam Halliday dan Angus
Mc. Intosh. “Descriptive Linguistics in Literary Studies.” Patterns of Language,
Papers in General, Descriptive and Applied Linguistics. Longmans.
Turner, G.W. (1975). Stylistics. Great
Britain: Hazell Watson & viney Ltd
Leech, G.N. dan Short, M.H. (1984). Style in
Fiction. London and New York: Longman.
|
Junus, U. (1989). Stilistik Satu Pengantar.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.
Slamet Muijana (1956). Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra. Bandung: Ganvo N.V
Widdowson, H.G.
(1984). Stylistics and The Teaching of Literature. Longman Group
Limited.
Keraf, G. (1981). Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores:
Nusa Indah.
Bangkit
Prayoga (1992). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI
Bangkalan, study bahasa dan sastra indonesia
Fadilis
Syakur (1991). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI
Bangkalan, study bahasa dan sastra Indonesia
Hayyul
Mubarok (1993). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI
Bangkalan, study bahasa dan sastra Indonesia
Joko
Sucipto (1992) angkatan mahasiswa 2012. Kumpulan puisi bersama Suara Waktu.
Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan, study bahasa dan sastra Indonesia
Rosi
Praditya (1992). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI
Bangkalan, study bahasa dan sastra Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar