Minggu, 20 Desember 2015

GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI BERSAMA SUARA WAKTU oleh FATCHUR ROCHMAN 20152110013

GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI BERSAMA 
                                         SUARA WAKTU                                      





oleh  
FATCHUR ROCHMAN 
20152110013















               1.1        LatarBelakang


     Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan ide-idenya dengan mengutarakannya kepada semua pihak lain. Bahasa digunakan manusia untuk mengungkapkan pengalaman batin dalam bentuk bahasa tulis atau karya sastra. Dalam sastra bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari (natural atau ordinary langguage), sebab dalam sastra bahasa yang telah disiasati, dimanipulasi dan didayagunakan secermat mungkin sehingga dapat menampilkan bentuk yang berbeda dengan bahasa non sastra (Umar Yunus: 1985 di dalam buku metodologi penelitian sastra, Jabrohim dkk: 2003;10). Bahasa sering digunakan seorang pembaca untuk mencari baik buruknya sebuah karya sastra.
      
           Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan. Keindahan adalah aspek dari estetika. Sastra merupakan karya seni yang berunsur keindahan. Keindahan dalam karya seni sastra dibangun oleh seni  kata yang berupa kata-kata yang  indah yang terwujud dari ekspresi jiwa. Membaca sebuah karya sastra akan menarik apabila informasi yang diungkapkan penulis disajikan dengan bahasa yang mengandung nilai estetik yang penulis menyajikannya dengan gaya bahasa unik dan menarik. 

     Karya sastra lahir dari pengalaman dan keinginan pengarang untuk mengungkapkan diri dalam bentuk lisan maupun tulisan. Di dalam tulisan ini mengandung untaian kata-kata yang penuh dengan makna. Seorang pengarang menulis karya sastra karena ingin mengemukakan obsesinya terhadap lingkungan yang melingkupinya, baik megekspresikan kegundahan, pengalaman, pemikiran, pandangan hidup maupun mengekspresikan keinginan- keinginan dalam jiwanya.
 
      Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style dan dalam bahasa Indonesia disebut stilistika. Gaya bahasa dibatasi sebagai cara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang atau penggunaan bahasa (Keraf 1984:113). Gaya bahasa atau bentuk retorika adalah penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan dan mempengaruhi penyimak atau pembaca (Tarigan 1985:5).

      Gaya bahasa merupakan pengungkapan bahasa yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan atau makna tersirat. Jadi ia merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dan memanfaatkan bahasa kias, suatu karya sastra sering kali ditulis tanpa khusus diarahkan agar menjadi hal yang penting.

     Penggunaan gaya bahasa yang indah untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa dapat mengubah dan menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa dan kosa kata mempunyai hubungan yang sangat erat, semakin banyak kosa kata yang beragam semakin banyak gaya bahasa yang digunakan (Tarigan 1985:5).

     Puisi diciptakan oleh seorang dengan melukiskan dan mengekspresikan watak pengarang bukan hanya untuk menciptakan keindahan puisi semata. Puisi membutuhkan efek-efek emotif yang mempengaruhi karya sastra seperti kebahasaan (gaya bahasa), penggunaan tanda baca, dan cara penulisannya. Seperti yang terdapat pada sebuah karya sastra yang berjudul Kumpulan Puisi Bersama Suara Waktu yang akan menjadibahan penelitian bagi penulis.

Teori stilistika dapat menyelidiki bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra kumpulan puisi suara waktu. Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari gaya bahasa yang terdapat di dalam bagian linguistik yang memusatkan diri pada variasi-variasi dalam penggunaan bahasa.
Analisis stilistika karya sastra berfungsi untuk menerangkan hubungan antara bahasa dengan fungsi dan maknanya. Analisis stilistika berusaha mengganti subjektivitas dan impresionisme yang digunakan oleh kritikus sastra sebagai pedoman dalam mengkaji karya sastra dengan suatu pengkajian yang lebih objektif dan ilmiah. Dalam kajian ini, penulis berusaha melakukan analisis puisi berdasarkan teori stilistika yang berjudul Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi Bersama Suara Waktu. Analisis stilistika dalam kumpulan puisi bersama Suara Waktu pada bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan diksi dan majas yang terdapat dalam kumpulan puisi bersama Suara Waktu yang dikembangkan di madura.

1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis merumuskan permasalahan yang dibahas di dalam kumpulan puisi Suara Waktu sebagai berikut.
1.    Bagaimana diksi yang terdapat dalam kumpulan puisi Suara Waktu?
2.   Bagaimana majas yang terdapat dalam kumpulan puisi Suara Waktu?


2.1         Stilistika
Istilah stilistika berasal dari bahasa inggris dengan kata style yang berarti studi mengenai gaya bahasa. Kata style berasal dari kata latin stilus yang berarti alat yang digunakan untuk menulis lembaran di atas kertas yang berlapis lilin (Shipley, 1979:314; Scott, 1990:279). Kata stilus memiliki kesamaan makna yang berarti alat tulis yang terbuat dari logam, kecil, yang berbentuk batang serta memiliki ujung yang tajam. Alat ini digunakan untuk menulis di atas kertas yang berlapis lilin (Scott, 1980:280).
Pada perkembangan bahasa latin stylus memiliki arti yang mendeskripsikan tentang penulisan kritik terhadap kualitas sebuah tulisan. Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra (Abrams,1979:165-167).
Stilistika dapat dikatakan sebagai proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa dengan menggunakan medium karya sastra yang sering digunakan oleh sastrawan untuk menuangkan gagasannya. Karena medium yang digunakan oleh pengarang adalah pengamatan bahasa yang mengungkapkan hal-hal penafsirkan makna untuk memahami dan menikmati karya sastra (Sudjiman, 1993:vii).
Stilistika meneliti fungsi puitis bahasa (Sudjiman 1993:3). Kajian stilistika digunakan sebagai metode untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impresif dan subjektif. Melalui kajian stilistika peneliti dapat memperoleh hasil yang sesuai dengan kriteria objektifitas dan keilmiahan (Aminuddin 1995:42).
Menurut Sudjiman, pengkajian tersebut sebagai pengkajian stilistika. Dalam pengkajian stilistika tampak relevan terhadap linguistik dalam studi sastra. Stilistika dapat diinteraksi secara rumit antara bentuk dan makna yang terkadang luput dari perhatian dan pengamatan para kritik sastra. Stilistika sebagai ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya (Ratna 2007:236) serta terdapat metode interpretasi tekstual karya sastra yang dipandang memiliki keunggulan dalam pemberdayaan bahasa (Simpons 2004:2).
Pada dasarnya pengertian stilistika dapat dikemukakan dalam berbagai literatur mengandung dua pemahaman dalam pemikiran yang berbeda. Pada satu sisi, ada yang menekankan kepada aspek struktur gramatikal dengan memberikan contoh analisis linguistik terhadap karya sastra yang dapat diamati serta mengingatkan bahwa stilistika mempunyai pertalian antara aspek-aspek sastra dengan objek penelitiannya adalah wacana sastra. Untuk mengikuti jalan pemikiran tersebut pengertian stilistika menurut para ahli sebagai berikut.
1.    Menurut Short dan Shristoper Candlin (1999:193) stilistika adalah pendekatan linguistik yang digunakan dalam studi teks-teks sastra.
2.    Menurut Senada dalam pengertian Turner (1975:7) stilistika merupakan bagian linguistik yang menitik beratkan kajiannya kepada variasi-variasi dalam memberikan perhatian kepada penggunaan bahasa yang kompleks dalam karya sastra.
3.    Menurut Cummings dan Simmons (1986:xvi) stilistika merupakan analisis yang berorientasi kepada linguistik serta cabang linguistik. Cummings dan Simmons berpedoman kepada teori linguistik sistemik Halliday terhadap sebuah karya puisi. Tampaknya Cummings dan Simmons mengikuti jejak Halliday (1966) untuk menganalisis puisi. Orientasi kepada kajian linguistik ini juga pernah dilakukan oleh Levin (1964) dan Sinclair (1966).
4.    Menurut Widdowson (1984:3) stilistika adalah studi wacana sastra dari orientasi linguistik dan pertalian antara kritik sastra pada satu pihak kepada pihak lain. Secara morfologis, komponen style berhubungan dengan kritik sastra sedangkan komponen istlcs berhubungan dengan linguistik.Stilistika merupakan studi yang menghubungkan antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra.
5.    Menurut Sudjiman (1984:71) stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra.
6.    Menurut Slamet Muijana (1956:4) stilistika adalah pengetahuan kata yang berjiwa. Kata yang digunakan dalam ciptaan sastra, mengandung napas penciptanya, berisi jiwanya serta mengandung perasaan pengarangnya. Kata-kata dalam ciptaan sastra berbeda sifatnya dengan kata-kata yang terdapat di dalam kamus besar bahasa indonesia.
Dari definisi diatas Slamet Muijana menekankan kepada pemilihan kata (diksi) serta mendapatkan kritik dari Junus (Junus, 1984:15). Stilistika berdasarkan konsepnya sendiri mempelajari penggunaan unsur bahasa dalam karya sastra (1989:75). Junus secara terang mengatakan bahwa kajian terhadap bahasa figuratif merupakan kajian stilistika tradisional. Junus berpendapat bahwa semuanya tidak berhadapan dengan unsur bahasa tetapi lebih kedalam penggunaan bahasa.
7.    Menurut Widdowson (1975:1-7) mengungkapkan bahwa karya sastra dipandang sebagai wacana sehingga mempertemukan pandangan linguistik yang menganggap karya sastra sebagai teks, pandangan kritik sastra, dan sebagai pembawa pesan.
   Dengan pandangan diatas menunjukkan bahwa penggunaan pola-pola linguistik menghasilkan sebuah komunikasi terhadap realita unik pandangan individu. Pendapat Keris Mas dengan Sudjiman di atas sama, stilistika adalah ilmu yang mempelajari kajian gaya yang digunakan untuk menganalisa karya sastra (1988:3).
2.2 Diksi
Diksi bentuk pemilihan kata dan gaya ekspresi seorang penulis. Diksi dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga mendapatkan efek tertentu. Penulis harus menguasai kata yang mempengaruhi bahasanya, yang saat bersangkutan membuat karya sastra. Setiap kata memiliki makna tertentu yang dapat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Makna kata dapat digunakan dalam kalimat yang menimbulkan dampak yang berbeda kepada kalimat yang berbeda. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, bagi karang-mengarang suatu karya sastra yang dapat dituturkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pemilihan kata harus menggunakan ketepatan  untuk pemakain kata-kata.
Syarat ketepatan diksi ialah pilihan kata. Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pemilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia karya sastra maupun penggunaan kata dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan kata (diksi) memiliki sebuah makna kata yaitu makna konotatif dan makna denotatif.
Makna denotasi merupakan makna kata atau kelompok kata yang di dasarkan atas makna yang sama dengan menggunakan kata-kata lugas di luar bahasa atau konvensi tertentu yang memiliki sifat objektif. Contohnya: a) adik makan nasi. Kata makan dalam kalimat ini dapat diartikan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. b) Adik minum susu setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Kata minum dalam kalimat ini mengandung sebuah makna denotasi.
Makna konotasi merupakan tautan pemikiran yang menimbulkan nilai, rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata yang menambahkan sebuah makna denotasi. Contoh: kambing hitam dapat di artikan seseorang yang dipersalahkan atas perbuatan yang tidak dilakukan.
Makna konotasi dibagi menjadi dua makna yaitu: konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif merupakan makna kata yang lebih baik atau sopan. Sedangkan konotasi negatif adalah makna kata yang pengungkapannya kasar atau tidak sopan.

2.3    Majas
Gaya bahasa merupakan bentuk dari majas. Majas adalah pemanfaatan bahasa, pemakaian ragam bahasa dalam efek-efek bahasa tertentu baik dari cara menyampaikan pikiran, perasaan melalui media tulis. Majas menurut Perrine (waluyo 1995:83), dapat digunakan untuk menghasilkan imajinatif kesenangan, imajinatif tambahan yang dapat menjadi abstrak dan konkret yang dapat dinikmati oleh pembaca, intensitas perasaan pengarang dalam kumpulan puisi Suara Waktu untuk menyampaikan makna dan sikapnya serta mengkonsentrasikan makna yang menyampaikan bahasa secara singkat. Jenis-jenis majas yaitu majas penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas sindiran. Setiap jenis-jenis majas memiliki kekhasan masing-masing.

1)   Majas Penegasan
Majas penegasan merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan untuk menegaskan sesuatu, untuk menimbulkan kesan dan pengaruhnya terhadap pembaca. Majas penegasan ini memiliki tujuh jenis yaitu sebagai berikut.

a)         Pleonasme
Pleonasme merupakan suatu penegasan arti kata dengan menggunakan kata-kata yang berlebihan serta menambahkan keterangan yang sudah jelas. Contoh: semua siswa wajib masuk kedalam kelas setelah bel berbunyi.
b)        Repetisi
Repetisi merupakan majas yang menegaskan sebuah kata-kata. Majas ini sebagai perulangan bunyi, suku kata, kata yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks. Contoh: marilah solat sebelum disolatkan.
c)         Paralelisme
Paralelisme merupakan majas yang mengulang kata-kata yang sama. Majas ini memakai kata, frase yang kedudukannya sama. Contoh: cinta adalah pengertian, kesetiaan, pengorbanan serta kebersamaan.
d)        Teotologi
Teotologi merupakan majas penegasan yang mengulang beberapa kali dalam sebuah kata dalam kalimat dengan maksud menegaskan. Kadang pengulangan ini menggunakan kata yang bersinonim. Contoh: sebagai bangsa Indonesia seharusnya dapat hidup rukun, akur dan bersaudara.
e)         Klimaks
Klimaks merupakan gaya bahasa yang semakin berurutan akan semakin lebih meningkat. Contoh: saat ini pengguna facebook semakin meningkat dari anak-anak, remaja, dan dewasa.
f)         Antiklimaks
Antiklimaks merupakan gaya bahasa yang berurutan yang semakin lama menurun. Contoh: kepala sekolah, guru, dan siswa wajib mengikuti upacara bendera.
g)        Retorik
Retotik merupakan gaya bahasa yang berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban. Tujuan ini untuk penegasan dan sindiran. Contoh: cita-cita tidak dapat dicakup dengan sekolah formal saja.

2)   Majas Perbandingan
Majas perbandingan dapat dikatakan sebagai bahasa kiasan yang sederhana dan paling banyak dipergunakan pengarang dalam
karya sastra. Majas perbandingan ini memiliki delapan jenis yaitu sebagai berikut.
a)     Asosiasi atau Perumpamaan
Asosiasi atau perumpamaan merupakan perbandingan terhadap dua hal yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini dipengaruhi oleh penggunaan kata. Contoh: wajahnya kuning bersinar bagaikan bulan purnama.
b)     Metafora
Metafora merupakan majas yang mengungkapkan secara langsung berupa perbandingan analogis. Pemakaian kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan. Contoh: perpustakaan adalah gudang ilmu.
c)   Personifikasi
Personifikasi merupakan majas yang memberikan tingkah laku manusia yang berupa perbuatan, sifat manusia kepada benda mati atau makhluk hidup selain manusia sehingga benda-benda tersebut seolah-olah berbuat seperti manusia. Contoh: ombak berkejar-kejaran di tepi pantai.
d)    Alegori
Alegori merupakan sebuah bentuk kiasan atau penggambaran yang bertautan satu dengan yang lainnya dalam kesatuan yang utuh. Contoh: suami sebagai nahkoda sedangkan istri sebagai juru mudi.
e)      Simbolik
Simbolik merupakan majas yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan symbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Contoh: melati lambang kesucian.
f)      Metonimia
Metonimia merupakan majas yang menggunakan ciri atau lebel tertentu. Dari sebuah benda untuk menggantikan benda. Pengungkapan berupa penggunaan nama sedangkan untuk benda berupa merk atau ciri. Contoh: anakku datang dari luar negeri naik garuda (maksudnya pesawat).
g)     Sinekdok
Sinekdok merupakan majas yang menyebutkan bagian untuk menggunakan benda secara keseluruhan. Majas ini terdapat dua bentuk yaitu pars pro toto dan pro parte. Pras pro toto merupakan majas yang menyebutkan nama sebagai pengganti nama secara keseluruhan. Sedangkan totem pro parte merupakan majas dengan mengungkapkan keseluruhan objek dengan maksud hanya sebagian. Contoh: perkepala mendapatkan uang 300 dan malam nanti Indonesia akan memilih idolanya.
h)      Simile
Simile merupakan pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang digunakan dalam kata depan dan penghubungan. Majas perbandingan ini memiliki kata penghubung kata bagai, andai, dan laksanakan. Contoh: kau umpama air aku bagaikan minyaknya.
3)    Majas Pertentangan
Majas pertentangan merupakan kata-kata kias yang menyatakan pertentangan dengan maksud yang sebenarnya oleh penulis untuk meningkatkan kesan serta pengaruh kepada pembaca. Majas pertentangan ini memiliki empat jenis yaitu sebagai berikut.
a)      Antitesis
Antitesis merupakan majas pertentangan yang menggunakan kata-kata yang berlawanan artinya. Contoh: dari usia muda sampai dewasa ikut meramaikan festival itu.
b)   Paradoks
Paradoks merupakan majas yang mengandung pertentangan antara pernyataan dengan fakta yang ada tetapi mengandung suatu kebenaran. Contoh: aku merasa kesepian di tengah keramaian kota ini.
c)   Hiperbola
Hiperbola merupakan majas yang berupa sebenarnya mempunyai pernyataan berlebihan dari kenyataannya dengan maksud ingin memberikan sebuah kesan mendalam atau meminta perhatian dengan menggunakan kata yang memiliki arti. Contoh: suaranya raksasa itu menggelegar.
d)  Litotes
Litotes merupakan sesuatu majas yang berlawanan dari kenyataan dengan mengecilkan atau melukiskan keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya dengan merendahkan diri. Contoh: makanlah seadanya yang ada di atas meja itu.
4)   Majas Sindiran
Majas Sindiran merupakan kata-kata yang memiliki kiasan untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pembaca. Majas sindiran ini memiliki jenis tiga yaitu sebagai berikut.
a)      Ironi
Ironi merupakan majas ini bertentangan dengan maksud untuk menyindir seorang dengan mengembalikan dari fakta. Contoh: bagus sekali tulisanmu sampai aku tidak dapat membacanya.
b)      Sinisme
Sinisme merupakan majas yang sindirannya secara langsung kepada orangnya (lebih kasar dari ironi). Contoh: perkataanmu tadi sangat tidak sopan, tidak pantas kau ucapkan sebagai orang terpelajar.
c)      Sarkasme
Sarkasme merupakan sindiran yang paling kasar diantara ironi dan sinisme. Majas ini sering di gunakan oleh orang yang sedang marah. Contoh: mau muntah aku melihat wajahmu.




















3.1 Diksi dalam Kumpulan Puisi Bersama Suara Waktu
Diksi dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan sehingga mendapatkan efek tertentu. Diksi memiliki dua macam makna yaitu makna denotatif dan makna konotatif.
Makna denotasi merupakan sebuah makna yang sama dengan makna lugas untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat factual dalam pemilihan kata, didalam makna denotasi tidak mengalami perubahan kata. Sedangkan makna konotasi merupakan sebuah bentuk makna yang umumnya bersifat sindiran, didalam makna konotasi mengalami penambahan kata.
Hasil analisis dalam kumpulan puisi bersama Suara Waktu karya Bangkit Prayogo, Fadilis Syakur, Hayyul Mubarok, Joko Sucipto, dan Rosi Praditya terdapat diksi yaitu sebagai berikut.
Di bawah ini merupakan beberapa contoh kutipan puisi tentang diksikonotatif.
1)      Bertamu dengan Hutan yang Malang
  Jantungku mulai haus, tiba-tiba datang sepeda dengan
  harapan
  Orang itu membacakan mantra, terlihat jelas di bibirnya ada
  siulan. Aku kembali diam, menghidupkan mata sebisa
  mungkin
  Untuk bernafas, anak-anak sudah tidur, bermimpi mainan laut
  tadi sore. Dan orang itu berhasil, semua hidup, lampu-lampu,
  suara-suara, bunyi harapan. Kembali ada semangat
  (BDHYM/BP/D1/B4/16)

       Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna konotatif yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi menghidupkan mata sebisa mungkin. Dari kutipan puisi tersebut menunjukkan makna konotatif. Sebab kata menghidupkan mata dapat di artikan sebagai membuka mata. Pengarang menggunakan kata menghidupkan agar lebih menarik dan lebih tepat di bandingkan dengan makna sesungguhnya. Karena pada umumnya kata yang digunakan bukan menghidupkan mata tapi yang ada adalah membuka mata atau menutup mata. Penggunaan kata di dalam puisi di atas akan lebih puitis.
2)      Melihat Bapak
       Ketika pulang, kusapa matanya
       Tanpa bicara, dan kami hanya terdiam
       Lalu, selang berapa menit
       bapak datang, berbicara kepadaku:
       “Kenapa baru pulang?” (MP/BP/D1/B1/21)
      
       Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna konotatif yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi kusapa matanya. Dari kutipan puisi tersebut menunjukkan makna konotatif dari kata kusapa yang dapat diartikan sebagai kata kulihat atau kulirik. Pengarang menggunakan kata kusapa matanya agar puisinya lebih hidup daripada penggunaan kata yang sebenarnya. Seperti kulihat matanya yang akan menghilangkan keindahan puisi tersebut.
3)      Bulan Hujan
              Lebih mudah berlari menari
              daripada menatap matahari
              dengan cahayanya yangtajam
              lebih mudah mencengkram.
              Membakar dengan habis-habisan
              tak ada yang bisa ditanyakan (BH/FS/D1/B1/27)

              Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna konotatif
yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi tajam. Dari kutipan puisi tersebut menunjukkan makna konotatif dari kata tajam mengandung sebuah arti alat untuk mengiris seperti pisau.
Namun, pengarang dalam menggunakan kata tajam yang di maksudkan adalah cahaya yang bersinar terang sehingga mata tidak dapat melihat sinar tersebut. Oleh karena itulah pengarang menggunakan kata tajam sebagai gambaran dari puisi tersebut yaitu dapat dibuktikan dengan kalimat cahayanya yang tajam.
Di bawah ini merupakan beberapa contoh kutipan puisi tentang diksi denotatif.
1)      Ceritaku di Tanjung Perak
              Namun, sekejap aku teringat masa laluku
              Dan kupikir, toko-toko, tempat ibadah, kapal-
              kapal, dan lautan telah hilang, lenyap oleh
              keadaan (CDTP/BP/D1/B2/22)
              Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna denotatif yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi toko-toko, tempat ibadah, kapal-kapal merupakan makna sebenarnya tidak terdapat pemaknaan dibalik kata tersebut. Toko menunjukkan sebuah tempat yang menjual atau menyediakan barang. Tempat ibadah menunjukkan tempat peribadahan seperti masjid.
2)      Bunga di Tepi Jalan
               Kau begitu cantik
               saat duduk di kursi itu
               Aku senang menemanimu
               sampai kau pulang (BDTJ/FS/D1/B2/25)
              Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna denotatif yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang berbunyi kursi merupakan makna yang sebenarnya. Karena kursi adalah benda mati yang terbuat dari kayu dan tidak ada makna yang terkandung di dalam kata kursi tersebut.
3)      Air Mata dan Doa
              Dengan sepi berdarah di rahim sunyi
              telah lahir namamu pada bulan untuk rindu
              untuk mengawali siang dan malamku
              selalu lahir pucuk pagi (AMDD/RP/D1/B4/96)
Dalam kutipan puisi di atas mengandung sebuah makna denotatif yang menjelaskan bahwa kata-kata yang terdapat di dalam puisi yang bebunyi lahir merupakan makna yang sebenarnya. Karena lahir adalah keluar dari dalam kandugan dan tidak ada makna yang terkandung di dalam kata lahir tersebut.

3.2     Majas dalam Kumpulan Puisi Bersama Suara Waktu
Majas menurut Perrine (waluyo 1995:83), majas dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah imajinatif kesenangan, imajinatif  tambahan yang memiliki sebuah kata-kata yang abstrak dan konkret yang dapat dinikmati oleh pembaca. Intensitas perasaan pengarang dalam kumpulan puisi Suara Waktu dalam menyampaikan sebuah makna, sikap dan cara mengkonsentrasikan sebuah makna yang menyampaikan sebuah kata-kata di dalam bahasa yang sangat singkat. Majas memiliki empat jenis yaitu sebagai berikut: majas penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan dan majas sindiran.
a)      Majas Penegasan
Contoh majas repetisi
Jalan yang Sepi dan Sepi yang menghabiskan Hari
Jalan yang sepi dan sepi yang menghabiskan hari
Adakah kesetiaan, bukan dalam arti dangkal
Karena setia itu tercipta atas pengorbanan
(JYSDSYMH/BP/D2/B2/10)

Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa dalam majas repetisi dalam kata sepi adalah tempat yang sunyi. Kata sepi yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas merupakan sepi yang tidak ada orang. Sepi yang menghabiskan hari di dalam kesendirian pagi hingga malam hari yang menemani hanya sunyi tanpa harapan yang ada hanya kepasrahan menjalani kehidupan dalam tempat yang sunyi seperti hutan yang sepi di pagi hingga malam.

Contoh majas paralelisme
Manusia
Semua tahu tentang cinta
Yang berawal dari setia menjadi cipta
Tetapi apakah ada yang tahu tentang luka?
Luka adalah janji antar manusia
yang menangisi hidupnya (M/BP/D2/B1/5)

Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa dalam majas paralelisme dalam kata luka  adalah tangan yang belah seperti cedera dan lecet. Kata luka yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas merupakan perasaan yang terluka dengan sebuah ucapan. Luka adalah janji antara manusia di dalam kehidupan sehari-hari yang berharap akan sebuah janji yang belum pernah di tepati.

Contoh majas retorik
Tentang Zaman
Zaman boleh saja bercerita setia
Tapi jangan lupakan airmata
Selalu manusia yang menjadi sejarah
Aku hanya tidak ingin sejarah tentang luka
Ini hanya sandiwara, antara mata dan telinga
(TZ/BP/D2/B2/3)

Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa dalam majas retorik  dalam kata manusia  adalah sebagai makhluk yang memiliki akal budi. Sedangkan sejarah sebagai asal usul sebuah peristiwa di masa yang akan lampau. Kata manusia di dalam puisi di atas untuk memberitahukan sebuah peningkatan kesadaran manusia bahwa manusia sebagai sejarah dalam menjalani hidup. Dapat dibuktikan dalam puisi di atas yang berbunyi manusia yang menjadi sejarah.
b)      Majas perbandingan
Contoh majas asosiasi
Ayah Terbaring
Ayah,
hanya kasih sayangmu yang dapat
kukenang dan perhatianmu bagaikan
menara telunjuk tangan, dari usiamu
diujung alam (AT/HM/D2/B5/70)

Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa perumpamaan dari sebuah kata pembanding. Perhatian merupakan memberikan perhatian kasih sayang kepada seseorang. Kata perhatianmu di dalam puisi di atas untuk menunjukkan sebuah peningkatan kesadaran seseorang untuk menunjukkan kepada orang lain yang di sayang. Menara adalah sebuah bentuk bangunan yang tinggi seperti mencusuar tapi di dalam kutipan puisi di atas adalah telunjuk tangan. Kata perhatian dalam puisi di atas dalam perbandingan mengandung sebuah nada dalam kesamaan makna.

Contoh majas personifikasi
Perjalanan Panjang
Empat tahun dengan sabar
Melewati jalanan yang melelahkan
Bersama gelap lubang-lubang
Di antara dingin matahari
Anggaplah semuanya berarti (PP/FS/D2/B3/40)

Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa personifikasi dari sebuah kata pembanding. Gelap merupakan tempat yang tiak ada cahaya seperti hutandan rumah kosong. Kata gelap yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas adalah sebuah tempat kosong yang tidak ada penghuninya. Bersama gelap lubang-lubangadalah tempatdalamliang atau tekukan tanah yang tidak dapat di terangi oleh cahaya seperti kuburan.

Contoh majas simbolik
Rinduku Padamu
Andaikan aku boleh berkata
Aku hanya ingin berkata, aku ingin
kau di sini. Memberi kasih sayang,
memberi suapan, dan memberi
ketulusan (RP/BP/D2/B1/11)

Kutipan puisi di atas terhadap gaya bahasa simbolik dari sebuah
kata perbandingan. Kasih sayang merupakan perasaan sayang kepada seorang gadis. Tulus merupakan kejujuran hati yang diberikan kepada seorang gadis.  Kata tulus dan kasih sayang yang terdapat di dalam kutipan puisi di atas adalah seseorang yang memberikan perhatian penuh kepada seorang gadis dan dapat dibuktikan dalam puisi yang berbunyi Memberi kasih sayang, dan memberi ketulusan.

c)      Majas Pertentangan
Contoh majas hiperbola
Selamat Jalan Sobat

Langit cerah menjadi gelap. Halilintar menggetarkan alam.
akhirnya ajal menjemputmu, Sobat. Berakhir semua langkah-langkahmu. Mengungkap dunia di antara kehidupan yang engkau cari dari pintu-pintu yang engkau buka, kini tertutup kembali. (SJS/HB/D2/B2/71).
                
          Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa hiperbola  dari sebuah kata perbandingan. Halilintar adalah petir atau kilat yang menyambar. Kata halilintar di dalam puisi di atas untuk menunjukkan sebuah makna kalau  hujan akan datang.  Kata halilintar dalam puisi di atas dalam perbandingan mengandung hujan akan turun dengan jelas dapat di buktikan dalam kalimat halilintar menggetarkan alam.
d)     Majas Sindiran
Contoh majas ironi
Cerita di Tanjung Perak

Mungkin, cerita berawal dari sebuah prasangka
Sama dengan siang ini, gemuruh kebohongan
Marak
Tapi aku tidak bisa menyalahkan, karena itu
sudah menjadi tugas mereka (CDJP/BP/D2/B2/22)

      Kutipan puisi di atas terdapat gaya bahasa ironi dari sebuah kata sindiran. Gemuruh adalah menderu-deru seperti bunyi guruh atau suara ombak besar mengalun menepis pantai. Kata gemuruh di dalam puisi di atas untuk menunjukkan sebuah makna  dapat di buktikan dalam kalimat gemuruh kebohongan.







4.1 Kesimpulan
Diksi merupakan bentuk dari majas. Diksi dibagi menjadi dua yaitu diksi konotatif dan diksi denotatif. Diksi sebagai bentuk pemilihan kata yang logis yang bersifat faktual dan sindiran. Majas terbagi menjadi empat yaitu penengasan, perbandingan, pertentangan, dan sindiran. Setiap memiliki ciri-ciri tertentu.
Majas adalah pemanfaatan bahasa, pemakaian ragam bahasadalam efek-efek bahasa tertentu baik dari cara menyampaikan pikiran, perasaan melalui media tulis. Menurut Perrine dapat digunakan untuk menghasilkan imajinatif kesenangan, imajinatif tambahan yang dapat menjadi abstrak dan konkret yang dapat dinikmati oleh pembaca, intensitas perasaan pengarang dalam kumpulan puisi suara waktu untuk menyampaikan makna dan sikapnya serta mengkonsentrasikan makna yang menyampaikan bahasa secara singkat. Jenis-jenis majas yaitu penegasan, perbandingan, pertentangan dan sindiran. Setiap jenis majas ini memiliki kekhasan masing-masing.
Analisis merupakan menyelidiki sebuah peristiwa atau kejadian dalam karya sastra untuk mengetahuin keadaan yang sebenarnya. Dalam menganalisis sebuah karya sastra di lakukan oleh peneliti bahasa yang di peroleh peneliti dalam sebuah teks.

4.2 Saran
Guru bahasa dan sastra indonesia dapat menggunakan alternatif model pengajaran bahasa dan sastra. Cara kerja bahasa dalam karya sastra dalam mengembangkan keyakinan untuk membuat interpretasi secara sistematis terhadap teks sastra yang terlebih dalam bentuk puisi. Model ini merupakan konsepsi yang relasional antara sastra dengan bahasa. Sebagai mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia harus paham bagaimana cara menganalisis sebuah puisi. Agar saat menganalisis puisi tidak mengalami kesulitan.




DAFTAR PUSTAKA

Umar Yunus : 1985 di dalam buku metodologi penelitian sastra, Jabrohim dkk: 2003;10

Keraf. Gorys : 1984. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia

Taringan, Henri Guntur. 1985. Prinsip-prinsip dasar sastra. Bandung: Angkasa

Sayuti, Suminto. 2000. Kajian fiksi. Yogyakarta: Gama media

Shipley, J.T. (1979). Dictionary of World Literary Terms. London: George Allen & Unwin Ltd.

Scott, A.F. (1980). Current Literary terms. A Concise Dictionary. London: The Macmillan Press Ltd.

Ambrams, M.H. 1979. The Mirror and The Lamp. London: Oxford University Press

Sudjiman, P.. (1993). Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Sudjiman, P. (Ed.). (1984). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Stilistika, Kajian Puitika Bahasa, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cummings, M. dan Simmons, R. (1986). The Language of Literature. England: Perfgamon Press Ltd.

Halliday. M.A.K. (1966). dalam Halliday dan Angus Mc. Intosh. “Descriptive Linguistics in Literary Studies.” Patterns of Language, Papers in General, Descriptive and Applied Linguistics. Longmans.

Turner, G.W. (1975). Stylistics. Great Britain: Hazell Watson & viney Ltd

Leech, G.N. dan Short, M.H. (1984). Style in Fiction. London and New York: Longman.

Junus, U. (1984). Sastra Melayu Moden: Fakta dan Interpretasi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
Junus, U. (1989). Stilistik Satu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.

Slamet Muijana (1956). Peristiwa Bahasa dan Peristiwa Sastra. Bandung: Ganvo N.V

Widdowson, H.G. (1984). Stylistics and The Teaching of Literature. Longman Group Limited.

Keraf, G. (1981). Diksi dan Gaya Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.         

Bangkit Prayoga (1992). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan, study bahasa dan sastra indonesia

Fadilis Syakur (1991). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan, study bahasa dan sastra Indonesia

Hayyul Mubarok (1993). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan, study bahasa dan sastra Indonesia

Joko Sucipto (1992) angkatan mahasiswa 2012. Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan, study bahasa dan sastra Indonesia

Rosi Praditya (1992). Kumpulan puisi bersama Suara Waktu. Mahasiswa STKIP PGRI Bangkalan, study bahasa dan sastr 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar