’KAJIAN STILISTIKA PADA KUMPULAN PUISI BUNGA ROSIE ( Tumbuh Kecil dan Berguguran) KARYA ROSI PRADITYA’’
Oleh: NUR MAHMUDAH, S.S.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada dasarnya puisi merupakan salah satu karya sastra yang paling sederhana
dibandingkan beberapa karya sastra lainnya, seperti prosa (cerpen, novel,
novelet dll) dan drama. Aminuddin (1997—67) mengemukakan terdapat jenis
karya sastra yaitu puisi dan prosa fiksi. Puisi membutuhkan efek-efek motif
yang mempengaruhi karya sastra. Memperoleh efek-efek tersebut dapat melalui
kebahasaan, paduan bunyi, penggunaan tanda baca, cara penulisan dan lain
sebagainya. Puisi bisa dikatakan karya sastra paling sederhana, sebab semua
orang dapat menulis puisi.
kita sering membaca bunga sebagai manifestasi keindahan dan cinta. Begitulah
yang muncul dalam puisi Rosi jika disesuaikan dengan antologi ini. seperti
tergambar pada sampul dan judul, ‘’Mawar” adalah gambaran yang mewakili
keseluruhan ide. Mawar merah pada sampul menunjukkan ungkapan cinta.
Sebuah ungkapan ironis dari mawar yaang merupakan puncak keindahan
menjelmanya harapan namun tumbuh kecil kemudian berguguran. Mawar yang lebih
banyak menumbuhkan duri dan rasa sakit, seperti dalam diksi-diksi yang
menghadirkan banyak lukisan romantis dalam mengungkapkan rasa sakit. sebuah
romantis dalam mengungkapkan rasa sakit. Sebuah romantisme ironis menguasai
hampir semua puisi
Pradopo (2002-1) puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai
arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makana. Oleh karena itu, sebelum
pengkajian aspek-aspek yang lain, perlu lebih dahulu puisi dikaji sebagai sebuah
struktur yang bermakna dan bernilai estetis. Ketika menganalisis sebuah puisi
ada tiga pilihan cara pendekatan yaitu dengan pendekatan semiotika, pendekatan
fenomenologis, dan pendekatan stilistika.
1.2. Landasan Teori
1.2.1 Hakikat Stilistika
Stilistika
(stylistic) dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Secara
etimologis stylistic berhubungan dengan kata style yaitu gaya. Dengan demikian
stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Penggunaan gaya
bahasa secara khusus dalam karya sastra. Gaya bahasa yang muncul ketika
pengarang mengungkapkan idenya. Gaya bahasa ini merupakan efek seni dan
dipengaruhi oleh hati nurani. Melalui gaya bahasa itu seorang penyair
mengungkapkan idenya. Pengungkapan ide yang diciptakan melalui keindahan dengan
gaya bahasa pengarangnya (Endraswara, 2011:72—73).
Melalui
ide dan pemikirannya pengarang membentuk konsep gagasannya untuk menghasilkan
karya sastra. Aminuddin (1997:68) mengemukakan stilistika adalah wujud dari
cara pengarang untuk menggunakan sistem tanda yang sejalan dengan gagasan yang
akan disampaikan. Namun yang menjadi perhatian adalah kompleksitas dari
kekayaan unsur pembentuk karya sastra yang dijadikan sasaran kajian adalah
wujud penggunaan sistem tandanya.
Secara
sederhana menurut Sudiman dikutip Nurhayati (2008:8) “Stilistika adalah ilmu
yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa didalam karya sastra”. Konsep
utamanya adalah penggunaan bahasa dan gaya bahasa. Bagaimana seorang pengarang
mengungkapkan karyanya dengan dasar dan pemikirannya sendiri.
Dalam
hal ini untuk memahami konsep stilistik secara seksama Nurhayati (2008:7)
mengemukakan pada dasarnya stilistika memiliki dua pemahaman dan jalan
pemikiran yang berbeda. Pemikiran tersebut menekankan pada aspek gramatikal
dengan memberikan contoh-contoh analisis linguistik terhadap karya sastra yang
diamati. Selain itu pula stillistika mempunyai pertalian juga dengan
aspek-aspek sastra yang menjadi objek penelitiannya adalah wacana sastra.
Stilistika
secara definitif adalah ilmu yang berkaiatan dengan gaya dan gaya bahasa.
Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Dalam pengertiannya
secara luas stilistika merupakan ilmu tentang gaya, meliputi berbagai cara yang
dilakukan dalam kegiatan manusia (Ratna, 2011:167).
Stilistika
sebagai salah satu kajian untuk menganalisis karya sastra. Endraswara (2011:72)
mengemukakan bahasa sastra memiliki tugas mulia. Bahasa memiliki pesan
keindahan dan sekaligus pembawa makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra
menjadi hambar. Keindahan suatu sastra dipengaruhi oleh kemampuan penulis
mengolah kata. Keindahan karya sastra juga memberikan bobot penilaian pada
karya sastra itu. Selain itu, menurut Sudjiman dikutip Nurhayati (2008:11)
mengemukakan titik berat pengkajian stilistik adalah terletak pada penggunaan
bahasa dan gaya bahasa suatu sastra, tetapi tujuan utamanya adalah meneliti
efek estetika bahasa. Keindahan juga merupakan bagian pengukur dan penentu dari
sebuah sastra yang bernilai.
1.2.2 Pendekatan dalam Stilistika
Melalui
stilistika dapat dijabarkan ciri-ciri khusus karya sastra. Berdasarkan hal itu,
Wellek, dan Warren (1993:226) menyatakan ada dua kemungkinan pendekatan
analisis stilistika dengan cara semacam itu. Yang pertama di analisis secara
sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, kemudian membahas
interprestasi tentang ciri-cirinya dilihat berdasarkan makna total atau makna
keseluruhan. Melalui hal ini akan muncul sistem linguistik yang khas dari karya
atau sekelompok karya. Pendekatan yang kedua yaitu mempelajari sejumlah ciri
khas membedakan sistem satu dengan yang lainnya. Analisis stilistika adalah
dengan mengamati deviasi-deviasi seperti pengulangan bunyi, inversi susunan
kata, susunan hirarki klausa yang semuanya mempunyai fungsi estetis penekanan,
atau membuat kejelasan, atau justru kebalikannya yang membuat makna menjadi
tidak jelas.
Sejalan
dengan pernyataan di atas dalam kajian stilistik dipengaruhi oleh karya sastra
dan bentuk pendekatan yang digunakan. Nurhayati (2008:13—20) mengemukakan lima
pendekatan yang dapat digunakan yaitu, sebagai berikut:
1. Pendekatan Halliday
Dalam
pendekatan ini Halliday mengilustrasikan bagaimana kategori-kategori dan
metode-metode linguistik deskriptif dapat diaplikasikan ke dalam analisis teks-teks
sastra seperti dalam materi analisis teks yang lainnya. Melalui hal ini
analisis bukan hanya kepada interprestasi atau evaluasi estetika terhadap
pesan-pesan sastra yang dianalisisnya tetapi hanya kepada deskripsi unsur-unsur
bahasa. Dalam kajiannya ia tidak mengungkapkan bagaimana bentuk-bentuk verbal
tersebut disusun sehingga berhubungan dengan bentuk lainnya pada hubungan
intra-tekstual.
2. Pendekatan Sinclair
Pendekatan
ini searah dengan teori pendekatan Halliday. Ia menerapkan kategori-kategori
deskripsi linguistik Halliday. Sinclair mengemukakan terdapat dua aspek yang
berperan penting dalam pengungkapan pola-pola intratekstual karya sastra.
3. Pendekatan Goeffrey Leech
Leech
mengemukakn bahwa karya sastra mengandung dimensi-dimensi makna tambahan yang
beroperasi pula di dalam wacana lainnya. Leech mengungkapkan tiga gejala
ekspresi sastra, yaitu cohesion, foregrounding, dan cohesion of foregrounding.
Ketiga gejala ekspresi ini menghadirkan dimensi-dimensi makna yang berbeda yang
tidak tercakup oleh deskripsi linguistik dengan kategori-kategori normalnya.
Cohesion merupakan hubungan interatekstual antara unsur gramatikal dengan unsur
leksikal yang jalin-menjalin dalam sebuah teks sehingga menjadi sebuah unit
wacana yang lengkap. Foregrounding merupakan gejala khas yang hanya terdapat
dalam karya sastra. Sedangkan cohesion of foregrounding adalah
penyimpangan-penyimpangan dalam teks yang dihubungkan dengan bentuk lain untuk
membentuk pola-pola intratekstual.
4. Pendekatan Roman Jakobson
Pendekatan
ini menggolongkan fungsi puitik bahasa sebagai sebuah penggunaan bahasa yang
berpusat kepada bentuk aktual dari pesan itu sendiri. Tulisan sastra tidak
seperti bentuk-bentuk lainnya. Dalam tulisan sastra ditemukan pesan yang berpusat
pada pesan itu
5. Pendekatan Samuel R. Levin
Pendekatan
Levin dalam analisis stilistika serupa dengan pendekatan Halliday dan Sinclair
yang berpusat pada analisis butir-butir linguistik. Levin juga mengembangkan
gagasan kesejajaran yang juga dikemukakan oleh Jakobson. Dalam hal ini
kesejajaran tersebut berlaku pada level fonologi, sintaksis, dan semantik yang
untuk menghasilkan ciri-ciri struktural.
1.2.3 Teori yang Berhubungan dengan
Kajian Stilistik
Pembentuk
utama unsur puisi selain bahasa adalah keindahan. Pada dasarnya kajian
stilistika dikemukakan beberapa teori-teori yang berhubungan. Menurut Nurhayati
(2008:30—38) teori-teori tersebut digunakan untuk menganalisis bahasa. Teori
tersebut adalah sebagai berikut:
1.DIKSI
Diksi, pemilihan kata sangat
erat kaitannya dengan hakikat puisi yang penuh pemadatan. Oleh karena itu, penyair harus pandai memilih
kata-kata. Penyair harus cermat agar komposisi bunyi rima dan irama memiliki
kedudukan yang sesuai dan indah. Selain itu, Tarigan (2011:29) mengemukakan
diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh penyair. Pilihan kata yang tepat
dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, dan nada dalam suatu
puisi.
2. CITRAAN
Citraan, merupakan penggunaan bahasa
untuk menggambarkan objek-objek, tindakan, perasaan, pikiran, ide, pernyataan,
pikiran dan setiap pengalaman indera atau pengalaman indera yang istimewa.
Dalam hal ini yang dimaksud adalah citraan yang meliputi gambaran angan-angan
dan pengguna bahasa yang menggambarkan angan-angan tersebut, sedangkan setiap
gambar pikiran disebut citra atau imaji. Secara spesifik Tarigan (2011:31)
dalam menciptakan karya penyair berusaha membangkitkan pikiran dan perasaan
para penikmat sehingga merekalah yang benar-benar mengalami peristiwa dan
perasaan tersebut. Penyair berusaha agar penikmat dapat melihat, merasakan
mendengar, dan menyentuh apa yang ia alami dan rasakan.
3. KATA-KATA KONKRET
Kata-kata konkret, merupakan
kata yang dapat melukiskan dengan tepat, membayangkan dengan jitu apa yang
hendak dikemukakan oleh pengarang. Tarigan (2011:32) mengungkapkan salah satu
cara membangkitkan daya bayang imajianasi para penikmat puisi adalah
menggunakan kata-kata yang tepat, kata yang dapat menyarankan suatu pengertian
secara menyeluruh.
4. BAHASA FIGURAN
Bahasa figuratif, untuk
memperoleh kepuitisan, penyair menggunakan bahasa figuratif, yaitu bahasa
kiasan atau majas. Menurut Endraswara (2011:73) terdapat dua macam bahasa
kiasan atau stilistik kiasan, yaitu gaya retorik dan gaya kiasan. Gaya retorik
meliputi eufemisme, paradoks, tautologi, polisndeton, dan sebagainya. Sedangkan
gaya kiasan amat banyak ragamnya antara lain alegori, personifikasi, simile,
sarkasme, dan sebagainya.
Menurut Ratna
(2011:164) majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai
dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan.
5. RIMA DAN RITMA
Rima dan ritma, merupakan
pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan pengulangan bunyi tersebut, puisi menjadi
merdu bila dibaca. Bentuk-bentuk rima yang paling sering muncul adalah
aliterasi, asonansi, dan rima akhir. Bunyi-bunyi yang berulang, pergantian yang
teratur, dan variasi-variasi bunyi menimbulkan suatu gerak yang teratur. Gerak
yang teratur tersebut di sebut ritma atau rhythm. Tarigan (2011:35) mengatakan
rima dan ritma memiliki pengaruh untuk memperjelas makna puisi. Dalam
kepustakaan Indonesia, ritme atau irama adalah turun naiknya suara secara
teratur, sedangkan rima adalah persamaan bunyi.
BAB II
ISI
2.1. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data
alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya (Ratna, 2007:47).
Metode kualitatif deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan
kata dan kalimat dalam puisi. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kasus terpancang. Dengan studi kasus penelitian ini memfokuskan
hanya pada puisi dalam kumpulan puisi Rosi Praditya. Objek penelitian ini
bahasa figuratif dan pemaknaannya yang digunakan dalam kumpulan puisi Rosi
Praditya. Data penelitian ini adalah data yang berwujud kata, ungkapan,
dan kalimat yang terdapat dalam kumpulan puisi Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan
berguguran) karya Rosi Praditya. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah
teks dari puisi-puisi dari kumpulan puisi
Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya. Adapun
sumber data sekunder berasal dari berbagai pustaka yang mengkaji tentang bahasa
figuratif berupa buku kajian stilistika, hasil penelitian berupa bentuk bahasa
figuratif berupa buku kajian stilistika.
2.2.Temuan
dan Pembahasan
2.2.1 Diksi
Dalam puisi ‘’ Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi
Praditya’’ penyair banyak menggunakan kata konotatif yang maknanya mengarah
pada cinta dan luka seperti pada kutipan sajak ‘’ Hujan Akhir ( hal 1)’’/hari
ini kita memanah kematian dengan sajak huruf-huruf hujan, dan kalimat-kalimat
membujur menjadi kubur, menjadi kenangan yang mengukir nama-nama dangkal
kemudian akan kita tinggalkan/. penyair mencoba
menggambarkan luka yang dialami dengan luapan bahasa pada sajak-sajaknya kata kematian dan kubur dipilih penyakir sebagai
simbol luka dan derita yang dialami penyair. di halaman 6 pada sajak
‘’Fragmentasi dalam pelukan’’ kata luka justru di ungkapkan secara langsung
tanpa menggunakan bahasa konotatif seperti sajak sebelumnya /sayang,
waktu dan keadaan kita adalah memang sangat pahit, dan luka yang tak berbuah/.
Seperti
dipilih penyair sebagai puncak ide sebuah puisi ‘’ Sekuntum Bunga Rosie’’ yang
berimplikasi pada banyak hal. ‘’Rosie’’ bisa berarti mawar sebagai simbol makna
cinta. atau, penyair sendiri yang berarti kepunyaaan dan pengakuan. Namun pada
judul antologi terdapat ‘’ tumbuh kecil dan berguguran’’. Dengan kata lain
bunga yang tak sempat berkembang. berikut kutipan yang menunjukkan diksi kata
cinta terdapat pada halaman 25 deng sajak yang berjudul ‘’ Sayang”/ mencintaimu
disudut cintaku, menguras kebangkitan rindu yang tak habis-habis ketengah laut
yang dalam/. kata cinta yang dipilih penyair
menggambarkan pada luapan perasaan yang mendalam pada diri penyair dan didukung
dengan pilihan kata laut oleh penyair itu artinya perasaan yng di sampaikan penyair
begitu luas dan dalam. kata cinta juga di pilih penyair sebagai bentuk luapan
perasaan yang dalam pada sajak yang berjudul ‘’ Prahara Luka’’ halaman 71 / membicarakan
kumpulan cinta dan hal-hal yang patut kusumpahi sebagai rinduyang tak ingin ku
lenyapkan/
kata
‘’ cinta’’ disebut sebanyak 56 kali dalam rangkaian antologi puisi Bunga Rosie
( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya. Namun, luka lebih besar daripada
cinta dengan jumlah 62 kali.
2.2.2 Citraan
Citraan adalah kesan yang ditimbulkan dalam sebuah puisi. Kumpulan puisi
Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya. memiliki
beberapa citraan diantaranya citraan visual yang dituliskan adalah suasana
alam. Diksi /laut/ angin/langit /sungai-sungai, memiliki efek penggambaran
suasana alam yang menyenangkan atau menyedihkan. Ada beberapa kesan yang
ditulis penyair seperti indra perasa yang bisa dirasakan oleh jiwa atau hati
seperti /keadaan kita memang sangan pahit//memang terasa rapuh/kisah-kisah tak
dapat di lupakan, melebihi rasa sakit melebihi rasa lembut/
2.2.3 Kata-Kata Kongkret
Beberapa kata-kata kongkret yang ditemukan dalam kumpulan puisi Bunga
Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya. adalah kata-kata
aktifitas untuk memberi kesan tersendiri diantaranya memburu, sembunyi,
menulis, berlari, terbang, memetik, menembus, menahan, menanam, menatap,
mengupas, mengikat, menghabisi, memutar, melantunkan, memuji, memotong dll.
Kata-kata kongkret yang menggambarkan unsur-unsur puisi secara tepat dengan
tujuan penyair agar pembaca dapat merasakan keadaan yang disampaikan atau
ditulis olrh penyair lewat bahasa-bahasanya dalam kumpulan puisi Bunga Rosie (
tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya.
2.2.4 Bahasa Figuran/ Gaya Bahasa (
Majas)
Berikut akan dipaparkan analisis majas/ bahasa figuran yang terkandung
dalam kumpulan puisi Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi
Praditya.
1. Majas
Asosiasi ( simile) adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berbeda
tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagaikan,
bagai, seumpama, seperti(Ratna, 2014:443). Majas Asosiasi dalam kumpulan puisi
Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya adalah sebagai
berikut :
(1) //
Ia mengelak jalan menyusuri helai
rambutmu, seperti dalam renungan
sangat buruk mengisar luka pada sebuah tragedi//. ( halaman 12)
(2) //
Pertanyaan itu yang tak sempat kau beri
nama waktu, seperti jawab kemudian
menangkap sejarah pahit karena luka atas cinta//. ( hal 26)
(3) //
Mengunjungi dalam setiap pertemuan, seperti melalui kerinduan yang bergerak
lepas, seperti memandang rupa yang tak sabar//. ( hal 30)
Penyair
mengunakan kata “ seperti’’ untuk bahasa figuran asosiasi dengan tujuan
menyamakan dua hal yang dianggap sama oleh penyair.
2. Majas
Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat seperti manusia(Ratna, 2014:442). Majas
personifikasi dalam kumpulan puisi Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran)
karya Rosi Praditya adalah sebagai berikut :
(1) .
// Kepada hujan yang terbunuh, lenyap, seribu kembang memahat kulit hujan//.
( hal 7)
(2). //Hujan telah kembali untuk membaca cinta kita.//( hal 8)
(3).// Setetes huruf-huruf
memanggil doa di atas perjumpaan//. ( hal 8)
Kata ‘’
hujan yang terbunuh, hujan membaca, huruf huruf memanggil’’ adalah
benda yang tidak bernyawa tapi penyair
menganggap benda-benda itu memiliki sifat seperti manusia untuk memunculkan
nilai estetika pada bahasa penyair.
3. Majas Hiperbola adaalah majas
yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan maksud untuk
memperhebat, meningkatkan kesan dan daya pengaruh(Ratna, 2014:447). Majas hiperbola dalam kumpulan puisi Bunga
Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya adalah sebagai berikut
:
(1).// Jalan uratmu telah membungkus
abad abad dari udara helai pelabuhan.// ( hal 14)
(2).//Cinta yang berdarah dalam
aliran sungai// ( hal 24)
(3).//Menguras kebangkitan rindu
yang tak habis-habis ketengah laut yang dalam// (hal 25)
(4).//Tangkai-tangkai rindu yang pilu meringkus cinta yang
berdarah dari seluruh daun // ( hal 35)
Pengungkapan perasaan cinta disampaikan oleh penyair dengan pengungkapan
yang berlebihan seperti kata ‘’ uratmu telah membugkus abad-abad, cinta yang
berdarah, menguras kebangkitan rindu’’ penyair memilih kata –kata
tersebut dengan tujuan meningkatkan kesan dan daya pengaruh kepada pembaca
untuk menyakinkan ungkapan atau pesan penyair.
4. Majas Retoris adalah majas yang berupa
kalimat tanya yang jawabanya itu sudah diketahui penanya. Tujuannya untuk
memberikan penegasan pada masalah yang diuraikannya, untuk menyakinkan ataupun
sebagai sindiran(Ratna, 2014:442). Majas retoris dalam kumpulan puisi Bunga
Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya adalah sebagai berikut
:
(1). //Apakah di dalam dadamu
telah tersimpan kotak putih yang telah terpilih sepeluk parahu-perahu kecil
bertapal daya asmara?// ( hal 5)
(2). //Apa yang kau asingkan?
persekutuhan? kelicikankah?// ( hal 11)
(3).// Masih adakah sesuatu yang
ingin dicari?// ( hal 12)
(4).// Apa yang kurang dalam
dirinya?// ( hal 13)
(5).//Masihkan kau membawa ujung anakku?// ( hal 14)
(6).//Siapa saja yang sampai terlebih dahulu selain ayat-ayat?//(hal 35)
Kata tanya/majas
retoris sengaja dipilih penyair untuk mengungkapkan pesan-pesannya dalam
kumpulan puisi ’’ Bunga Rosie’’dengan tujuan untuk memberikan penegasan pada
masalah yang disampaikan, sebenarnya kata tanya yang disampaikan penyair itu
jawabanya sudah diketahui oleh penyair sendiri.
5. Majas Paralelisme adalah majas perulangan
sebagaimana halnya repitisi, hanya disusun dalam baris yang berbeda. Biasanya
terdapat pada puisi( Ratna 2014:440). Majas paralelisme dalam kumpulan puisi
Bunga Rosie ( tumbuh kecil dan berguguran) karya Rosi Praditya adalah sebagai
berikut :
(1). //Melebihi cuaca, melebihi guyuran.// ( hal 4)
(2).//Dari tangan-tangan, dari air mata.//( hal 6)
(3).//Aku bukan dilenyapkan matahari tetapi aku melenyapkan diri di alas sungai
kecil.// ( hal 7)
(4).//Dari dirimu sendiri, dari arah
dan jalan uratmu.// ( hal 14)
(5). //Cinta yang dalam, cinta yang berdarh dalam aliran sungai.//(
hal 24)
(6).//Kita tentukan, kita letakkan kesunyian, kita tulis, kita buka, kita baca
sepanjang jalan.// (hal 27)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Style yang dipakai penyair
banyak memungut klise-klise romantis yang tak berdaya hidup, Penyair
menghadirkan kreativitas ekspresi yang unik, kata cinta disebut sebanyak 56
kali dalam rangkaian kumpulan puisi ‘’Bunga Rosie’’, namun luka lebih besar
daripada cinta dengan jumlah penyebutan 62 kali. Rindu dan harapan mimpin
muncul 26 dan 24 kali.
Bahasa figuran/ majas yang digunakan dalam
kumpulan puisi ‘’Bunga Rosie”
adalah majas asosiasi, majas
personifikasi, majas retorik, majas paralelisme, majas hiperbola. Kajian
stilistikadapat menemukan estetika pada puisi tersebut. Kata-kata yang
sederhana dapat memberikan efek yang
sederhana juga bagi pembaca, namun ada maksud lain yang bisa diinterpretasikan
dan diapresiasikan oleh pembaca.
Dalam
puisi ini, jelas terkandung makna eksprisit yang disampaikan oleh penyair. kita
cukup menyingkapi karya sastra sebagai hasil sebuah pemikiran seorang penyair,
terlepas dari latar belakang penyair dan baik buruknya sebuah karya sastra.
Persoalan nilai estetika adalah cita rasa yang subjektif, jadi terlalu sulit
bila menilai sebuah karya sastra dalam satu sudut pandanag saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminnuddin. 1997. Stilistika,
Pengantar Memahami Karya Sastra. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Burhan
Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Djoko
Pradopo, Rahmat.2009. Pengkajian Puisi.Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Praditya,
Rosi.2015.Kumpulan Puisi Bunga Rosie (
Tumbuh Kecil dan Berguguran).Madura:Komunitas Masyarakat Lumpur.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
--------------------------.2014.Stilistika Kajian Puitis Bahasa, Sastra, dan
Budaya.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Rene
Wellek dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar