Sabtu, 12 Desember 2015

ANALISIA GAYA BAHASA DALAM CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI DAN CERPEN RUMAH BAMBU KARYA Y.B MANGUNWIJAYA OLEH: Indriani Julaika ( 20152110017 )

ANALISIA GAYA BAHASA  DALAM CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI DAN CERPEN RUMAH BAMBU KARYA Y.B MANGUNWIJAYA     

OLEH: 
Indriani Julaika 
( 20152110017 )





BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia ini, karena dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat. Adapun bahasa dapat digunakan apabila saling memahami atau saling mengerti erat hubungannya dengan penggunaan sumber daya bahasa yang kita miliki. Sedangkan Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990: 218).
Bahasa sebagai sistem tanda primer dan sastra dianggap sebagai sistem tanda sekunder menurut istilah Lotman (dalam Teeuw, 1984: 99). Bahasa sebagai sistem tanda primer membentuk model dunia bagi pemakainya, yakni sebagai model yang pada prinsipnya digunakan untuk mewujudkan konseptual manusia di dalam menafsirkan segala sesuatu baik di dalam maupun di luar dirinya. Selanjutnya, sastra yang menggunakan media bahasa tergantung pada sistem primer yang diadakan oleh bahasa. Dengan kata lain, sebuah karya sastra hanya dapat dipahami melalui bahasa.
Sastra adalah kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Seseorang penelaah sastra harus dapat menerjemahkan pengalaman sastranya dengan bahasa ilmiah, dia harus menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional. Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkan nada dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek dan Werren, 1995: 3)
Ciri khas sebuah karya sastra tidak saja dilihat berdasarkan genre-nya, tetapi dapat pula dilihat melalui konvensi sastra maupun konvensi bahasanya. Khusus dalam kaitan bahasa dalam sastra, pengarang mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan gagasannya dengan tujuan tertentu. Dengan sudut pandang demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya ada kekhususan atau keunikan masing-masing pengarang sebagai ciri khasnya yang mungkin merupakan kesengajaan atau invensi pengarang dalam proses kreatifnya.
Menurut Aminuddin (1995: 1) gaya merupakan perujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata, kalimat dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem tanda. Jadi, gaya merupakan simbol verbal.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pejelasan latar belakang tersebut, maka masalah yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.        Bagaimana gaya bahasa dan majas dalam cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini dan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?
2.        Gaya bahasa apa saja yang dominan dalam cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini dan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dalam menyelesaikan masalah tersebut memiliki tujuan:
1.        Untuk mendeskripsikan gaya bahasa dan majas dalam cerpen Akar Pule karya Oka Rusmin dan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?
2.        Untuk mendeskripsikan Gaya bahasa yang dominan dalam cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya dan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmin
3.        Untuk membedakan gaya bahasa cerpen Akar Pule karya Oka Rusmin dan cerpen Rumah Bambu karya Y. B. Mangunwijaya.





















BAB II
KAJIAN TEORI

1.        Pengertian Cerpen
Cerpen adalah jenis karya sastra yang dipaparkan atau dijelaskan dalam bentuk tulisan yang berwujud sebuah cerita atau kisah secara pendek, jelas, serta ringkas. Cerpen bisa disebut juga dengan prosa fiksi yang isinya tentang mengisahkan yang hanya terfokus pada suatu konflik atau permasalahan. Jadi cerpen dapat disimpulkan cerita pendek yang hanya berpusat pada satu konflik. (www.mishba7.com)
Cerita pendek atau cerpen biasanya ceritanya kurang dari 10.000 kata atau kurang dari 10 halaman. Selain itu cerpen hanya memberi kesan tunggal yang demikian dan memusatkan diri pada satu tokoh dan satu situasi saja.
2.        Pengertian Stilistika (Gaya Bahasa)
Gaya adalah keseluruhan cara yang dilakukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik kegiatan jasmaniah maupun rohaniah, baik lisan maupun tulisan. Baik gaya maupun gaya bahasa berkaitan dengan aspek keindahan. Proses penciptaan gaya bahasa jelas disadari oleh penulisnya.(Nyoman, 2009: 161)
Secara definitif stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Dalam bahasalah cara-cara tersebut dieksploitasi sedemikian rupa karena bahasa adalah sistem tanda, melaluinya berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka memperoleh makna secara maksimal. (Nyoman, 2009: 167)
Istilah stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris. Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata styledan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Icsatau ikaadalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya bahasa.
Dalam Tifa Penyair dan Daerahnya, Jassin merumuskan bahwa ilmu bahasa yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya (1978:127). Dalam Mitos dan Komunikasi, “Strategi untuk Suatu Penyelidikan Stilistika,” Yunus merumuskan stilistik (a) dibatasi kepada penggunaan bahasa dalam karya sastra.
Dalam beberapa kamus umum dan istilah pengertian stilistika itu sama atau hampir bersamaan. Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia(1988:859), stilistika, ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra.
Dalam Stylistics, Harmondworth Penguin Book Tunner (1977:7) merumuskan bahwa stilistika adalah bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa terutama bahasa dalam kesusastraan.
Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat dirumuskan bahwa:
1)                  Stilistika adalah ilmu interdisipliner linguistik dengan sastra.
2)                  Stilistika adalah ilmu tentang pemakaian bahasa dalam karya sastra.
3)                  Stilistika adalah ilmu gaya bahasa yang digunakan dalam wacana sastra.
4)                  Stilistika adalah mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik.
Dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjimar (1990:79) menuliskan stilistika (Stylistics), ilmu yang menyelidiki penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Dalam Kamus Istilah Sastra, Zaidan dkk (1994:194) menuliskan stilistika ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam karya sastra. Dalam Leksikon Sastra, Yusuf (1995:277) menuliskan stilistika (Stylistics), ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya sastra, perpaduan ilmu linguistik dan sastra.

2.1 Majas
Majas (Figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai maksud penulis dan pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Pada umumnya majas dibedakan menjadi empat macam, yaitu: majas penegasan, perbandingan, pertentangan, dan majas sindiran. Bentuk-bentuk kalimat yang menggunakan majas inilah yang juga disebut dengan gaya bahasa. Majas hanya sebagai penunjang unsur-unsur yang berfungsi untuk melengkapi gaya bahasa. (Nyoman, 2009:164)
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat suatu karya sastra semakin hidup.

2.2 Simbol, Tanda, dan Lambang
Dalam kehidupan sehari-hari simbol, tanda, dan lambang dianggap pengertian yang sama, benda atau hal apa saja yang berfungsi mewakili sesuatu yang lain. Sebagai akibatnya akan timbul pernyataan secara tidak langsung, implisit, konotatif, dan ambigu. Simbol adalah bagian dunia makna yang berfungsi sebagai designator, sedangkan tanda adalah bagian dunia fisik berfungsi sebagai operator.
Studi simbol secara garis besar ada empat makna utama yaitu: makna esensial, makna samar-samar, makna irasional, dan makna ketidaksadaran. Makna irasional mengandaikan adanya suatu makna tertentu yang tersembunyi dan harus dicari yang mempertentangkan dengan makna permukaan. Makna samar-samar, ambigu, juga mengandaikan adanya pesan tersembunyi yang harus dicari.
Sistem simbol dan tanda, maupun lambang dan isyarat, fungsinya adalah untuk mengganti sesuatu yang lain. Perbedaannya, dalam simbol hubungan antara benda dengan makna bersifat arbitrer dan konvesional, sedangkan dalam tanda proses hubungannya masih menunjukkan adanya kedekatan atau kesamaan. Sedangkan lambang sendiri secara langsung berkaitan dengan wujud bendanya.(Nyoman, 2009: 170)


BAB III
PEMBAHASAN

1.        Gaya Bahasa Dalam Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini
Cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini berlatar bali dengan rasa dan kata-kata yang digunakan yaitu bahasa bali yang sangat kental. Gaya penulisannyapun santai walaupun terlihat formal. Hal ini dideskripsikan pada kutipan berikut:

“Lalu Aku bertemu I Made Pasek Barla”
“Ya, Aku memang Buduh, Gila! (Akar Pule, 2012:125)
“TANGKAP I Wayan Kondra! Tangkap! Sebelum kota ini ditimpa bencana!
“Kondra menghaturkan roh I Selem ke Pura Mrajapati! Lolong Sambug sambil berlari mengelilingi altar persembahyangan di Pura”(Akar Pule, 2012:132-133)

Dengan gaya dan gaya bahasa, dalam bahasa cara-cara tersebut dieksploitasi sedemikian rupa karena bahasa adalah sistem tanda, melaluinya berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka memperoleh makna secara maksimal. (Nyoman, 167:2009). Bahasa yang telah dipaparkan dari cerita Saring sudah jelas bahwa dalam cerpen Akar Pule inilah gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Bali. Sebutan nama orang yang digunakan dalam cerpen ini adalah suatu budaya khas Bali. Nama orang Bali umumnya diawali dengan sebutan yang mencirikan kasta (wangsa). Anak pertama di Bali biasanya nama depan selalu menggunakan Made, sedangkan nama seseorang yang nama depannya menggunakan Putu itu berarti itu adalah seorang cucu, dan Wayan adalah panggilan seseorang yang tertua atau anak tertua, contohnya adalah I wayan Kondra seorang yang dikenal orang tertua di daerah Bali yang terkenal mempunyai ilmu hitam.

Majas (Figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai maksud penulis dan pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan.(Nyoman, 2009:164) Beberapa penggunaan bahasa figuratif yang terdapat dalam dalam cerpen Akar Pule diantaranya terdapat banyak penggunaan gaya bahasa figuratif yang berupa majas. Berikut wacana yang terdapat pada cerpen Akar Pule dengan penggunaan gaya bahasa majas:
“matanya nakal. Walaupun sudah ada perempuan disampingnya, matanya selalu berkeliaran berusaha menyantap mataku. Aku menyukainya, Aku suka mata lelaki yang mampu perempuan terbakar. Mata seperti milik Barla yang mampu mengupas tubuhku.”
“Barla tidak pernah berbicara padaku. Hanya matanya yang selalu mengeluarkan huruf-huruf, yang meletus pelan-pelan. Pecahannya merobek-robek pori-pori keringatku. Aku jadi basah. Nikmat.”(Akar Pule, 2012:125)

“Suara burung terasa ganjil. Membuat warga makin menggigil. Langit sangat suram. Tak terlihat setitik bintangpun. Kabut menyelimuti Pura, Raung anjing sahut-sahutan. Orang -orang berkerumun dengan wajah beku”(Akar Pule, 2012:132)

Dari kutipan diatas menggambarkan bahwa bahasa yang digunakan dalam cerpen Akar pule tersebut banyak menggunakan gaya bahasa majas sehingga keindahan bahasanya muncul dan ditunjang atau digunakan juga keunikan dan pemilihan kosakata yaitu tampak pada pemilihan dan pemakaian bahasa khas Bali. Dengan gaya bahasa majas inilah menunjukkan pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat suatu karya sastra semakin hidup.

2.        Gaya Bahasa dalam Cerpen Rumah Bambu Karya Y.B Mangunwijaya
Dalam kehidupan sehari-hari simbol, tanda, dan lambang dianggap pengertian yang sama, benda atau hal apa saja yang berfungsi mewakili sesuatu yang lain. Dalam cerpen Rumah Bambu menggunakan simbol atau tanda dan lambang. Hal ini dideskripsikan pada kutipan berikut:

“Ada Macan tultul, ada bambu tultul juga. Kuning gading berbintik-bintik besar kecil cokelat elok. Puas sekali Parji memandang dan menyeka lincak bambu tultul yang baru dibelinya.”(Mangunwijaya, 2012:88)

Dalam kutipan diatas Mangunwijaya menggunakan penggambaran simbol atau tanda kursi dengan kuning gading berbintik-bintik besar kecil cokelat elok ketimbang sebuah kursi elok berwarna kuning gading bermotif gambar bagus-bagus berwarna warni. Kursi bambu menandakan keasrian rumah pedesaan yang semua perabotan terbuat dari hasil alam, dari tanda tersebut sebuah cerpen tampak menarik dan indah sehingga lebih efektif.
Adapun wacana yang menunjukkan suatu simbol atau tanda yang bermakna yaitu seperti berikut:

“Kelahiran anak pertama harus terjadi di rumah nenek. Biar dapat ditolong oleh mereka yang sudah banyak makan garam, atau lebih tepatnya yang sudah berkalung gelang ari-ari.”(Mangunwijaya, 2012:90)

Dari wacana diatas, yang dimaksud banyak makan garam dan sudah berkalung gelang ari-ari yaitu orang tua yang sudah banyak pengalaman bagaimana cara memberi pertolongan pertama saat melahirkan dan merawat seorang bayi yang baru lahir.
Selain menggunakan gaya bahasa simbol, tanda, dan lambang, cerpen Rumah bambu menggunakan gaya bahasa unik dan pemilihan kosakata yaitu tampak pada pemilihan dan pemakaian bahasa khas Jawa. Hal ini dapat dideskripsikan pada wacana berikut:

“Parji masuk kamar tidur yang seluruhnya dijadikan amben, ranjang luas yang dibatasi oleh empat sisi dinding. Sesuai dengan nasehat Ibu Kolonel. Tinggal mengamankan pintu dan si bayi boleh bergelimpangan sesuka sinyo-cokelat.”(Mangunwijaya, 2012:91)

Dari kutipan diatas menggambarkan bahwa bahasa yang digunakan dalam cerpen Rumah Bambu sebagian menggunakan bahasa Jawa yaitu contohnya kata Amben yang berasal dari bahasa jawa yang artinya ranjang luas, panggung luas di dalam rumah.
Adapun tanda atau simbol yang terdapat pada cerpen Rumah Bambu yang maknanya menyindir dan mengolok-olok. Hal ini dijelaskan pada wacana berikut:

“Suster Mehtilda lagi. Kau selalu bersembunyi di belakang rok Suster Mehtilda. Penyesalan atas keluarnya kata rok sudah terlambat. Marah Pinuk mendesis: “Apa? Bersembunyi dibelakang rok? Kau kira aku perempuan bodoh? Sepuluh tahun aku bekerja di susteran, dan aku cukup tau mana yang sehat yang mana tidak untuk bayi.”

Dari kutipan diatas maksudnya bersembunyi dibelakang rok artinya si Pinu istri Parji selalu mengikuti apa kata suster Mehtilda. Jadi Pardi menuduh atau menyindir Pinuk yang selalu mengikuti aturan dan apapun yang di ajarkan oleh Suster Mehtilda dalam hal kesehatan terutama cara merawat bayi yang benar.



BAB IV
SIMPULAN

Dari analisis cerpen Akar Pule dan Rumah Bambu semuanya selalu menggunakan keindahan bahasa yang muncul dan ditunjang atau digunakan juga keunikan dan pemilihan kosakata yaitu tampak pada pemilihan dan pemakaian bahasa khas daerah masing-masing. Seperti halnya dalam cerpen Akar Pule selalu menggunakan bahasa bali sedangkan dalam cerpen Rumah bambu sebagian hanya menggunakan bahasa jawa. Pada cerpen Akar Pule juga menggunakan gaya bahasa majas inilah menunjukkan pemanfaatan kekayaan bahasa, sedangkan pada cerpen Rumah Bambu selalu menggunakan simbol dan tanda sehingga pada cerpen Rumah bambu ada pernyataan-pernyataan secara tidak langsung dan implisit. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek yang membuat suatu karya sastra semakin hidup.


























DAFTAR PUSTAKA

Wellek, Rene and Austin Werren. 1995. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budiman. Jakarta: Gramedia
Kutha Ratna Nyoman. 2009. Stilistika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mangunwijaya. 2012. Rumah Bambu. Jakarta: KPG
Rusmini Oka. 2012. Akar Pule. Jakarta: Grasindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar